Presiden Jokowi Minta Birokrasi seperti Mesin Bertenaga Kuat, Efisien, dan Tidak Boros
Dalam sambutan di Rakernas Korpri, Presiden Joko Widodo menekankan keinginannya bahwa ekosistem kerja ASN bisa memacu mereka untuk berkinerja, berprestasi, dan berinovasi.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa karakter aparatur sipil negara harus berubah agar jangan monoton dan terpaku rutinitas. Aparatur sipil negara mesti inovatif dan adaptif terhadap perubahan.
Regulasi seperti undang-undang, peraturan menteri, peraturan direktur jenderal, peraturan daerah juga harus dikurangi. Hal ini karena fleksibilitas tinggi dan kelincahan dibutuhkan sekarang seiring perubahan sangat cepat.
”Dan juga ASN (aparatur sipil negara) jangan alergi terhadap teknologi dan digitalisasi. (Hal ini) sangat penting, tidak bisa kita cegah lagi, mengejarnya harus lewat teknologi dan digitalisasi. Karakter itu harus terus disampaikan kepada semua anggota Korpri,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Baca juga: Presiden Jokowi Harap Azwar Anas Bisa Ciptakan Birokrasi yang Melayani
Kepala Negara juga menekankan arti penting kolaborasi agar tidak terjadi ego sektoral. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus didesain agar jangan terlalu banyak program. Alih-alih disebar-sebar, anggaran semestinya diprioritaskan pada beberapa program, tetapi berjalan.
Presiden Jokowi mengibaratkan birokrasi sebagai mesin. ”Kita butuh mesin dengan tenaga yang kuat, yang efisien, yang tidak menyebabkan bensin boros, yang tidak segera panas, tidak mudah panas, ngebut tapi adem terus. (Hal) yang dibutuhkan seperti itu dan tahan banting karena perubahan dunia ini hampir tiap hari selalu berubah,” ujarnya.
Baca juga: Pencapaian Reformasi Birokrasi Perlu Dilanjutkan
Presiden Jokowi juga menginginkan ekosistem kerja ASN bisa memacu mereka untuk berkinerja, berprestasi, dan berinovasi. Tolok ukur kinerja juga mesti jelas. Orientasi ASN jangan hanya mengurus sistem pertanggungjawaban atau kerap disebut SPJ.
”(Bahwa) SPJ itu wajib, iya, tapi jangan sampai prosedur (itu) 43 step, itu belum anaknya. (Hal ini) karena dari pusat (ada) 43 (tahapan), begitu sampai provinsi, kabupaten, kota bisa menjadi 120-an (tahap). Beranak pinak,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Kepala Negara menuturkan, urusan penting yang mesti dikerjakan birokrasi di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten. Urusan dimaksud mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan kemiskinan.
”(Hal) yang dibutuhkan memang itu, bukan kejebak rutinitas harian yang SPJ, SPJ, SPJ (dan) prosedur, prosedur, prosedur. Itu Pak Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) harus dirumuskan setelah UU ASN jadi,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi pun memberikan gambaran perubahan dunia yang sangat cepat. ”Saya terakhir di G20 di India. Ada enam negara menyampaikan dan khawatir yang namanya AI. Sekarang sudah muncul lagi generatif artificial intelligence. Apa yang ditakutkan? Teknologinya sudah melesat maju, tapi regulasi belum siap. Belum ada (regulasinya), sudah ke mana-mana. Mestinya teknologinya muncul, regulasi disiapkan oleh birokrasi kita,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkumham Dorong Budaya Birokrasi Makin Terbuka dan Inovatif
Menurut Presiden, telah berpuluh tahun sistem prosedur yang rumit dan berbelit menjebak karena banyaknya aturan. ”Saya pernah mencabut 3.300 perda. Jangan tepuk tangan dulu. Cabut sudah, sampaikan ke Kemendagri (untuk) cabut. Sudah lewat kajian, 3 bulan, digugat di mahkamah, kalah. Kalah. Sudah, setelah itu gak usah. Nanti dicabut lagi, nanti kalah lagi, gimana? Itu sistem yang memang harus kita perbaiki,” katanya.
Realisasi belanja produk dalam negeri
Pada rapat kerja nasional Korpri tersebut, Presiden Jokowi juga meminta percepatan realisasi belanja produk dalam negeri. Selama ini pemerintah mengumpulkan pendapatan dari pajak, retribusi, penerimaan negara bukan pajak, royalti, deviden di BUMN, bea ekspor, PPN, PPh badan, dan PPh karyawan.
”Sangat sulit mengumpulkan itu menjadi APBN, menjadi APBD, kemudian kita belanjanya barang impor. Bodoh sekali kita. Hati-hati, ini sampaikan pada semua dinas kalau itu kita lakukan, kita kumpulkan pendapatan itu, sulit sekali,” kata mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
Tak lupa, Presiden Jokowi menyampaikan data terbaru realisasi belanja produk dalam negeri untuk APBN yang baru 69 persen, APBD 56 persen, dan BUMN 46 persen. ”Gimana kita mau menggerakkan UMKM kita, menggerakkan ekonomi kita, kalau belanjanya masih tidak berorientasi pada produk dalam negeri?” ujarnya.
Gimana kita mau menggerakkan UMKM kita, menggerakkan ekonomi kita, kalau belanjanya masih tidak berorientasi pada produk dalam negeri?
Sehubungan dengan Ibu Kota Negara (IKN) di Nusantara, Presiden Jokowi menuturkan bahwa Indonesia memiliki 17.000 pulau. Satu pulau, yakni Jawa, dihuni 56 persen dari total penduduk Indonesia yang 278 juta jiwa.
”Sehingga daya dukungnya sudah enggak kuat Jawa ini, 150-an juta (jiwa) hidup di Jawa. PDB ekonomi 58 persen itu ada di Jawa. Perputaran uang ekonomi 58 persen ada di Jawa. Pulau yang lain, sisanya, 17. 000 kurang 1 tadi, dapet apa? Ini yang sering saya sampaikan, kita butuh Indonesia-sentris, bukan Jawa-sentris, sehingga perlu pemerataan,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Membangun Indonesia-Sentris lewat Instrumen Investasi
Jawa, apalagi Jakarta, sudah sangat padat dan memiliki permasalahan yang begitu kompleks. Hal ini karena aktivitas bisnis, ekonomi, pendidikan, dan pariwisata ada di Jakarta. Penggeseran ke Nusantara agar tercipta Indonesia-sentris memerlukan pemindahan ASN.
”Ini adalah masa depan baru dan sudah disiapkan insentif. Kalau enggak ada ini, alot pasti. Tapi kalau ada insentif, kan, beda. Rumah dinas ada rumah tapak maupun apartemen. Biaya pindah juga diberikan suami, istri, plus anak. Ada tunjangan kemahalan dan fasilitas lainnya,” kata Presiden Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah dalam laporannya menuturkan, pengurus Korpri dari seluruh Indonesia yang hadir siap menyukseskan tugas-tugas pemerintahan.
”Pada rakernas kami ingin bersama-sama mencari solusi terkait dengan beberapa problem yang kami alami di lapangan. Sehingga, nanti kami dapat memberikan masukan dan format terbaik reformasi birokrasi pengembangan karier ASN dan perlindungan ASN,” ujarnya.
Baca juga: Reformasi Manajemen Aparatur Sipil Negara Jadi Prioritas
Zudan menuturkan, jumlah ASN di Indonesia saat ini sekitar 4,4 juta orang. Sekitar 77,7 persen ASN ada di daerah dan 22,3 persen di pusat yang masing-masing memiliki problem berbeda. ASN terbagi dalam empat generasi. Generasi ASN di umur 21-30 tahun sekitar 10 persen; 31-40 tahun 27 persen; 41-50 tahun 32 persen; dan 51-60 tahun 30 persen.
”Jadi, ada empat generasi yang kalau kami berkomunikasi harus dengan bahasa yang berbeda. Ini memang pekerjaan berat. Tolong teman-teman, adik-adik kita yang muda-muda ini, yang sudah beda generasi, memerlukan sentuhan khusus,” kata Zudan.
Terkait kebutuhan birokrasi yang kuat, Zudan menuturkan, pihaknya beberapa tahun ini mengamati apakah sistem karier ASN yang banyak bertumpu pada pendidikan masih tepat. Rakernas akan memikirkan reformasi birokrasi ke depan, yakni untuk membangun birokrasi yang kuat, termasuk mempertimbangkan DNA talenta untuk masuk ke sistem karier.