Satu Per Satu Nama Penerima Dana dalam Korupsi BTS 4G Jadi Tersangka
Sejumlah nama yang menerima aliran dana dalam korupsi proyek BTS 4G ditetapkan jadi tersangka. Kali ini Sadikin Rusli. Di persidangan sebelumnya, Menpora Dito Ariotedjo juga disebut menerima Rp 27 miliar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Satu per satu nama yang disebut telah menerima uang dalam dugaan korupsi kasus pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika ditetapkan sebagai tersangka. Setelah ada beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka, Minggu (15/10/2023), Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa Sadikin Rusli kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Sadikin Rusli alias SR di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (14/10/2023).
Di persidangan kasus proyek BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 September 2023, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 40 miliar kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui seseorang bernama Sadikin. Pemberian uang kepada BPK melalui Sadikin itu dilakukan Irwan atas perintah Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif.
Selain kepada Sadikin, di persidangan itu Irwan mengungkap beberapa nama lain yang menerima aliran dana dalam dugaan korupsi ini, yakni Dito Ariotedjo yang kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 27 miliar.
Selain kepada Sadikin, di persidangan itu Irwan mengungkap beberapa nama lain yang menerima aliran dana dalam dugaan korupsi ini, yakni Dito Ariotedjo yang kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 27 miliar, Edward Hutahaean yang mengaku dapat mengurus kasus proyek BTS 4G sebesar Rp 15 miliar.
Pihak yang menerima uang selanjutnya, kata Irwan, juga terkait dengan pengurusan kasus. Pada saat itu, ada orang bernama Wawan yang menawarkan bahwa atasannya yang bernama Windu Aji Sutanto bisa mengurus kasus ini. Windu kemudian menunjuk pengacara bernama Setyo, dan sekaligus meminta uang. Kepada orang itu, diserahkan uang Rp 60 miliar yang diserahkan sebanyak dua kali, masing-masing Rp 30 miliar. Namun, di persidangan, jumlah uang yang diberikan kepada Windu dikoreksi menjadi Rp 66 miliar.
Naman lain yang turut menerima aliran dana dalam korupsi ini adalah Elvano Hatorangan sebesar Rp 2,4 miliar, Feriandi Mirza Rp 300 juta, serta Berto atau Walbertus sebesar Rp 4 miliar.
Penyidik telah menetapkan beberapa nama tersebut menjadi tersangka, yakni Elvano Hatorangan selaku pejabat pembuat komitmen Bakti Kemenkominfo, Muhammad Feriandi MirzaselakuKepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kominfo, serta Walbertus Natalius Wisang selaku Tenaga Ahli Kominfo.
Pada Jumat (13/10/2023), penyidik menetapkan Edward Hutahaean alias Naek Parulian Washington Hutahaean selaku Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital dan bekas Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia Niaga sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, Sadikin ditangkap karena diduga melakukan gratifikasi atau pencucian uang yang terkait dengan kasus pembangunan menara BTS 4G. Selain menangkap Sadikin, penyidik juga menggeledah kediaman Sadikin di Manyar Kertoarjo, Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur. Setelah ditangkap, Sadikin langsung dibawa ke Kejagung untuk menjalani pemeriksaan.
"Berdasarkan fakta dan persesuaian dengan alat bukti yang ditemukan, penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus menetapkan status SR (Sadikin Rusli) dari semula saksi menjadi tersangka," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Minggu (15/10/2023).
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-54/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 15 Oktober 2023. Setelah Sadikin diperiksa kesehatannya dan dinyatakan sehat, yang bersangkutan langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kejagung.
Ketut menyampaikan, Sadikin diduga melakukan permufakatan jahat dengan menyuap atau memberikan gratifikasi, menguasai, menempatkan, serta menggunakan uang sebesar Rp 40 miliar. Uang tersebut berasal dari Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, sebagai hasil tindak pidana dalam kasus pembangunan menara BTS 4G. Uang tersebut diberikan kepada Sadikin melalui perantaraan Windy Purnama, orang kepercayaan Irwan.
Menanggapi penetapan tersangka Sadikin dan Edward, Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho berpandangan, hal itu merupakan langkah maju. Namun, kata Kurniawan, kedua orang tersebut diduga hanya menjadi perantara dalam kasus menara BTS 4G.
Menurut Kurniawan, pihak lain yang juga disebut Irwan telah menerima uang adalah Nistra Yohan. Sebab, Nistra hingga saat ini belum pernah memenuhi panggilan penyidik. Untuk itu, penyidik diharapkan memasukkannya ke daftar pencarian orang (DPO).
Meski Dito membantah keterangan tentang penerimaan uang sebesar Rp 27 miliar di persidangan, Dito belum pernah dikonfrontasi dengan para saksi yang menyatakan hal tersebut.
Di sisi lain, meski Dito membantah keterangan tentang penerimaan uang sebesar Rp 27 miliar di persidangan, Dito belum pernah dikonfrontasi dengan para saksi yang menyatakan hal tersebut, yakni Irwan, Windy, serta saksi bernama Resi.
”Mestinya penyidik mengonfrontasi keterangan kedua pihak. Kalau keterangan keduanya bertentangan, berarti ada salah satu pihak yang bohong, apakah yang bohong ketiga saksi itu atau Dito,” ucap Kurniawan.
Menurut Kurniawan, selain menetapkan tersangka, penyidik diharapkan menelusuri aliran uang tersebut, apakah berhenti di para tersangka atau mengalir ke pihak lain, termasuk penegak hukum. Sebab, dari keterangan saksi di persidangan, baik Edward maupun Sadikin disebut hanya sebagai perantara. Sebagaimana disebut di persidangan, uang yang diserahkan ke Sadikin disebut ditujukan kepada BPK. Menurut Kurniawan, bukan tidak mungkin para tersangka itu akan pasang badan untuk melindungi pihak-pihak yang turut menikmati uang tersebut.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, berharap agar Kejagung tidak melakukan tebang pilih dalam memproses kasus ini. Terlebih, keterangan saksi di bawah sumpah dalam persidangan memiliki nilai yang lebih kuat.
Menurut Zaenur, semua nama yang sudah diungkap di persidangan seharusnya diperiksa dan dikonfrontasi satu dengan yang lain. Selain itu, penyidik diharapkan tidak ragu untuk memeriksa telepon genggam para saksi dan terdakwa untuk mencari alat bukti atau petunjuk terkait aliran uang dari kasus menara BTS 4G.
”Kalau ini tidak diungkap secara tuntas, kasus ini akan menimbulkan persepsi bahwa kejaksaan tebang pilih dan hanya menyasar pihak tertentu, sementara yang lain tidak disidik,” kata Zaenur.