Transaksi Mencurigakan Disinyalir dari Kejahatan di Pertambangan, Lingkungan Hidup, dan Judi
KPK telah menerima data dari PPATK terkait transaksi mencurigakan yang ditengarai untuk dana kampanye Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menyebut transaksi mencurigakan menjelang Pemilu 2024 disinyalir bersumber, antara lain, dari kejahatan di bidang pertambangan, lingkungan hidup, dan judi.
Temuan PPATK, yang sebelumnya telah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, kini telah diterima Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antirasuah itu tengah mendalaminya sebelum menindaklanjuti lebih jauh.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Koordinator Humas PPATK M Natsir Kongah menyampaikan, data yang diberikan PPATK ke penyelenggara pemilu bersifat umum, tetapi seharusnya sudah cukup sebagai data awal komprehensif dalam memahami peta aliran uang. Aliran dana yang janggal itu berpotensi mengganggu proses demokrasi dan kontestasi pemilu.
”(Aliran dana berasal dari) tindak pidana, misalnya kejahatan di bidang pertambangan, lingkungan hidup maupun judi. Uang hasil kejahatan itu digunakan untuk biaya kampanye dan kegiatan pemilu lainnya,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (20/12/2023).
Dalam surat tertanggal 8 Desember 2023, dari PPATK ke KPU, dijelaskan bahwa PPATK menemukan transaksi dalam jumlah lebih dari setengah triliun rupiah di rekening bendahara partai politik periode April-Oktober 2023 atau sebelum masa kampanye Pemilu 2024 dimulai, pada 28 November lalu. PPATK juga mengungkap temuan penggunaan uang tunai dari ratusan ribu safe deposit box (SDB) di bank BUMN ataupun swasta pada Januari 2022 hingga 30 September 2023 yang dikhawatirkan akan jadi sumber dana kampanye yang tak sesuai aturan (Kompas, 20/12/2023).
Baca juga: Tindak Lanjuti Data Transaksi Mencurigakan Bendahara Parpol dari PPATK
Saat ditanya apakah ada aliran dana dari sumber kejahatan lainnya, Natsir enggan menjelaskan lebih lanjut. Meski demikian, aliran dana tersebut menunjukkan adanya irisan di antara dua jenis tindak pidana, yakni tindak pidana umum dan pidana pemilu.
Pihak yang berwenang menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu itu, menurut dia, adalah Bawaslu. Maka, Bawaslu seharusnya menyampaikan dugaan pelanggaran kepada aparat penegak hukum terpadu yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menambahkan, pihaknya percaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan menjalankan tugas dan wewenangnya dengan baik. PPATK hanya membantu para penyelenggara pemilu untuk memberikan informasi. Hal itu juga terekam dalam nota kesepahaman PPATK, baik dengan KPU maupun Bawaslu.
Pada Selasa (19/12), Bawaslu sudah menyampaikan, temuan PPATK hanya bisa digunakan sebagai informasi awal atau data pembanding saat mengawasi laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. ”Bawaslu menangani pelanggaran dana kampanye berkaitan dengan dana kampanye. Kalau persoalan (dana) partai politik, itu bukan kewenangan kami,” ucap Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Kompas (21/12/2023).
Baca juga: Temuan PPATK Jadi Data Pembanding Pengawasan Dana Kampanye
Aliran uang diketahui
Selain diserahkan ke KPU dan Bawaslu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, PPATK juga menyampaikan temuannya ke KPK pada Selasa (19/12). Ia pun sudah meminta bawahannya untuk mempelajari laporan tersebut, merencanakan tindak lanjutnya, dan membahasnya dengan pimpinan KPK. Sejauh ini, baru Alexander yang mendisposisi laporan tersebut karena pimpinan lain masih di luar kota.
Dari pengamatannya, data laporan PPATK tersebut cukup jelas, termasuk aliran uangnya ditujukan kepada siapa saja. Namun, ia tidak bisa membuka data PPATK tersebut ke publik karena data itu masuk kategori data intelijen. Yang bisa diungkapnya ke publik sebatas bahwa transaksi itu dilakukan oleh perorangan. Meskipun demikian, KPK akan melihat orang tersebut terafiliasi dengan partai politik mana. KPK juga harus mencari bukti-bukti petunjuk bahwa ada aliran dana yang tidak jelas tujuannya.
”Ya, kecurigaan ada, tapi harus dibuktikan,” tambahnya.
KPK juga akan berkoordinasi dengan KPU, termasuk untuk melihat apakah laporan ini terkait dengan korupsi atau tindak pidana pemilu. Kalau pemilu, KPK akan menyerahkan ke Bawaslu. Ia menegaskan, KPK hanya akan menindak kasus korupsi.
Menurut pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, terendusnya aliran dana dari tindak pidana untuk kegiatan peserta pemilu menjadi alarm bagi Bawaslu. Penyelenggara pemilu perlu bergerak cepat dengan melibatkan aparat penegak hukum.
Jika tidak, bukan tidak mungkin aliran uang dalam jumlah fantastis itu digunakan untuk memengaruhi pemilih jelang pemungutan suara, 14 Februari 2024.
”Penegakan hukum oleh Bawaslu itu sangat terbatas. Mereka terpaku dengan Undang-Undang (UU) Pemilu, seharusnya jangan. Libatkan juga UU Tindak Pidana Pencucian Uang hingga UU Tindak Pidana Korupsi kalau ada pejabat negara,” katanya.
Baca juga: Biaya Politik Caleg Hadapi Pemilu 2024 Membengkak
Selain itu, UU Pemilu juga menghambat pergerakan Bawaslu. Bawaslu terhambat dengan periodisasi waktu untuk membuktikan dan hanya terpaku pada rekening khusus dana kampanye (RKDK). Sementara temuan PPATK dari rekening lain di luar RKDK.
Laporan awal dana kampanye
Terkait laporan awal dana kampanye (LADK) yang telah diserahkan ketiga capres-cawapres ke KPU, 15 November lalu, sejumlah elemen masyarakat sipil mengkritisi laporan yang tidak mendetail karena hanya memuat sumber dan jumlah penerimaan serta pengeluaran dana kampanye.
Menurut peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz, laporan seharusnya menampilkan pihak-pihak yang memberikan sumbangan sehingga tidak sulit bagi Bawaslu dan publik untuk mengawasinya.
Baca juga: Laporan Dana Kampanye Capres-Cawapres Belum Sesuai Realitas
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, mengatakan, peserta pemilu masih menganggap laporan dana kampanye hanya formalitas. Berkaca pada pemilu sebelumnya, jumlah yang dilaporkan pun sering tidak mencerminkan penerimaan dan pengeluaran yang sesungguhnya.