Penyidik Kejaksaan Agung masih mencari alat bukti aliran dana Rp 27 miliar ke Dito Ariotedjo yang kini menjabat Menpora.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga kini, ada 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diperkirakan merugikan keuangan negara hingga Rp 8,032 triliun. Para tersangka itu untuk sementara terbagi dalam tiga kluster perkara, yakni tindak pidana asal, tindak pidana menghalangi penyidikan, dan terkait aliran dana.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (16/10/2023), di Jakarta menyampaikan, untuk perkara induk ada 11 orang dengan enam orang di antaranya telah menjalani persidangan. Mereka adalah bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif, bekas Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Yohan Suryanto, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, dan Account Director of Integrated Account Department Huawei Tech Investment Mukti Ali.
Tersangka untuk perkara induk berikutnya adalah pihak-pihak yang disebutkan Irwan Hermawan di persidangan memperoleh aliran dana dalam korupsi ini.
Kemudian, ada dua tersangka lain yang telah dilimpahkan berkas perkaranya ke jaksa penuntut umum, yakni Windy Purnama, orang kepercayaan Anang Achmad Latif. Windy dipercaya Anang untuk membagikan uang kepada sejumlah pihak. Satu lagi adalah Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Muhammad Yusrizki yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam penyediaan panel surya melalui PT Basis Utama Prima.
Tersangka untuk perkara induk berikutnya adalah pihak-pihak yang disebutkan oleh Irwan Hermawan di persidangan memperoleh aliran dana dalam korupsi ini. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen Bakti Kemenkominfo Elvano Hatorangan, yang disebut menerima Rp 2,4 miliar, dan Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kemenkominfo Muhammad Feriandi Mirza yang menerima Rp 300 juta.
Ditambah, seorang tersangka lainnya Dirut PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan. Di persidangan, Irwan menyebut pernah menerima uang dari Jemy sekitar Rp 37 miliar.
Untuk perintangan penyidikan, penyidik menetapkan Tenaga Ahli Kemenkominfo Walbertus Natalius Wisang sebagai tersangka. Dalam persidangan, ia juga disebut menerima Rp 4 miliar.
Adapun untuk penerima aliran dana, pada akhir pekan lalu, ditetapkan dua tersangka, yakni Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli. Dalam persidangan sebelumnya, Irwan menyebut Edward menerima Rp 15 miliar karena ia mengaku dapat mengurus kasus proyek BTS 4G. Adapun Sadikin, menurut keterangan Irwan, sebagai perantara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk penyerahan uang Rp 40 miliar.
Gratifikasi
Ketut mengatakan, untuk Edward dan Sadikin, penyidik menduga mereka melakukan pemufakatan jahat dengan menyuap atau memberikan gratifikasi, menguasai, menempatkan, serta menggunakan uang. Hingga saat ini, kata Ketut, penyidik masih mendalami pihak yang bermufakat, asal uang, serta ke mana uang itu mengalir. Demikian pula terkait keterangan Irwan yang menyebut Sadikin sebagai orang BPK, hal itu masih didalami oleh penyidik.
Selain Edward dan Sadikin, dalam persidangan Irwan juga menyebutkan, ia menyerahkan Rp 27 miliar kepada Dito Ariotedjo yang kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga. Dalam persidangan sebelumnya, Dito membantah menerima uang tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, keterangan saksi di persidangan telah didalami penyidik dan dipastikan relevan. Untuk itu, pihaknya berupaya mencari alat bukti lain sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, termasuk terhadap Edward dan Sadikin yang termasuk dalam kluster aliran dana.
”Dalam rangka apa uang itu diberikan baik kepada EH (Edward) ataupun SDK (Sadikin). Itu yang masih dalam proses penyidikan kami yang akan kami perjelas dalam proses penyidikan,” terang Kuntadi.
Terkait dengan keterangan Irwan yang menyebut Sadikin sebagai orang dari BPK, kata Kuntadi, pihaknya masih menelusuri dan mencari alat bukti lain. Kuntadi memastikan menindaklanjutinya dengan memeriksa pihak-pihak yang berpotensi mengetahui hal itu. Demikian pula terkait uang sebesar Rp 27 miliar yang disebut Irwan telah diserahkan kepada Dito Ariotedjo, penyidik masih mencari alat bukti.
Cek Rp 2 triliun
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan cek Bank BCA senilai Rp 2 triliun di rumah dinas menteri yang ditempati bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, tersangka korupsi di Kementerian Pertanian. Terkait dengan cek itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin, mengatakan, KPK masih mengonfirmasi dan mengklarifikasi ke berbagai pihak terlebih dahulu, baik para saksi, tersangka, maupun pihak-pihak terkait dalam dugaan korupsi di Kementan. Konfirmasi itu untuk memastikan cek bank senilai Rp 2 triliun tersebut valid.
Demikian pula terkait uang sebesar Rp 27 miliar yang disebut Irwan telah diserahkan kepada Dito Ariotedjo, penyidik masih mencari alat bukti.
”Konfirmasi itu untuk memastikan validitas cek dimaksud, termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini,” kata Ali dalam keterangan tertulis.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum Syahrul, Ervin Lubis, mengaku belum mengetahui keberadaan cek tersebut. Ervin mengatakan, cek itu tidak termasuk dalam barang bukti yang dikonfirmasi tim penyidik ketika memeriksa Syahrul sebagai tersangka. ”Kami belum tahu karena memang belum dikonfirmasi dalam pemeriksaan sebagai tersangka,” ujarnya.
Dari serangkaian penggeledahan di rumah dinas dan rumah pribadi Syahrul, termasuk kantor Kementan, KPK menyita sejumlah barang bukti, seperti dokumen, uang puluhan miliar rupiah, 12 pucuk senjata api, dan mobil Audi A6.