Dirut PT Citra Lampia Mandiri Ditahan, KPK Didesak Tetapkan Mantan Wamenkumham Tersangka Lagi
Setelah bebas dari tersangka dalam praperadilan, KPK didesak kembali tetapkan mantan Wamenkumham sebagai tersangka.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi didesak untuk segera mengeluarkan surat perintah penyidikan baru terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang diduga melibatkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej atau Eddy Hiariej, pascapermohonan praperadilan yang bersangkutan dikabulkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, saat dihubungi, Kamis (8/2/2024), di Jakarta, mengatakan, KPK mestinya tidak lagi ragu-ragu untuk segera menetapkan kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka. ICW pun mendesak KPK segera melakukan hal itu.
Jika pengumpulan barang bukti dan keterangan sudah rampung, lanjut Kurnia, KPK sebaiknya segera melimpahkan berkas perkara ke persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) agar perdebatannya tidak lagi perdebatan formil, tetapi perdebatan materiil.
Putusan Praperadilan, sekalipun menang, sama sekali tidak bicara kesalahan karena praperadilan hanya memeriksa aspek formil. ”Menurut kami, putusan praperadilan hanya bicara aspek formil. Apalagi banyak pertimbangan hakim yang kami rasa masih sangat mungkin untuk diperdebatkan,” katanya.
Apalagi, ditambah pihak pemberi suap, dalam hal ini Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan, sudah ditahan. Jika melihat jeda antara putusan praperadilan dan sprindik baru yang belum juga dikeluarkan, menurut Kurnia hal itu terlalu lama prosesnya.
KPK sebaiknya segera melimpahkan berkas perkara ke persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) agar perdebatannya tidak lagi perdebatan formil, tetapi perdebatan materiil.
ICW pun melihat KPK berjalan lambat. ”Kalau serius, KPK mestinya menetapkan kembali sebagai tersangka. Praperadilan kita hormati, tetapi langkah KPK untuk menetapkan kembali sebagai tersangka tidak dilarang. Kalau berkas dilimpahkan ke sidangl Edward tidak diperkenankan lagi mengajukan praperadilan,” katanya.
Kalau serius, KPK mestinya menetapkan kembali sebagai tersangka. Praperadilan kita hormati, tetapi langkah KPK untuk menetapkan kembali sebagai tersangka tidak dilarang. Kalau berkas dilimpahkan ke sidang, Edward tidak diperkenankan lagi mengajukan praperadilan.
Sebelumnya, Pengadilan Negerai (PN) Jakarta Selatan, 30 Januari lalu, mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Eddy yang keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK. Sejak Saat itu, Eddy pun bebas dari sangkaan.
Dalam putusannya, hakim tunggal Estiono menyampaikan bahwa penetapan Eddy sebagai tersangka sebagaimana dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pertimbangan hakim, bahwa penetapan Eddy sebagai tersangka oleh KPK tidak memenuhi minimal dua alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dua alat bukti yang dimaksud berita acara pemeriksaan atas nama Thomas Azali (30 November 2023) dan Helmut Hermawan (14 Desember 2023). Menurut hakim, hal itu dilakukan setelah Eddy ditetapkan sebagai tersangka.
Belum terima usulan
Ditanya kapan Eddy akan kembali ditetapkan sebagai tersangka, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pimpinan KPK belum menerima usulan surat perintah penyidikan (sprindik).
”Pimpinan belum menerima usulan sprindik dari penindakan meskipun pimpinan sudah memerintahkan untuk segera menerbitkan kembali sprindik mantan Wamenkumham,” ujarnya melalui pesan Whatsapp, Kamis (8/2/2024).
Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan tetap melanjutkan perkara suap dan gratifikasi yang diduga melibatkan Eddy. Praperadilan di PN Jakarta Selatan hanya menguji syarat formil. Secara substansi, materi, dan dugaan perbuatan oleh tersangka belum pernah diuji di pengadilan tipikor.
Eddy sendiri ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi pada awal Desember 2023. Eddy yang kala itu masih menjabat sebagai Wamenkumham diduga menerima suap dan gratifikasi dari Helmut Hermawan sebesar Rp 8 miliar untuk kasus pengurusan sengketa perusahaan.
Helmut Hermawan sendiri saat ini dibantarkan ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, KPK menyebutkan hal itu dilakukan atas permintaan tersangka sejak 1 Februari karena alasan sakit dan butuh perawatan. (WER)