Prabowo Jadi Jenderal Kehormatan, Apa Bedanya dengan Jenderal dan Jenderal Besar?
Presiden Jokowi memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo. Apa bedanya dengan jenderal dan jenderal besar?
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
Pemberian gelar jenderal kehormatan dari Presiden Joko Widodo untuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Rabu (28/2/2024) sontak mengundang tanya. Tidak hanya soal alasan dan pertimbangan Presiden memberikan gelar itu kepada Prabowo, makna dan kriteria seseorang mendapatkan gelar jenderal kehormatan pun menjadi pertanyaan publik.
Prabowo resmi berpangkat jenderal kehormatan setelah Presiden Jokowi menyematkan empat bintang di sela-sela rapat pimpinan TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Pangkat jenderal kehormatan itu diberikan karena Presiden menilai Prabowo telah memberikan kontribusi yang luar biasa pada kemajuan TNI dan negara.
Lalu, apa sebenarnya jenderal kehormatan itu? Apa pula bedanya dengan jenderal dan jenderal besar?
Secara umum, jenderal merupakan pangkat tertinggi dalam tubuh TNI Angkatan Darat yang ditandai dengan empat bintang emas di pundak prajurit. Pangkat jenderal setara dengan marsekal di TNI Angkatan Udara dan laksamana di TNI Angkatan Laut.
Para jenderal biasanya menduduki posisi strategis seperti Panglima TNI, Wakil Panglima TNI (sekarang tidak ada lagi), dan Kepala Staf TNI AD (KSAD). Saat ini hanya ada dua orang yang berpangkat jenderal aktif, yakni Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak. Pangkat itu hanya bisa diraih lewat promosi secara bertahap oleh prajurit yang masih aktif berdinas. Saat pensiun, pangkat jenderal masih melekat dan statusnya menjadi purnawirawan.
Sementara itu, jenderal kehormatan adalah pangkat istimewa yang diberikan kepada perwira tinggi TNI AD yang memiliki prestasi luar biasa serta berjasa besar bagi bangsa dan negara. Pangkat ini tergolong sebagai penghargaan prestisius atas dedikasi dan pengabdian mereka. Tanda pangkatnya sama dengan jenderal, tetapi dengan tambahan embel-embel ”HOR” yang menunjukkan keistimewaannya.
Mengutip laman resmi Akademi Militer (Akmil), sedikitnya ada tujuh perwira TNI yang naik pangkat secara istimewa menjadi jenderal kehormatan sebelum Prabowo Subianto. Mereka adalah Jenderal TNI (HOR) (Purn) Hari Sabarno, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Soerjadi Soedirdja, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Soesilo Soedarman, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Agum Gumelar, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Jenderal TNI (HOR) (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, Presiden ke-2 RI Soeharto juga sempat memberikan kenaikan pangkat kehormatan kepada KSAD pertama Jenderal (HOR) Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo dan KSAD ketiga Letnan Jenderal (HOR) Bambang Soegeng. Mayoritas penerima kenaikan pangkat kehormatan merupakan pejabat militer yang sempat menjadi anggota kabinet.
Lalu, bagaimana dengan jenderal besar? Hanya ada tiga tokoh di Indonesia yang menyandang pangkat tersebut. Mereka adalah Panglima Besar Jenderal Besar (Purn) Sudirman (Keputusan Presiden Nomor 44/ABRI/1997), Jenderal Besar (Purn) Abdul Haris Nasution (Keppres No 45/ABRI/1997), dan Jenderal Besar (Purn) Soeharto (Keppres No 46/ABRI/1997).
Pangkat jenderal besar ditandai dengan bintang lima emas yang tidak bisa dimiliki sembarang pejabat militer. Ketiganya diklaim telah memenuhi syarat yang tertuang dalam Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 tentang Administrasi Prajurit ABRI.
Sosok Sudirman, AH Nasution, dan Soeharto dinilai sebagai perwira tinggi terbaik yang tidak pernah berhenti berjuang mempertahankan dan mengisi kemerdekaan RI. Mereka juga dianggap pernah memimpin perang besar dan berhasil serta menjalankan amanat dasar-dasar perjuangan Angkatan Bersenjata RI (sekarang TNI).
Legitimasi
Dari sisi kekuatan dan legitimasi, pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (Isess), Khairul Fahmi, mengatakan, pangkat jenderal saja tanpa embel-embel kehormatan atau besar merupakan yang terkuat. Sebab, prosesnya terjadi secara reguler dan merupakan konsekuensi jabatan.
Jadi, tentunya legitimasi dan kekuatan jenderal kehormatan lebih rendah dari jenderal reguler.
”Orang yang paling memiliki legitimasi dan kekuatan tentunya pangkat jenderal melalui proses kenaikan pangkat reguler. Karena kenaikan pangkatnya merupakan konsekuensi jabatan dan hanya bisa diberikan pada prajurit aktif,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Fahmi mencontohkan KSAD Maruli Simanjuntak yang naik pangkat jenderal bintang empat karena jabatannya. Dalam aturan, KSAD memang harus diduduki jenderal bintang empat. Sementara itu, jenderal besar merupakan pangkat istimewa sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan negara.
Saat ini, jenderal besar tidak ada lagi dalam administrasi keprajuritan. Jadi, penerimanya sampai saat ini hanya tiga orang dan tidak akan bertambah lagi. Di sisi lain, jenderal kehormatan hanya sebatas penghormatan kepada prajurit dengan kriteria tertentu yang akan atau sudah pensiun. Pertimbangannya juga melalui jabatan yang dianggap setara dengan jabatan militer yang biasa disandang oleh jenderal bintang empat.
”Jadi, tentunya legitimasi dan kekuatan jenderal kehormatan lebih rendah dari jenderal reguler,” kata Fahmi.
Ia melanjutkan, kini TNI tidak lagi mengatur soal pemberian pangkat kehormatan. Pemberian pangkat secara istimewa hanya diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pemberian pangkat ini menjadi hak yang menyertai (privilese) penerima tanda kehormatan bintang militer.
Berhak
Panglima TNI Agus Subiyanto menjelaskan, Prabowo sudah menerima tanda kehormatan Bintang Yudha Dharma Utama yang telah melewati proses pengusulan, verifikasi, dan pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Tanda kehormatan itu hanya diberikan kepada Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.
”Implikasi dari anugerah Bintang Yudha Dharma Utama, sesuai Pasal 33 Ayat 1 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2009, Bapak Prabowo Subianto berhak diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa,” tuturnya secara tertulis.
Kemudian, sesuai Surat Panglima TNI Nomor R/216/II/2024 tanggal 16 Februari 2024, Panglima TNI merekomendasikan penganugerahan Jenderal TNI Kehormatan. Kelayakan itu juga dipandang atas pencapaian jasa-jasa Prabowo dan dedikasinya dalam menjaga keutuhan negara serta membangun kekuatan TNI.