Sekretaris MA Nonaktif Hasbi Hasan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 11,8 Miliar
Hasbi Hasan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan penerimaan suap dan gratifikasi hingga Rp 11,8 miliar dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekretaris Mahkamah Agung nonaktif Hasbi Hasan didakwa menerima hadiah atau janji hingga Rp 11,2 miliar dari Deposan Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Selain itu, Hasbi didakwa menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan dengan total senilai Rp 630 juta.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Yunarwanto mengungkapkan, Hasbi bersama dengan mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang dituntut dalam berkas perkara terpisah, diduga menerima suap hingga Rp 11,2 miliar dari Heryanto pada Februari-September 2022. Pemberian uang tersebut bertujuan agar Hasbi mengupayakan pengurusan perkara kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman dapat dikabulkan oleh hakim agung yang memeriksa dan mengadili perkara.
”Serta agar perkara kepailitan koperasi simpan pinjam (KSP) Intidana yang sedang berproses di Mahkamah Agung dapat diputus sesuai keinginan dari Heryanto Tanaka,” kata Wawan dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Toni Irfan bersama hakim anggota Teguh Santoso dan Mardiantos. Hasbi hadir di ruang sidang bersama dengan penasihat hukumnya, Maqdir Ismail.
Wawan menjelaskan, Hasbi diperkenalkan dengan Dadan oleh Riris Riska Diana yang merupakan istri Dadan pada Februari 2022 di Gedung Mahkamah Agung (MA). Di bulan yang sama, Dadan bertemu Timothy Ivan Triyono. Mengetahui Dadan kenal dengan Hasbi, Timothy menyampaikan akan mempertemukan Dadan dengan Heryanto yang mengalami permasalahan atas simpanan berjangka di KSP Intidana sebesar Rp 45 miliar.
Atas permasalahan tersebut, Heryanto telah dilaporkan Ketua Umum KSP Intidana Budiman Gandi Suparman atas tindak pidana pemalsuan surat/akta notaris. Perkara tersebut telah diputus Pengadilan Negeri Semarang yang amarnya membebaskan Budiman dari segala dakwaan. Atas putusan tersebut, penuntut umum mengajukan kasasi ke MA.
Susunan majelis hakim dan panitera pengganti kasasi tersebut adalah Ketua Majelis Sri Murwahyuni, Gazalba Saleh, dan Prim Haryadi selaku hakim anggota, serta Bayuardi selaku panitera pengganti.
Pada Maret 2022, Dadan bersama Riris dan Timothy bertemu Heryanto di Semarang, Jawa Tengah. Dalam pertemuan tersebut, Heryanto menyampaikan permasalahannya kepada Dadan yang kenal Hasbi agar membantu pengurusan perkaranya.
Selanjutnya, Dadan dan Riris bertemu Hasbi di ruang kerjanya menyampaikan bahwa Heryanto mempunyai masalah hukum yang sedang berproses di MA. Mereka meminta Hasbi untuk mengurus perkara tersebut agar dikabulkan sesuai keinginan Heryanto. Hasbi pun menyanggupi mengurus perkara tersebut.
Setelah mendapatkan kepastian dari Hasbi, Dadan dan Riris menemui Heryanto di Semarang. Heryanto meminta Dadan agar berkomunikasi dengan kuasa hukumnya, Theodorus Yosep Parera, untuk mengurus perkara kasasinya. Atas permintaan itu, Dadan mengajukan biaya pengurusan perkara sebesar Rp 15 miliar yang dikemas seolah-olah terdapat perjanjian kerja sama bisnis skincare (perawatan kulit) antara Dadan dan Heryanto. Dari permintaan Dadan tersebut, Heryanto menyetujui biaya pengurusan perkara kepada Hasbi melalui Dadan sebesar Rp 11,2 miliar.
Dalam persidangan perkara Nomor 326 K/Pid/2022 tanggal 22 Maret 2022 dengan agenda musyawarah pengucapan putusan, Sri Murwahyuni meminta Gazalba Saleh dan Prim Haryadi menyampaikan pendapatnya. Gazalba menerima kasasi penuntut umum dan menyatakan, Budiman Gandi terbukti bersalah, sedangkan Prim menolak kasasi penuntut umum. Atas perbedaan pendapat itu, Sri memutuskan untuk menunda sidang.
Heryanto kembali meminta Dadan untuk mengurus perkara kasasi pidana Nomor 326 K/Pid/2022 dengan tujuan supaya Budiman Gandi dijatuhi hukuman dan barang bukti berupa sertifikat tanah milik KSP Intidana diserahkan kepada Heryanto. Selanjutnya, Hasbi dihubungi Dadan agar pengurusan perkara di MA segera direalisasikan. Yosep Parera pun menyampaikan kepada Dadan agar hasbi bisa meyakinkan Sri mengikuti pendapat dari Gazalba Saleh.
Pada 28 Maret 2022, Heryanto memerintahkan Na Sutikna Halim Wijaya selaku bagian keuangan PT Taruna Kusuma Purinusa mentransfer uang kepada Dadan sebanyak tiga kali dengan total Rp 5 miliar.
Sehari kemudian, Dadan menarik uang Rp 3 miliar dan dibawa ke MA. Ia menyerahkan uang tersebut kepada Hasbi. Dalam pertemuan tersebut, Hasbi menyampaikan kepada Dadan akan berkomunikasi dengan Prim agar menyamakan pendapatnya dengan Gazalba karena Sri susah dipengaruhi.
Pada 5 April 2022, Hasbi menghubungi Dadan dan menyampaikan bahwa perkara kasasi pidana Nomor 326 K/Pid/2022 telah diputus dengan putusan, Budiman Gandi dihukum 5 tahun penjara dan menyampaikan Prim ”masuk angin” sehingga dissenting opinion (perbedaan pendapat).
Setelah berhasil mengurus perkara kasasi pidana tersebut, Yosep Parera menyampaikan kepada Dadan bahwa Heryanto juga ada perkara lainnya terkait dengan kepailitan yang akan masuk ke MA. Sebagai realisasi atas kesepakatan pengurusan perkara oleh Hasbi melalui Dadan, Heryanto kembali mentransfer uang kepada Dadan sebesar Rp 1,2 miliar.
Sekitar Juni 2022, Hasbi menerima tiga tas bermerek Hermes dan Dior dari Dadan dengan harga keseluruhan sekitar Rp 250 juta. Total uang yang diterima Hasbi bersama dengan Dadan Rp 11,2 miliar.
Selain itu, Hasbi juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan dengan total senilai Rp 630 juta dari notaris rekanan CV Urban Beauty/ MS Glow, Devi Herlina; Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Balai Yudi Noviandri; dan Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah, pada Januari 2021 sampai dengan Februari 2022.
Seusai mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum, Hasbi menyatakan mengerti. Setelah berkonsultasi dengan Maqdir Ismail, Hasbi tidak mengajukan eksepsi meskipun mereka berpendapat ada yang tidak tepat dalam dakwaan tersebut. Mereka ingin segera melakukan pemeriksaan perkara ini secara cepat dengan mengusulkan persidangan dilaksanakan dua kali dalam seminggu.
Atas usulan tersebut, Toni Irfan meminta agar dilihat kondisi ke depan terlebih dahulu. Sidang dilanjutkan pada Selasa (12/12/2023) dengan agenda pembuktian dari penuntut umum.