Dugaan Korupsi Kelengkapan Rumah Jabatan Anggota DPR Capai Puluhan Miliar
Dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR terkait kelengkapan ruang tamu dan kamar tidur.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Pekerja mengganti lampu di depan lobi pintu masuk ke ruangan pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR. Nilai dugaan korupsi kelengkapan ruang tamu dan kamar tidur ini mencapai puluhan miliar rupiah.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/2/2024) mengungkapkan, KPK sedang menangani dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR tahun anggaran 2020. ”(Dugaan korupsi) kelengkapan ruang tamu, kamar tidur, dan lain-lain,” kata Ali.
Ali mengungkapkan, nilai korupsi kasus ini sekitar puluhan miliar rupiah. KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini. Namun, nama dan jabatan tersangka dalam kasus ini belum bisa disampaikan.
Ia menjelaskan, pimpinan dan pejabat struktural di Kedeputian Penindakan KPK, termasuk penyelidik, penyidik, dan penuntut, sudah sepakat dalam gelar perkara untuk menaikkan kasus ini ke proses penyidikan.
(Dugaan korupsi) kelengkapan ruang tamu, kamar tidur, dan lain-lain.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar diperiksa KPK pada 31 Mei 2023. Pemeriksaan terhadap Indra tersebut tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan karena masih dalam tahap penyelidikan.
Seusai diperiksa penyelidik, Indra berusaha menghindari wartawan hingga ia kebingungan mencari jalan keluar meninggalkan Gedung KPK. Ia berjalan melewati jalur mobil yang dilarang dilewati pejalan kaki. Bahkan, Indra tidak menghiraukan arahan petugas keamanan KPK yang menunjukkan jalan keluar untuk pejalan kaki. Indra terus diam saat ditanya wartawan mengenai keperluannya dipanggil KPK, termasuk terkait pengadaan gorden untuk rumah dinas anggota DPR.
Pada Mei 2022, terjadi kontroversi pengadaan gorden baru untuk rumah dinas anggota DPR dengan alokasi anggaran sampai Rp 43,5 miliar. Proyek itu dikritik publik karena DPR dinilai tidak peka pada kesulitan rakyat yang masih menghadapi pandemi Covid-19 beserta dampak sosial dan ekonominya. Setelah diprotes publik, Sekretariat Jenderal DPR membatalkan proyek pengadaan gorden (Kompas, 31/8/2022).
Kompas sudah menanyakan kepada Indra terkait kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR yang sedang ditangani KPK ini. Namun, ia tidak merespons.
Tak terkejut
Dihubungi secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, tidak terkejut mendengar kabar dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR.
Sebab, sebelumnya heboh pengadaan gorden dan beberapa pengadaan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran DPR yang nilainya terlalu besar dan urgensinya diragukan. Anggaran pengadaan gorden tersebut akhirnya dibatalkan. Pembatalan itu terjadi karena kuatnya kritikan dari publik yang menganggap nilai proyek pengadaan itu terlalu fantastis.
Meskipun proyek pengadaan gorden akhirnya dibatalkan oleh Sekjen dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, kata Lucius, tetap saja modus pengadaannya seperti membenarkan dugaan bahwa proyek gorden itu tidak terlalu penting dan mahal.
Jadi, sangat mungkin proyek pengadaan di DPR bukan karena fasilitas yang direncanakan itu penting. Akan tetapi, ada kebutuhan pihak tertentu yang ingin memanfaatkan anggaran yang ada untuk mendapatkan keuntungan.
”Jadi, sangat mungkin proyek pengadaan di DPR bukan karena fasilitas yang direncanakan itu penting. Akan tetapi, ada kebutuhan pihak tertentu yang ingin memanfaatkan anggaran yang ada untuk mendapatkan keuntungan,” kata Lucius.
Menurut dia, modus korupsi yang paling mudah terjadi di lingkungan Setjen DPR melalui mark up, yakni menaikkan anggaran beberapa kali lipat dari harga pasaran demi bisa mengambil untung dari selisihnya.
Ia menjelaskan, modus mark up paling mungkin terjadi pada kasus pengadaan di DPR karena target pengadaan ini untuk 575 anggota DPR. Kekuasaan yang besar dari DPR dianggap cocok bagi praktik penyalahgunaan anggaran melalui proyek-proyek tersebut. DPR akan melindungi proyek pengadaan bagi diri mereka sendiri.
Modus lain yang bisa terjadi adalah melalui pola pengadaan dengan sistem penunjukan langsung. Melalui modus ini, pembagian keuntungan diatur sejak awal.
Pengadaan bisa melalui proses tender, tetapi perusahaan mana yang akan menjadi pemenang ditentukan oleh pihak kesekjenan DPR. ”Jadi, mungkin saja terbuka permainan mencari keuntungan itu melalui sistem tender yang prosesnya tertutup,” kata Lucius.
Menurut Lucius, jika akhirnya KPK serius mengusut dugaan korupsi ini seperti menjadi bukti bahwa kekhawatiran yang selama ini muncul terkait proyek-proyek heboh DPR akhirnya sedang diuji. Proyek pengadaan itu karena adanya kebutuhan atau hanya segelintir orang yang berharap bisa mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut.