Menko Polhukam: Ada Bukti Percakapan untuk Telusuri Aliran Dana Korupsi Menara BTS
Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, penyidik Kejagung memang sudah mengantongi bukti yang cukup dan kuat terkait keterlibatan Menkominfo Johnny G Plate. Selain dokumen dan surel, juga rekaman.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, penyidik Kejaksaan Agung memang sudah mengantongi bukti yang cukup dan kuat terkait keterlibatan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam kasus korupsi pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G. Kejagung disebut sudah mengantongi bukti baik berupa dokumen, surat, barang bukti elektronik, maupun rekaman percakapan sejumlah pejabat penting saat membagikan proyek tersebut.
Bukti rekaman percakapan antarpejabat yang terlibat dalam kasus itu diharapkan dapat digunakan untuk membongkar aliran dana dalam dugaan korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 8 triliun lebih itu. Selain rekaman dan percakapan, dokumen lain yang sudah dikantongi di antaranya terkait keterlambatan penyelesaian, pembangunan proyek di bawah target, dan proyek yang sudah dibangun tidak sesuai spesifikasi awal.
Mahfud saat dikonfirmasi, Jumat (19/5/2023), menjelaskan, kasus berawal saat pemerintah membuat program pembangunan menara BTS 4G serta infrastruktur pendukung paket 1-5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kemenkominfo 2020-2024. Nilai total proyek Rp 28 triliun. Setelah disetujui, pada tahun 2020, pemerintah menurunkan anggaran senilai Rp 10,2 triliun.
”Waktu itu, dana diturunkan dengan catatan tahun 2021 sudah selesai. Ternyata, belum ada (wujud proyeknya) hingga akhir 2021,” katanya.
Waktu itu, dana diturunkan dengan catatan tahun 2021 sudah selesai. Ternyata belum ada (wujud proyeknya) hingga akhir 2021.
Karena belum ada menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo 2020-2022, proyek itu diteliti kembali. Ternyata Kemenkominfo meminta perpanjangan waktu penyelesaian sampai Maret 2022. Padahal, jika sesuai dengan target, proyek itu harus selesai pada akhir tahun 2021.
”Seharusnya Desember 2021 sudah selesai semua. Tapi, Maret 2022 lapor baru 1.200 menara BTS terbangun dari target 4.200,” ujarnya.
Seharusnya Desember 2021 sudah selesai semua. Tapi, Maret 2022 lapor baru 1.200 menara BTS terbangun dari target 4.200.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut Kemenkominfo beralasan proyek terkendala karena pandemi Covid-19. Dari laporan 1.200 menara BTS yang sudah berhasil terbangun, pemerintah juga melakukan pengecekan melalui satelit. Hasil pengecekan menunjukkan bahwa menara BTS yang terbangun jumlahnya hanya 985.
”Dari 985 itu, diambil sampel delapan. Semuanya itu benda mati, tidak ada jaringan apa-apa. Karena itu, bisa saja 985 itu memang tidak benar semua. Sudah kurang, tidak benar pula,” katanya.
Hasil pemeriksaan internal itu kemudian diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit dilakukan mulai dari tahap perencanaan hingga jasa konsultan. Hasil audit BPKP menyebutkan bahwa dari total anggaran Rp 10,2 triliun yang sudah keluar, diduga yang dikorupsi mencapai Rp 8,2 triliun.
”Bukti bahwa uang sudah keluar, tetapi barang tidak ada itu sudah dengan sendirinya kasus korupsi. Menara yang dibangun juga ternyata benda mati yang tidak ada jaringannya,” katanya.
Selain bukti bahwa menara BTS 4G yang dibangun tidak sesuai target, menurut Mahfud, penyidik Kejagung juga sudah memiliki rekaman percapakan, termasuk dari unsur pejabat penting saat membagi-bagikan proyek tersebut. Rekaman pembicaraan terkait kasus dugaan korupsi itu sudah disadap oleh penyidik.
Dengan demikian, dia memastikan bahwa tidak ada politisasi dalam kasus tersebut. Dia menegaskan bahwa kasus itu sebenarnya sudah masuk ke tahap penyidikan sejak bulan puasa. Namun, Kejagung diminta berhati-hati dalam menyidik perkara itu karena sudah masuk ke tahun politik. Pemerintah meminta agar kasus itu diteliti ulang sampai penyidik benar-benar yakin bahwa ada dua alat bukti yang cukup.
Sesudah yakin betul bahwa ada dua alat bukti yang cukup, saya berpandangan bahwa itu sudah menjadi satu keharusan hukum untuk menjadikan (Johnny) sebagai tersangka. Jika sudah yakin kemudian menunda, itu malah melanggar hukum, sehingga saya katakan penetapan tersangka itu adalah suatu keharusan hukum.
”Sesudah yakin betul bahwa ada dua alat bukti yang cukup, saya berpandangan bahwa itu sudah menjadi satu keharusan hukum untuk menjadikan (Johnny) sebagai tersangka. Jika sudah yakin kemudian menunda, itu malah melanggar hukum, sehingga saya katakan penetapan tersangka itu adalah suatu keharusan hukum,” ujarnya.
Mahfud menduga peran Johnny sebagai Menkominfo aktif pada saat itu adalah penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada kerugian keuangan negara. Namun, dia berharap masyarakat bersabar menanti proses penegakan hukum yang akan dibuktikan di pengadilan.
Kantongi bukti kuat
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, saat dihubungi, Kamis (18/5/2023), mengatakan, sesuai hasil penghitungan BPKP, kerugian negara dalam kasus itu Rp 8,032 triliun. ”Kalau ada yang menganggap ini karena tahun politik, orang berpandangan seperti itu silakan saja. Kami tetap bekerja dan tidak ada kaitan apa pun selain penegakan hukum,” katanya.
Menurut Ketut, penggeledahan di Kemenkominfo sudah dilakukan beberapa kali. Dalam penggeledahan terakhir, Kejagung menyita dokumen, surat, dan barang bukti elektronik untuk memperkuat bukti sebelumnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 Bakti Kemenkominfo, Kejagung sebelumnya menetapkan lima tersangka. Mereka ialah Anang Achmad Latif, Direktur Utama Bakti Kemenkominfo; Galumbang Menak S, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Yohan Suryanto, Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia; Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy; dan Mukti Ali, Direktur Keuangan PT Huawei Tech Investment (Kompas, 19/5/2023).