Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Diduga Terima Setoran dari Kontraktor dan ASN
Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba meminta maaf kepada masyarakat. Ia mengaku sudah berusaha selama dua periode, tetapi akhirnya tersandung persoalan korupsi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Maluku UtaraAbdul Ghani Kasuba diduga menentukan kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan di Maluku Utara dan besaran setoran dari para kontraktor. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK juga mendalami dugaan Abdul Ghani Kasuba menerima uang terkait penentuan jabatan di Pemprov Maluku Utara.
Abdul Gani merupakan satu dari 18 orang dari kalangan pejabat Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan swasta yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (18/12/2023). Mereka ditangkap di beberapa lokasi di Jakarta dan Ternate, Maluku Utara.
Dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (20/12/2023), KPK mengumumkan penetapan tujuh tersangka. Selain Abdul, tersangka lainnya adalah Kepala Dinas (Kadis) Perumahan dan Permukiman Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku Utara Daud Ismail, Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Maluku Utara Ridwan Arsan, ajudan Ramadhan Ibrahim, serta dua pihak swasta, yakni Stevi Thomas dan Kristian Wuisan.
Dari tujuh tersangka tersebut, hanya Kristian yang belum ditahan. KPK akan segera memanggil Kristian dan yang bersangkutan diminta kooperatif hadir memenuhi panggilan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Maluku Utara menjadi salah satu provinsi di Indonesia bagian timur yang mendapatkan prioritas untuk mempercepat proses pengadaan dan pembangunan infrastruktur. Alhasil, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Abdul Gani diduga ikut serta dalam menentukan kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut. Untuk menjalankan misinya, kata Alexander Marwata, Abdul memerintahkan Adnan, Daud, serta Ridwan untuk menyampaikan kepadanya berbagai proyek di Maluku Utara.
Besaran nilai berbagai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar. Proyek tersebut di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek tersebut, Abdul menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. ”AGK (Abdul) juga sepakat dan meminta AH (Adnan), DI (Daud), dan RA (Ridwan) untuk memanipulasi progress pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan,” kata Alexander.
Kontraktor yang memenangi proyek tersebut dan menyatakan kesanggupan memberikan uang, yaitu Kristian. Selain itu, Stevi juga telah memberikan uang kepada Abdul melalui Ramadhan sebagai salah satu orang kepercayaan Abdul untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya.
Teknis penyerahan uang melalui tunai ataupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini hasil ide Abdul dan Ramadhan. ”Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah Rp 2,2 miliar,” kata Alexander.
Uang tersebut di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul, seperti pembayaran menginap hotel dan dokter gigi.
Selain itu, kata Alexander, Abdul juga diduga menerima uang dari aparatur sipil negara (ASN) di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara. Temuan ini masih terus didalami KPK.
Penyerahan uang
Dalam proses tangkap tangan, Alexander mengungkapkan, pada Senin (18/12/2023), KPK memperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang melalui transfer rekening bank ke rekening penampung yang dipegang oleh Ramadhan.
Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah Rp 2,2 miliar.
Dari informasi tersebut, KPK menangkap para pihak yang di antaranya berada di salah satu hotel di Jakarta Selatan dan beberapa kediaman pribadi serta tempat makan yang ada di Ternate, Maluku Utara. ”Diamankan uang tunai dalam kegiatan ini sekitar Rp 725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan Rp 2,2 miliar,” kata Alexander.
Seusai konferensi pers, Abdul meminta maaf kepada masyarakat. Ia mengaku sudah berusaha selama dua periode, tetapi akhirnya tersandung persoalan korupsi. Menurut dia, apa yang terjadi padanya merupakan risiko jabatan. ”Kadang-kadang kita salah. Apalagi, dengan kadang-kadang tekanan masyarakat, kebutuhan masyarakat. Jadi, saya harus terima sebagai pejabat,” kata Abdul.
Abdul menambahkan, saat ditangkap di salah satu hotel di Jakarta, ia mengaku membawa uang tunai Rp 1,4 juta. Jika ada transaksi lain, itu di luar dugaannya.