logo Kompas.id
Politik & HukumPengamat: Kampanye, Presiden...
Iklan

Pengamat: Kampanye, Presiden Dilarang Bagikan Bansos

Meski aturan memungkinkan kampanye, saat cuti kampanye, presiden tidak boleh membagikan bansos dan program negara.

Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN, NINA SUSILO
· 4 menit baca
Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak, tetapi harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara, memantik kritik dari berbagai kalangan. Meski secara aturan dimungkinkan, sejumlah catatan diberikan. Berbagai fasilitas dan program, seperti bantuan sosial atau bansos dan bantuan langsung tunai, semestinya tidak ikut dibawa dalam kampanye yang dilakukan Presiden.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengingatkan, Presiden hanya bisa berkampanye apabila cuti di luar tanggungan negara. Hal ini tegas diatur dalam Pasal 281 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Baca juga: Gelontoran Bansos di Tahun Pemilu

Presiden masih bisa berkampanye jika mengambil cuti. Namun, ini berarti dia tidak boleh menggunakan fasilitas negara, kecuali perangkat keamanan yang melekat. ”Kalau cuti, berarti tidak boleh bawa bansos (bantuan sosial) dan berbagai program negara,” kata Djohermansyah kepada Kompas, Selasa (24/1/2024).

Kalau cuti, berarti tidak boleh bawa bansos dan berbagai program negara.

Pengaturan kampanye di pemilu tingkat nasional ini, Djohermansyah melanjutkan, semestinya berkaca pada pengaturan kampanye di tingkat pemilu kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota (pilkada). Dalam aturan pilkada, gubernur atau bupati/wali kota yang mencalonkan diri lagi harus cuti di luar tanggungan negara sepanjang masa kampanye.

Kepala daerah yang kembali mencalonkan diri maju di pilkada juga harus keluar dari rumah dinas dan melepaskan ikatan dari birokrasi daerah. Dengan demikian, tidak ada fasilitas negara yang digunakan.

Mural bertemakan pemilu dengan pesan untuk menjaga pemilu damai menghiasi jalur pedestrian di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (2/10/2023). Selain peran pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan, kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan partipasi masyarakat mengikuti pemilu menjadi salah satu faktor dalam mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang aman dan damai.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Mural bertemakan pemilu dengan pesan untuk menjaga pemilu damai menghiasi jalur pedestrian di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (2/10/2023). Selain peran pemerintah dalam menjaga stabilitas keamanan, kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan partipasi masyarakat mengikuti pemilu menjadi salah satu faktor dalam mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang aman dan damai.

Pada 2017, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama sempat menggugat UU No 10/2016 tentang Pilkada terkait aturan kampanye. Namun, saat itu, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut.

”Ahok (panggilan Basuki Tjahaja Purnama) akhirnya cuti enam bulan (selama masa kampanye) dan keluar dari rumah dinas, lepas dari birokrasi, dan tidak membawa-bawa pemda (pemerintah daerah) ketika bertemu masyarakat sebagai cagub,” tutur Djohermansyah.

Baca juga: Keraguan di Balik Janji Netralitas Jokowi

Dari segi etika pasti kena

Oleh karena itu, menurut Djohermansyah, pengaturan kampanye pemilu di tingkat nasional semestinya lebih baik ketimbang pengaturan kampanye pemilu di tingkat lokal. Dengan demikian, tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

”(Presiden berkampanye), kalau (dilihat) dari etika, pasti kena. Namun, ini sudah jelas diatur secara normatif di UU Pemilu. Kalau (Presiden) kampanye tanpa cuti, berarti melanggar sumpah jabatan untuk menjalankan undang-undang selurus-lurusnya yang diucapkan dengan Al Quran di atas kepalanya. Kalau demikian, Presiden bisa dimakzulkan,” papar Djohermansyah.

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando, juga menyampaikan hal hampir senada. Menurut dia, sesuai Pasal 299 Ayat (1) UU Pemilu, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Iklan

”Tapi wajib cuti. Jadi, dibolehkan. Cuma dua hal yang harus ditaati. Pertama, harus cuti di luar tanggungan negara. Kedua, enggakboleh pakai pesawat kepresidenan, enggakboleh pakai biaya negara. Mobil dinas juga enggakboleh. Istana enggakboleh dipakai untuk urusan konsolidasi kampanye,” ujar Ferry saat dimintai tanggapannya, Rabu.

Joko Widodo mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden Periode 2019-2024 dalam sidang paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Joko Widodo mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden Periode 2019-2024 dalam sidang paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Ketentuan terkait cuti presiden juga sudah diatur dalam Pasal 281 Ayat (1) UU Pemilu. Undang-undang tersebut menyebut kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan.

Baca juga: Pilkada 27 November 2024 Untungkan Penyelenggara Pemilu dan Partai Politik

Ketentuan dimaksud adalah tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara. Selain itu juga menjalani cuti di luar tanggungan negara.

”Memang seharusnya dibolehkan. Hak dan kewajiban Presiden sebagai warga negara harus diberlakukan sama. Tinggal membutuhkan keseriusan Bawaslu apakah Presiden melanggar apa yang diatur dalam UU Pemilu. Sepanjang hal ini ditaati, seharusnya Presiden boleh berkampanye,” ucap Ferry.

Ketentuan terkait cuti presiden juga sudah diatur dalam Pasal 281 Ayat (1) UU Pemilu.

Sebelumnya, pada Rabu, Presiden Jokowi menyebut bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak, tetapi tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Soal apakah akan melakukannya atau tidak tergantung masing-masing individu.

Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Anies Minta Pakar Hukum Beri Penjelasan

Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media terkait adanya pandangan mengenai sejumlah menteri yang tidak ada hubungan dengan politik, tetapi menjadi tim sukses, di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

”Itu, kan, hak demokrasi, hak politik setiap orang. (Hak) Setiap menteri, sama saja. (Hal) yang paling penting, presiden itu boleh, loh, kampanye. Presiden itu boleh, loh, memihak. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara pun menuturkan posisi presiden sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik. ”Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh berpolitik? Boleh. Menteri juga boleh,” ujarnya.

Saat ditanya cara memastikan agar tidak ada konflik kepentingan, Presiden Jokowi kembali menyebut soal larangan menggunakan fasilitas negara. ”Itu saja, yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Lihat nanti

Ketika ditanya lebih lanjut apakah dirinya memihak atau tidak, Presiden Jokowi balik bertanya dan diikuti tawa kecil, ”Ya, saya mau tanya, memihak atau ndak? He-he-he.”

Sehubungan tanggapannya terkait rekomendasi agar menteri mundur saat kampanye, Presiden Jokowi mengatakan bahwa semua berpegangan pada aturan. ”Semua itu pegangannya aturan. Aturan. Kalau aturannya boleh, ya, silakan. Kalau aturannya enggak boleh, tidak. Sudah jelas itu. Jangan di-ini, lho, apa, presiden tidak boleh (berkampanye). Boleh, berkampanye itu boleh. Memihak juga boleh. Tapi, kan, dilakukan atau tidak dilakukan itu terserah individu masing-masing,” ujarnya.

Baca juga: Bertemu Tiga Bakal Capres, Presiden Jokowi Janji Netral di Pemilu 2024

Selanjutnya, ketika ditanya apakah dirinya akan berkampanye, Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa dirinya boleh saja berkampanye. ”Ya, boleh saja saya kampanye, tetapi harus cuti, tidak memakai fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi.

Saat ditanya apakah akan mengambil kesempatan untuk berkampanye, tetapi cuti dan tidak memakai fasilitas negara, Presiden Jokowi menjawab singkat, ”Ya, nanti dilihat.”

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000