Bekas Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Diduga Terima Rp 18 Miliar
Eko Darmanto diduga menerima gratifikasi dari para pengusaha impor dan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan hingga pengusaha barang kena cukai. Nilai gratifikasi yang diperoleh diperkirakan mencapai Rp 18 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Bekas Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto memberikan keterangan kepada wartawan seusai konferensi pers penahanan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi hingga Rp 18 miliar, Jumat (8/12/2023), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan bekas Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Eko Darmanto dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Eko diduga menerima gratifikasi mulai 2009 hingga 2023 sebesar Rp 18 miliar.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK melalui Direktorat Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menemukan adanya kejanggalan pencantuman informasi dan data pada LHKPN Eko. Kejanggalan tersebut terlihat dari berbagai kepemilikan aset bernilai ekonomi yang diduga tidak sesuai dengan profil selaku penyelenggara negara. Setelah dilakukan analisis, KPK meningkatkan tahap penyelidikan menjadi penyidikan terhadap kasus tersebut.
KPK menemukan adanya gratifikasi yang diduga diterima Eko mulai 2009 hingga 2023.
KPK menemukan adanya gratifikasi yang diduga diterima Eko mulai 2009 hingga 2023. ”Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh ED (Eko) melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023,” kata Asep dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (8/12/2023) malam.
Perusahaan yang terafiliasi dengan Eko di antaranya bergerak di bidang jual-beli motor Harley Davidson dan mobil antik serta di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
”Menjadi bukti permulaan awal, gratifikasi yang diterima ED (Eko) sejumlah sekitar Rp 18 miliar dan KPK terbuka untuk terus menelusuri dan mendalami aliran uangnya, termasuk pula adanya perbuatan pidana lain,” kata Asep.
Adapun Eko menjadi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mulai 2007. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2023, Eko pernah menduduki beberapa jabatan strategis, di antaranya Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya) serta Kepala Subdirektorat Manajemen Risiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.
”Dengan jabatan tersebut, ED (Eko) kemudian memanfaatkan dan memaksimalkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor maupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai,” kata Asep.
Asep mengungkapkan, Eko tidak pernah melaporkan ke KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja. Untuk kebutuhan proses penyidikan, KPK menahan Eko untuk 20 hari pertama mulai 8 Desember sampai dengan 27 Desember 2023 di rumah tahanan KPK.
Bantah pamer harta
Seusai konferensi pers, Eko mengaku tidak pernah pamer harta. Dari hasil digital forensik, akun media sosial yang menunjukkan dirinya pamer harta merupakan akun palsu yang dibuat oleh orang di dalam institusinya. Ia mengaku itu terjadi karena dirinya paling banyak mengungkap hal-hal yang tidak benar di Bea dan Cukai.
”Ada sembilan orang sudah masuk penjara. Bekerja sama dengan kejaksaan, kejaksaan minta tolong saya. Termasuk kasus yang paling besar yang Anda tahu, kasus emas. Di belakangnya adalah saya. Dan sekarang pun terjadi penyelundupan gula, dua tahun kerugian negara Rp 1,2 triliun,” kata Eko.
Eko mengaku tidak pernah pamer harta. Dari hasil digital forensik, akun media sosial yang menunjukkan dirinya pamer harta merupakan akun palsu yang dibuat oleh orang di dalam institusinya.
Ia tidak menjelaskan kasus emas tersebut. Eko mengatakan, kasus emas itu masih bergulir. Ia berharap, kasus tersebut dapat ditangani secara adil karena kerugian negara sangat besar. Eko juga mengaku telah menyampaikan kasus-kasus besar lain yang ditanganinya ke penyidik.
Eko mengaku tidak pernah merugikan negara, memeras orang, dan menerima suap. Ia mengaku berbisnis konstruksi, properti, dan jual-beli motor bekas sesuai dengan hobinya. Ia menegaskan, motor tersebut bukan kendaraan impor. Eko akan mengikuti proses hukum yang harus dijalaninya jika apa yang dilakukannya dianggap salah.