Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memeriksa dugaan pelanggaran etik Anwar Usman yang diadukan secara sengaja menghambat pembentukan MKMK. Untuk itu, MKMK diminta memberhentikan Anwar karena tak memiliki integritas.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI, HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah dipersoalkan terkait dugaan konflik kepentingan saat menangani uji materi syarat minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman juga diadukan telah menghambat pembentukan Majelis Kehormatan MK secara permanen. Padahal, pembentukan pengawas perilaku hakim konstitusi tersebut merupakan amanat undang-undang dan perintah Majelis Kehormatan MK sebelumnya yang dipimpin oleh I Dewa Gede Palguna.
Tudingan tersebut dilontarkan oleh advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak di hadapan sidang Majelis Kehormatan MK yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie selaku ketua dengan Wahiduddin Adams dan Bintan R Saragih selaku anggota, Jumat (3/11/2023). Sidang menghadirkan mantan hakim konstitusi yang juga mantan ketua MKMK sebelumnya, I Dewa Gede Palguna, sebagai ahli.
Hari ini merupakan sidang terakhir Majelis Kehormatan MK sebelum menjatuhkan putusan yang menurut rencana akan dibacakan pada Selasa (7/11/2023). Seluruh pelapor dengan total 21 perkara sudah didengarkan keterangannya, begitu juga dengan sembilan hakim konstitusi. Majelis Kehormatan MK menjadwalkan pemeriksaan ulang untuk Anwar Usman sebagai forum untuk membela diri.
Dalam pengaduannya, Zico mengungkapkan, Anwar Usman diduga menghalangi pembentukan Majelis Kehormatan MK yang seharusnya sudah ada sejak 2021 atau setelah revisi UU MK dilakukan pada 2020. Bahkan, hingga sampai saat ini, Majelis Kehormatan MK permanen belum ada.
Majelis Kehormatan MK yang ditugaskan untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik terkait putusan syarat usia capres dan cawapres dan tengah bekerja saat ini pun bersifat sementara, dengan masa kerja 30 hari. Demikian pula dengan Majelis Kehormatan MK yang ditugaskan untuk memeriksa hakim konstitusi Guntur Hamzah pada awal tahun ini.
”Dulu, Majelis Kehormatan MK pimpinan Pak Palguna pernah mengamanatkan untuk membentuk Majelis Kehormatan MK permanen. Namun, tidak ditindaklanjuti oleh ketua MK, yaitu Anwar Usman,” ujar Zico yang mengaku mendapat informasi dari internal MK, yakni mantan Hakim Konstitusi Aswanto dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Zico meminta Majelis Kehormatan MK untuk dapat menghadirkan kedua orang tersebut. Namun, untuk Saldi Isra, Jimly mengungkapkan, tidak bisa dihadirkan sebagai saksi sebab yang bersangkutan adalah hakim terlapor. Adapun untuk Aswanto, Jimly menganggap bahwa hal itu tidak perlu karena pihaknya sudah tahu.
Dalam berkas laporannya, Zico mengungkapkan, tidak terbentuknya Majelis Kehormatan MK membuat banyak pihak yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi tidak tahu mesti ke mana. Sebab, Dewan Etik MK sebagai pihak yang bertugas mengawasi dan menangani laporan pengaduan masyarakat sudah mati suri sejak tahun 2020. Tinggal satu orang, Prof Sudjito, anggota Dewan Etik yang menjabat pada 2020-2023.
Padahal, kata Zico dalam laporannya, banyak yang ingin melaporkan Anwar Usman saat ia menikah dengan Idayati, adik Presiden Joko Widodo, pada pertengahan 2022. Namun, semuanya tidak bisa diproses karena Dewan Etik mati suri. Majelis Kehormatan MK ad hoc yang dipimpin I Dewa Gede Palguna baru dibentuk ketika Zico mempersoalkan dugaan perubahan pada isi Putusan MK pada perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 untuk pengujian Undang-Undang MK. Kala itu, diduga MK mengubah subtansi putusan pada salinan putusan perkara yang berkaitan dengan pencopotan hakim konstitusi, Aswanto, yang digantikan oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya menjabat Sekjen MK.
Zico mempersoalkan Anwar yang secara sengaja membiarkan Dewan Etik mati suri dari akhir 2021 hingga awal 2023 agar laporan etik yang masuk tidak bisa diproses.
Terkait dengan hal itu, Zico mempersoalkan Anwar yang secara sengaja membiarkan Dewan Etik mati suri dari akhir 2021 hingga awal 2023 agar laporan etik yang masuk tidak bisa diproses. Anwar juga diadukan karena diduga secara sengaja menunda dibentuknya Majelis Kehormatan MK permanen. Oleh karena itu, Zico meminta Majelis Kehormatan MK pimpinan Jimly Asshiddiqie untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar karena tidak memiliki integritas.
Palguna dalam keterangannya sebagai ahli mengungkapkan, pembentukan Majelis Kehormatan MK ad hoc seperti yang sekarang ini dilakukan terjadi akibat Dewan Etik MK tidak berfungsi setelah adanya perubahan UU MK. Para hakim konstitusi memang menjadi tidak ada yang mengawasi.
”Padahal, semangat untuk diawasi itu ditanamkan sekali sejak MK dibentuk. Secara khusus, saya harus sebut lagi, betapa kami sengaja ingin diawasi karena sadar dengan kewenangan yang besar saat itu,” kata hakim konstitusi jilid pertama tersebut. Bahkan, Palguna mengaku menjadi salah satu pembuat kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi pada 2006 yang hingga kini masih digunakan.
Wacana menambah anggota Majelis Kehormatan MK
Pada saat bertugas sebagai ketua MKMK untuk kasus dugaan etik Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, Palguna mengungkapkan, ada wacana/diskusi untuk menambah jumlah anggota Majelis Kehormatan MK. Tiga orang dinilai terlalu minimal dan tidak ideal.
”Apakah diskusi itu yang memengaruhi sehingga tidak kunjung dibentuk Majelis Kehormatan MK yang permanen atau tidak, saya tidak tahu. Karena memang sempat juga, kan, ada wacana mau ada perubahan UU MK lagi. Mungkin bersamaan dengan itu akan diusulkan syarat keanggotaan MKMK, kalau tidak salah seperti diskusi kami di Majelis Kehormatan MK ad hoc, menjadi minimal lima orang,” papar Palguna.
Zico menanyakan, seagresif apa seharusnya Majelis Kehormatan MK menggali bukti-bukti terkait laporannya. Namun, Palguna mengungkapkan, hal itu tergantung kebutuhan Majelis Kehormatan MK sebab siapa tahu para anggota Majelis Kehormatan MK sudah memiliki data lain yang tidak disampaikan ke publik.
”Siapa tahu mereka sudah melakukan pemeriksaan, sudah mendapatkan info, sehingga apa yang diperoleh dalam sidang terbuka ini barang kali sekadar konfirmasi atau mungkin ada hal tambahan baru. Kita tidak bisa menilai Majelis Kehormatan MK harus begini dan begitu karena kebutuhannya yang menentukan,” tutur Palguna.