Menakar Soliditas Relasi Jokowi-Megawati
Relasi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo menjadi perhatian publik. Upaya menjaga soliditas dinilai penting menjelang ritual pesta demokrasi lima tahunan yang akan digelar pada 2024.
Di tengah tensi politik yang meninggi, perbincangan publik pun menyentuh isu atau dugaan kerenggangan antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo. Salah satu pemantik perbincangan mengenai hal ini adalah ketika Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, dalam sebuah pidatonya, menyinggung ada pihak yang ingin memecah belah Megawati dan Jokowi.
Pertanyaannya, benarkah ada pihak yang ingin memecah belah Jokowi dan Megawati? Siapa mereka? Dan, untuk apa mereka melakukannya? Topik ini menjadi bahasan dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Siapa Ingin Megawati-Jokowi Pecah Kongsi?” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (30/8/2023) malam.
Pada diskusi dengan pemandu jurnalis senior yang juga Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo tersebut hadir di studio politisi PDI-P, Adian Napitupulu; anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Andre Rosiade; pengamat politik Airlangga Pribadi; dan budayawan Eros Djarot.
Baca juga: Parpol Pendukung Anies Bahas Masa Depan Koalisi, PDI-P Konsolidasi Pemenangan Ganjar
Seperti diwartakan, pada Jumat (25/8/2023), puluhan ribu kader dan simpatisan PDI-P dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dikumpulkan di Stadion Jatidiri, Kota Semarang, untuk mengikuti Apel Siaga Calon Presiden dan Pemilihan Umum Legislatif 2024 PDI-P. Saat berpidato pada acara tersebut, Puan menuturkan bahwa Megawati selalu mencintai kader-kadernya, termasuk Jokowi.
”Kecintaan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri pada kader terbaiknya, yaitu Presiden Jokowi, kecintaannya tidak akan pernah luntur layaknya seorang ibu kepada anaknya. Kasih ibu sepanjang masa,” kata Puan.
Jangan biarkan soliditas partai diusik oleh mereka yang hanya ingin memecah belah atau mempertentangkan Ketua Umum Ibu Megawati dan Presiden Jokowi.
Baca juga: Jokowi Ibaratkan Relasinya dengan Megawati seperti Ibu dan Anak
Puan juga mengingatkan agar tidak ada yang mempertentangkan Megawati dan Jokowi. ”Jangan biarkan soliditas partai diusik oleh mereka yang hanya ingin memecah belah atau mempertentangkan Ketua Umum Ibu Megawati dan Presiden Jokowi,” ujar Puan.
Adian Napitupulu, saat ditanya apakah memang ada dan sebetulnya siapa yang dimaksud dengan pihak yang ingin memecah belah atau mempertentangkan Megawati dan Jokowi tersebut, berpendapat lebih baik tidak bercerita tentang nama atau kelompok. ”Tapi, bahwa, sekarang ini kita melihat pilihan partai (PDI-P) sudah jelas kepada Ganjar. Ada yang kemudian berusaha menarik-narik Presiden Jokowi agar tidak memiliki pilihan yang sama seperti apa yang sudah partai putuskan,” ujarnya.
Partai yang teruji
Namun, Adian berkeyakinan kuat upaya memecah belah Megawati-Jokowi tersebut pasti gagal. Hal ini karena PDI-P adalah partai yang sudah teruji. Upaya memecah belah PDI-P sudah terjadi berkali-kali. Pada 1996, usaha memecah PDI secara fisik pernah terjadi dan demikian pula dengan segala macam isu, intrik, fitnah, dan caci maki.
”PDI-P bukan partai kaleng-kaleng. Dia partai yang sudah teruji. Jauh lebih banyak teruji dibandingkan partai lain. Dan, ini bukan sebuah kesombongan. Ini fakta sejarah,” kata Adian.
Menurut Adian, proses perjuangan yang dihadapi berkali-kali dari zaman Orde Baru sampai sekarang berujung pada satu kesimpulan, yakni PDI-P tidak akan dapat dihancurkan, dipecah belah, atau diadu domba. Justru, sebaliknya, pihak yang berusaha memecah belah PDI-P itulah yang pasti kalah.
”Apakah ini ramalan? Bukan. Ini fakta sejarah yang berangkaian. Dulu zaman Orde Baru, kekuasaan saat itu mencoba menghancurkan PDI Perjuangan yang saat itu masih bernama PDI. Dua tahun kemudian, terbukti yang tumbang bukan PDI Perjuangan tapi kekuasaan Orde Baru,” kata Adian.
PDI-P bukan partai kaleng-kaleng. Dia partai yang sudah teruji. Jauh lebih banyak teruji dibandingkan partai-partai lain. Dan, ini bukan sebuah kesombongan. Ini fakta sejarah.
Adian tidak menampik kemungkinan banyak pelaku politik sekarang yang membutuhkan peristiwa-peristiwa baru karena tidak mau belajar dari peristiwa-peristiwa lama itu. ”Dia coba untuk adu domba lagi, mengadu domba Jokowi dengan Ibu Ketua Umum, antara kader partai dengan partai, dan sebagainya. Satu hal: (upaya mereka memecah belah) pasti gagal,” katanya.
Baca juga: Megawati Ingatkan Ada Pihak yang Gunakan Politik Pecah Belah
Adian meyakini wanti-wanti yang disampaikan Puan di hadapan sekitar 30.000 orang kader dan sekian banyak media massa dalam maupun luar negeri di Semarang tersebut berbasis data dan fakta akurat serta valid. Upaya menjaga soliditas partai menjadi sesuatu yang penting dilakukan PDI-P, apalagi menjelang tahun politik seperti sekarang ini.
Sementara itu, Andre Rosiade menuturkan, pihaknya sangat yakin bahwa pernyataan Puan di Semarang tidak ditujukan kepada Gerindra. ”(Hal ini) Karena politiknya Pak Prabowo (Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto) atau politiknya Gerindra adalah politik yang ingin merangkul, bukan memukul. Politik yang ingin mempersatukan, bukan memecah belah,” katanya.
Terkait pandangan adanya suatu koalisi kekuatan politik yang mengidentifikasikan diri dengan Jokowi, Andre menuturkan bahwa Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan adalah menteri-menteri di pemerintahan Presiden Jokowi. Sebelumnya, Prabowo telah menyampaikan koalisinya menghadapi Pemilu 2024, yakni Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, PAN, dan Partai Bulan Bintang yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, mirip dengan nama kabinet Presiden Jokowi.
Baca juga: Golkar dan PAN Bergabung, Prabowo Sebut Ini "Tim Jokowi"
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, kata Andre, juga memiliki banyak kader yang menjadi menteri di kabinet Jokowi. Demikian pula Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mempunyai kader yang menjadi wakil menteri di pemerintahan Presiden Jokowi.
”Jadi memang, faktanya, partai-partai yang mendukung Pak Prabowo di Koalisi Indonesia Maju ini memang bagian dari Pak Jokowi. Kan, itu diakui oleh Pak Prabowo, kita bagian dari timnya Pak Jokowi. Nah, apa yang salah soal itu?” ujar Andre.
Saat ditanya lantas apa yang akan dikerjakan Gerindra dan Prabowo agar kedekatannya dengan Jokowi tidak ditafsirkan akan menciptakan kerenggangan dengan PDI-P, Andre memastikan bahwa Prabowo sangat menghormati Megawati. ”Beliau sudah meminta waktu untuk bertemu dengan Ibu Mega, masih menunggu waktu diberikan oleh Bu Mega kapan (dapat bersua),” ujar Andre.
Kepentingan rasional
Sehubungan ada tidaknya upaya memecah belah Megawati dan Jokowi, Airlangga Pribadi memilih lebih dulu melihatnya dari kepentingan rasional dari setiap aktor. Peristiwa-peristiwa sekarang dilihatnya tidak terlepas dari Presiden Jokowi yang ingin mengakhiri kepemimpinan dengan baik apalagi didukung legitimasi suara kepuasan publik hingga 80 persen lebih.
”Dalam konteks ini, kalau kita lihat rational interest dari Pak Jokowi, agar pada saat landing dia kemudian mewariskan kondisi yang cukup smooth, harmonis, dan tidak kemudian mengembalikan polarisasi politik yang muncul pada lima tahun berikutnya,” ujar Airlangga.
Publik yang menginginkan perubahan terlihat sedikit. Oleh karena itu, ada kepentingan politik terkait elektoral di Pemilu 2024 untuk mengidentifikasikan diri dengan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, menurut dia, Jokowi cenderung membangun hubungan yang merangkul, tidak antagonistik, dengan kandidat presiden yang ingin tampil. Kandidat dimaksud salah satunya adalah menteri Jokowi, yakni Prabowo Subianto. Demikian pula Jokowi tetap membangun hubungan kuat dan baik dengan PDI-P dan Ganjar Pranowo.
Baca juga: Jokowi di Antara Ganjar dan Prabowo
Di sisi lain, Airlangga menuturkan, publik yang menginginkan perubahan terlihat sedikit. Oleh karena itu, ada kepentingan politik terkait elektoral di Pemilu 2024 untuk mengidentifikasikan diri dengan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi. ”Sampai kemudian, terakhir, ada Koalisi Indonesia Maju, sebagai bagian dari tagline Pak Jokowi,” ujarnya.
Menurut Airlangga, dari sisi PDI-P, Megawati melihat selama ini Jokowi adalah kader yang mengartikulasikan pandangan ideologis dan tampil sebagai bagian kader PDI-P. Oleh karena itu, secara etika politik, sudah semestinya bahwa proyeksi politik dan posisi politik Jokowi sejalan dan harmonis dengan PDI-P.
Sebatas klaim kedekatan dengan Jokowi
Agar hubungan Jokowi-Megawati tetap baik-baik saja, menurut Airlangga, langkah yang dilakukan Jokowi sekarang untuk menjaga agar tidak terjadi polarisasi politik dan menjaga proses politik yang disebut dengan cawe-cawe sudah benar. Ke depan, setidaknya, terlihat bahwa secara etik Jokowi tidak akan mengambil posisi politik di luar partai asalnya.
Baca juga: Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi "King Maker"
Selama ini perbincangan berputar-putar terkait dengan dukungan terhadap Jokowi. Setiap koalisi merasa dekat atau sejalan dengan kepemimpinan Jokowi. Semestinya mereka langsung saja menampilkan program-program atau gagasan-gagasan di publik sehingga kemudian warga dapat melihat keidentikan, kedekatan, atau perbedaan dengan Jokowi.
”Saat ini kita tidak dapat melihat karena yang ada hanya klaim tentang kedekatan dengan Jokowi. Tapi secara konkret (semestinya) harus jelas program, gagasan, dan proyeksi ke depan seperti apa sehingga publik bisa melihat—bukan hanya karena selalu dekat bersama-bersama atau jalan bareng—tapi bahwa gagasan atau platform lima tahun itu kemudian kelihatan perbedaan dan persamaannya dengan apa yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun ini,” ujar Airlangga.
Pelesiran politik
Sementara itu, Eros Djarot menilai, pembicaraan terkait ada tidaknya kerenggangan antara Megawati dan Jokowi tidak akan terjadi kalau Presiden Jokowi tidak pelesiran politik. ”Ya, (pelesiran politik maksudnya) kadang ke sini, kadang ke situ. Rakyat akan membaca (secara) sederhana saja,” ujarnya.
Pembicaraan terkait ada tidaknya kerenggangan antara Megawati dan Jokowi tidak akan terjadi kalau Presiden Jokowi tidak pelesiran politik. Ya, kadang ke sini, kadang ke situ. Rakyat akan membaca sederhana saja.
Menurut Eros, rakyat akan melihat simbol-simbol. Sehubungan persoalan apakah dalam hal ini ada yang akan ”merebut” Jokowi, Eros menuturkan, ”Saya melihatnya, orang itu lari sendiri, kok, lalu siapa yang merebut? Kenapa? Ini yang saya sedih. Para pimpinan partai ini belum percaya diri, seolah-olah Pak Jokowi itu faktor dominan, pemenang, siapa pun yang ditunjuk tangannya pasti menang.”
Padahal, apabila dilihat dari budaya politik, tidak demikianlah halnya. Terkait hal itu, menurut Eros, Puan tidak perlu khawatir. ”Menurut saya, Mbak Puan enggak usah khawatir. Pak Jokowi mau jalan-jalan ke mana, diemin saja,” ujarnya.
Di tengah kondisi yang terlihat membingungkan, Jokowi memang dinilai berhasil menempatkan dirinya sebagai pengontrol gerak pendulum ke kiri ke kanan. Namun, sampai kapan rakyat akan dibikin bingung. Meski demikian, Eros pun tetap meyakini rakyat tidak bodoh. Rakyat mengamati semua ini.
”Itu titipan saya kepada Pak Jokowi, Mbak Mega, dan Pak Prabowo. Jadi, kalau menurut saya, mbok, ya, sadarlah. Bahwa sebetulnya, maaf saya sedih ya, dengan bagaimana Mbak Puan ketakutannya kehilangan Pak Jokowi. Begitu juga tadi Prabowo itu begini begitu seolah pemuja yang luar biasa,” ujar Eros.
Eros pun memberikan catatan terkait hal tersebut. ”Nah, ini, kan, buat saya, satu hal, satu sebagai catatan: memangnya Pak Jokowi bisa memerintahkan anak-anak itu untuk menusuk si ini si itu? Enggak ada. Dan, saya percaya bahwa rakyat punya pilihan dan caranya sendiri dalam pemilihan mendatang. (Hal ini) Karena mereka belajar dari masa lalu, dibohongi terus,” kata Eros.