Pencetakan Surat Suara di 35 Dapil Tunggu Penyelesaian Sengketa Caleg
Bawaslu dan PTUN diiminta konsekuen dengan batas waktu penyelesaian sengketa karena berpengaruh pada waktu penyediaan logistik.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencetakan surat suara di 35 daerah pemilihan untuk calon anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD belum bisa dimulai karena masih menunggu putusan sengketa proses pascapenetapan daftar calon tetap. Badan Pengawas Pemilu dan Pengadilan Tata Usaha Negera diminta konsekuen dengan batas waktu penyelesaian sengketa karena berpengaruh pada waktu penyediaan logistik.
Berdasarkan rekapitulasi permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu pascapenetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota per 15 November, ada 43 permohonan sengketa proses yang diajukan ke Badan Pengawas Pemilu. Rinciannya, empat permohonan diajukan ke Bawaslu RI, tiga permohonan ke Bawaslu provinsi, dan 36 permohonan ke Bawaslu kabupaten/kota.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, tidak semua perkara diregister hingga berlanjut ke mediasi ataupun ajudikasi. Di tingkat pusat, hanya satu perkara dari empat perkara sengketa proses yang berlanjut ke ajudikasi. Sementara di tingkat provinsi, satu perkara sepakat di mediasi dan dua perkara berlanjut pada ajudikasi. Adapun di tingkat kabupaten/kota, 14 perkara sepakat di tahap mediasi dan 15 perkara berlanjut di ajudikasi.
Satu perkara sengketa proses di tingkat pusat yang diajukan Irman Gusman terkait pencalonannya sebagai bakal calon anggota DPD telah diputus, Kamis (16/11/2023). Dalam amar putusannya, Majelis Bawaslu menolak permohonan Irman untuk seluruhnya. ”Permohonan pemohon tidak memiliki alasan hukum yang cukup untuk dikabulkan. Dalam pokok perkara, menolak permohonan untuk seluruhnya,” ujar anggota Bawaslu, Puadi.
Menurut anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda, pencetakan surat suara di daerah pemilihan (dapil) yang masih ada sengketa harus ditunda. Sebab, isi surat suara harus disesuaikan dengan putusan sengketa sehingga desain surat suara pascapenetapan DCT masih bisa berubah. Namun, proses tender pengadaan surat suara tetap bisa dilanjutkan dengan mendahulukan pencetakan surat suara di dapil yang tidak ada sengketa.
Bawaslu RI, Bawaslu provinsi, dan Bawaslu kabupaten/kota akan memeriksa dan memutus sengketa proses pemilu paling lama 12 hari kerja sejak diterimanya permohonan. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen mengikuti ketentuan tersebut karena akan berpengaruh pada penyediaan logistik, terutama surat suara pileg.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, menambahkan, sebagian perkara selesai dimediasi sehingga KPU bisa segera mencetak surat suara di dapil-dapil yang sengketanya telah tuntas. Sebagian lain masih berlanjut di proses ajudikasi atau persidangan yang batas waktu putusannya maksimal 24 November.
”Proses ajudikasi di sebagian perkara selesai lebih cepat dari batas waktu maksimal. Namun, kami tidak gegabah dalam memutuskan karena menyangkut hak pilih,” katanya.
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengatakan, pencetakan surat suara di setidaknya 35 dapil belum bisa dilakukan karena sengketa proses belum diputus. Bahkan, setelah ada putusan ajudikasi di Bawaslu, KPU masih harus menunggu penggugat karena masih bisa mengajukan sengketa proses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Batas waktu pengajuan sengketa di PTUN maksimal lima hari setelah putusan Bawaslu.
”Meskipun pengaduan sudah diputus Bawaslu, kami masih harus menunggu pemohon apakah mengajukan sengketa proses di PTUN atau tidak karena jalur itu masih bisa dilakukan,” katanya.
Anggota KPU, Yulianto Sudrajat, menuturkan, produksi dan distribusi logistik surat suara ke gudang KPU kabupaten/kota dijadwalkan berlangsung dua bulan. Selanjutnya, proses sortir lipat, pengepakan, dan distribusi ke tempat pemungutan suara sekitar satu bulan.
KPU juga bersyukur tidak ada sengketa proses di dapil DKI Jakarta II yang meliputi pemilih di luar negeri. Sebab, logistik untuk pemilih di luar negeri harus dikirim lebih awal, yakni pada 3-31 Desember. Jika ada sengketa, waktu untuk mencetak surat suara hingga pengiriman ke luar negeri menjadi semakin pendek.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengingatkan, manajemen logistik dalam pemilu serentak lima kotak selalu penuh tantangan. Situasi di Pemilu 2024 menjadi lebih rumit tatkala waktu untuk pengadaan logistik pemilu cenderung pendek karena masa kampanye hanya 75 hari. Dengan demikian, KPU semakin tidak memiliki waktu yang leluasa untuk mempersiapkan logistik, terutama untuk dapil yang masih ada sengketa di Bawaslu dan PTUN.
Oleh karena itu, Bawaslu dan PTUN harus disiplin dan konsekuen terhadap batas waktu penyelesaian perkara yang diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bawaslu harus memutus sengketa paling lama 12 hari sejak diterimanya permohonan, sedangkan PTUN harus memutus gugatan paling lama 21 hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.
Namun, ia mengingatkan agar Bawaslu dan PTUN agar tidak terburu-buru dalam memutus sengketa. Putusan harus tuntas dan jelas agar tidak menimbulkan ruang perdebatan yang bisa berujung pada berlarutnya sengketa.
”Jangan karena alasan logistik yang mendesak, hak warga negara menjadi diabaikan,” ucap Fadli.