PSI dan Demokrat Instruksikan Caleg Buka Riwayat Hidup
Kritik publik pada caleg yang tak mau membuka daftar riwayat hidupnya mulai dijawab oleh sejumlah parpol. Demokrat dan PSI, misalnya, menginstruksikan calegnya untuk membuka daftar itu agar bisa dilihat publik.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah menuai kritik publik, sejumlah partai politik menginstruksikan kepada para calon anggota legislatifnya untuk membuka daftar riwayat hidupnya ke publik. Ini seperti ditempuh oleh Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Demokrat. Komisi Pemilihan Umum menyatakan masih memberikan kesempatan kepada calon anggota legislatif dan partai untuk mengubah status publikasi agar riwayat hidup mereka bisa dilihat publik.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Satia Chandra Wiguna mengatakan, seluruh calon anggota legislatif (caleg) PSI sudah membuka informasi daftar riwayat hidup di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (7/11/2023). Pembukaan profil dilakukan setelah PSI meminta seluruh caleg mengizinkan publikasi dan bersurat ke KPU agar data riwayat hidup seluruh caleg ditampilkan ke publik.
”Data riwayat hidup para calon anggota legislatif dari PSI bisa diakses publik di situs KPU. Ini merupakan bentuk transparansi PSI kepada publik sehingga pemilih bisa mengenal para calon anggota legislatif dari PSI. Silakan dicermati,” ujarnya.
Menurut Chandra, ada kesalahan komunikasi antara DPP PSI dan caleg terkait publikasi daftar riwayat hidup. PSI tetap berkomitmen menjalankan prinsip transparansi kepada pemilih, tetapi tetap memastikan bahwa alamat rumah caleg tidak dipublikasi. ”Dari awal kami memang menginstruksikan untuk membuka semua data, kecuali alamat rumah,” ujarnya.
Pantaun Kompas di laman https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Dct_dpr, profil para caleg PSI sudah dibuka untuk publik. Beberapa caleg memberikan izin untuk memublikasikan sebagian data, antara lain, identitas, pekerjaan, dan program usulan. Adapun informasi tentang riwayat pekerjaan, pendidikan, dan organisasi sebagian caleg tidak memublikasikan.
Sebelumnya, penelusuran Kompas di portal publikasi pemilu milik KPU, yakni https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Dct_dpr, sepanjang Minggu (5/11/2023), menemukan sebanyak 2.965 calon atau sekitar 30 persen dari 9.917 calon anggota DPR dalam daftar calon tetap (DCT) untuk Pemilu Legislatif 2024 tidak bersedia memublikasikan profilnya. Sisanya atau sekitar 70 persen calon anggota DPR bersedia membuka seluruh dan sebagian daftar riwayat hidupnya. Caleg yang tidak bersedia memublikasikan daftar riwayat hidup tersebar di 18 parpol peserta Pemilu 2024.
Bahkan, tidak satu pun dari 580 calon anggota DPR yang didaftarkan oleh Golkar dan PSI yang bersedia untuk membuka daftar riwayat hidup. Di luar Golkar dan PSI, parpol dengan jumlah calon anggota DPR terbanyak yang tak bersedia memublikasikan daftar riwayat hidup adalah Partai Demokrat dan Partai Bulan Bintang (PBB). Dari 580 calon Demokrat, 577 orang tidak bersedia untuk membuka riwayat hidup. Dari PBB, ada 466 dari 470 calon anggota DPR yang tidak bersedia membuka daftar riwayat hidupnya.
Adapun Partai Perindo menjadi parpol dengan calon yang paling banyak memublikasikan riwayat hidupnya. Dari total 578 calon yang didaftarkan Perindo, hanya satu yang tidak bersedia membuka daftar riwayat hidup. Kemudian, dari Partai Hanura, hanya dua calon yang tidak mau membuka dan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hanya enam calon yang menutup riwayat hidupnya (Kompas, 6/11).
Deputi Badan Pemenangan Pemilu Demokrat Daisy Margaret Silanno mengatakan, Demokrat tidak bermaksud menutup-nutupi data caleg dengan tidak memublikasikan profil di situs KPU. Oleh karena itu, DPP Demokrat sedang meminta seluruh caleg untuk memberikan izin publikasi daftar riwayat hidup untuk diserahkan ke KPU.
Batas waktu penyerahan surat pernyataan pada Rabu (8/11/2023) siang agar bisa segera diproses ke KPU untuk membuka riwayat hidup ke publik.
Menurut dia, 99 persen caleg Demokrat yang tidak memublikasikan daftar riwayat hidup karena mengacu keputusan di Pemilu 2019 yang menutup semua data caleg. Mereka ingin caleg lebih fokus dengan kampanye dan tidak disibukkan dengan kesalahan-kesalahan penulisan. ”Karena seharusnya caleg punya banyak cara membuka tentang diri mereka,” ujarnya.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, KPU telah menerbitkan surat untuk mengingatkan parpol agar memublikasikan daftar riwayat hidup ke publik. Pihaknya masih menunggu parpol yang ingin mengubah status publikasi daftar riwayat hidup calegnya. Tidak ada tenggat waktu mengubah status publikasi, termasuk saat masa tenang karena informasi mengenai daftar riwayat hidup bukan bagian dari kampanye.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari
Menurut dia, KPU sudah memberikan formulir tentang kesediaan caleg untuk mempublikasikan daftar riwayat hidup saat pengajuan bakal caleg, Mei 2022 lalu. Dalam perkembangannya, KPU juga terus menginformasikan tentang kesediaan caleg untuk mempublikasikan daftar riwayat hidup melalui parpol yang mendaftarkan ke KPU.
"Kami terus membuka kesempatan kepada parpol untuk membuka riwayat hidup,” kata Hasyim.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di mana peserta pemilu berkompetisi secara terbuka untuk mendapatkan dukungan suara rakyat.
Karena jabatan yang diisi adalah jabatan publik melalui pemilihan langsung, seluruh dokumen yang digunakan untuk pencalonan sejatinya adalah dokumen publik. Sebab, publik berhak untuk ikut serta memastikan bahwa seluruh peserta pemilu telah memenuhi syarat dalam pengusulan caleg ke KPU.
”Profil atau riwayat hidup caleg adalah salah satu dokumen yang wajib diinput dalam Silon. Oleh karena itu, mestinya publik sejak awal juga sudah diberi akses untuk bisa memastikan bahwa memang persyaratan tersebut sudah dipenuhi oleh seluruh peserta pemilu,” katanya.
Lebih jauh, lanjutnya, kebijakan KPU yang meminta izin ke caleg dan parpol merupakan tindakan yang salah kaprah. Jika KPU ingin mengecualikan informasi calon sebagai informasi rahasia atau informasi publik yang dikecualikan, KPU harus terlebih dahulu membuat uji konsekuensi, bukan justru menanyakan dan menyerahkan keputusan tersebut kepada parpol. KPU bisa berkoordinasi dengan Komisi Informasi Pusat soal data apa yang bisa dikecualikan dari publik.
Menurut Titi, data mengenai domisili, keluarga inti, riwayat pendidikan, pekerjaan, dan kiprah di parpol adalah hal yang penting diketahui pemilih. Data tersebut bisa jadi pertimbangan untuk melihat rekam jejak dan potensi benturan kepentingan calon sebagai legislator. Bahkan, akan lebih baik lagi jika data tersebut terintegrasi dengan laporan harta kekayaan, khususnya bagi caleg yang berlatar belakang penyelenggara negara. Dengan demikian pemilih tidak perlu bertaruh soal kapasitas dan kredibilitas calonnya.
”Dengan adanya situasi ini, mestinya pemilih benar-benar menimbang soal keterbukaan caleg sebagai dasar dalam menentukan pilihan. Jangan pilih caleg yang tidak mau membuka profil dirinya. Sebab, itu sudah cukup jadi indikasi ketidaktransparanan dan kurangnya akuntabilitas sebagai calon wakil rakyat yang akan bekerja untuk dan atas nama rakyat," ujar Titi.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah menambahkan, tidak dibukanya seluruh riwayat hidup caleg mencerminkan parpol tidak punya komitmen transparansi dan akuntabilitas politik. Sebab, tidak semua data caleg berbahaya jika dipublikasikan sehingga menjadi pertanyaan jika data tersebut ditutup.
Selain itu, KPU juga turut mendukung sikap parpol karena meminta persetujuan untuk publikasi. Sebagai regulator, KPU seharusnya bersikap progresif dengan memperhatikan kepentingan pemilih.
”Problemnya KPU sejak awal justru lebih condong mempehatikan kepentingan peserta pemilu, yang kita tahu parpol ini problematik. Jadi ,ketika otonomi KPU dikonsultasikan ke parpol, hasilnya justru akan jauh dari apsirasi dan kebutuhan masyarakat," kata Hurriyah.