Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi ”King Maker”
Kode dukungan dari Presiden Jokowi bagi sejumlah figur potensial capres dinilai menunjukkan intensinya untuk menjadi ”king maker” di Pilpres 2024. Lalu, seberapa signifikan dukungan Jokowi mendongkrak elektabilitas?

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat meninjau panen raya padi di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023).
> Setahun terakhir, Presiden Joko Widodo kerap melontarkan kode dukungan untuk sejumlah figur potensial bakal capres.
> Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto mendapatkan preferensi terbesar dari pemilih Jokowi.
> Intensi Jokowi untuk menjadi king maker dinilai sebagai sesuatu hal yang wajar.
Aktivitas Presiden Joko Widodo menilik panen raya padi di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, Kamis lalu, awalnya terlihat seperti kegiatan biasa presiden yang memang kerap turun ke daerah. Namun kemudian kunjungan itu menuai sorotan luas lantaran dua pejabat yang mendampingi Presiden, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, merupakan figur potensial bakal calon presiden 2024.
Saat berjalan menyusuri pematang sawah menuju lokasi acara panen raya, ketiganya tampak akrab. Sepanjang perjalanan, mereka terus tersenyum dan tertawa bersama. Bahkan, sempat ada momen saat Prabowo menggenggam tangan Ganjar lalu hendak mengangkatnya ke atas.
Ganjar dan Prabowo berjalan di barisan paling depan bersama Presiden. Padahal, pejabat yang terkait dengan panen raya padi, yakni Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang juga hadir, berjalan di barisan belakang. Begitu pula Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo yang biasanya dalam sejumlah kegiatan berjalan tak jauh dari Presiden saat itu berada agak jauh dari Presiden.
Bukan hanya itu, dari video yang beredar luas di media sosial (medsos), ketiganya beberapa kali terlihat asyik mengobrol bersama di tengah pematang sawah. Mereka, bahkan, sempat melayani swafoto bersama para petani. Jokowi dan Ganjar bergantian memegang handphone untuk berswafoto.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat meninjau panen raya padi di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023).
Momen keakraban ketiga tokoh itu memang disiarkan ke publik melalui beragam kanal medsos. Rekaman video dan foto di antaranya disebarkan melalui akun resmi Presiden Jokowi, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Partai Gerindra, partai yang dipimpin Prabowo.
Dalam framing foto yang disiarkan ke publik, hanya ketiga figur itu yang tampak, utamanya yang memperlihatkan keakraban mereka. Tak butuh waktu lama, foto dan potongan video itu pun viral. Beragam tafsir tak terelakkan mengiringi, terutama spekulasi bahwa Jokowi tengah melontarkan kode dukungan bagi Ganjar dan Prabowo untuk disandingkan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tafsir ini diperkuat dengan kehadiran Prabowo di acara panen raya padi yang sebetulnya bukan tugas pokok dari Menhan.
Narasi dari video dan foto yang menceritakan perjumpaan itu terkait urusan pangan tetap tak bisa meredam spekulasi. Begitu pula beragam bantahan dari pihak Istana, Kemenhan, dan sejumlah elite partai politik pendukung pemerintahan Jokowi, Kompas (10/3/2023).
Baca juga: Saat Presiden Jokowi, Prabowo, dan Ganjar Tampil Bersama
Jika ditilik setahun terakhir, bukan kali pertama sikap Presiden memantik reaksi publik karena dianggap tengah mendukung figur tertentu untuk Pilpres 2024. Pada Agustus 2022, misalnya, Presiden yang berolahraga bersama Ganjar dan Menteri BUMN Erick Thohir saat hari bebas kendaraan di Solo, Jateng. Kegiatan bersama itu juga dianggap sebagai bentuk dukungan kepada pasangan Ganjar-Erick.
Ucapan Presiden dalam sejumlah kesempatan juga kerap menimbulkan spekulasi serupa. Presiden pernah dianggap mendukung Ganjar saat menyebut namanya sebagai salah satu tokoh yang kemungkinan didukung oleh sukarelawan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019. Presiden pernah pula beberapa kali menyampaikan dukungan bagi Prabowo di Pilpres 2024 secara gamblang saat menghadiri agenda Kementerian Pertahanan. Selain itu, ada pula pernyataan Presiden yang ditanggapi sebagai bentuk dukungan bagi Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar yang juga bakal capres Golkar, Airlangga Hartarto.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kanan) dan Menteri BUMN Erick Thohir (dua dari kanan) duduk berdampingan saat menghadiri pembukaan lokakarya dan Rakornas PAN 2023 di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (26/2/2023) pagi. Hadir pula dalam acara itu, Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Andre Rosiade, melihat wajar jika Presiden mendukung Prabowo untuk menjadi capres 2024. Sebab, selama menjabat sebagai menteri pertahanan, Prabowo diklaim sebagai salah satu menteri dengan kinerja terbaik dan disukai publik. Apalagi, Prabowo juga berulang kali menyampaikan komitmen untuk melanjutkan program kerja Jokowi.
”Jadi, wajar saja kalau Pak Jokowi merasa nyaman dengan Pak Prabowo, merasa bahwa Pak Prabowo bisa melanjutkan beliau,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (10/3).
Limpahan elektabilitas
Bagi Gerindra, dukungan Jokowi berperan penting untuk menambah peluang kemenangan Prabowo jika berkontestasi di Pilpres 2024. Dengan adanya dukungan tersebut, diharapkan para pemilih Jokowi pada Pemilu 2019 mengalihkan dukungan ke Prabowo. Dukungan dari pemilih Jokowi memang krusial karena berasal dari ceruk yang berbeda dari basis pemilih loyal Prabowo.
”Kalau itu terjadi, ya, di satu sisi Pak Prabowo sudah punya ceruk pemilih yang loyal, sedangkan di sisi lain dengan dukungan Pak Jokowi, tentu para pemilih Pak Jokowi akan beralih ke Pak Prabowo,” ujar Andre.
Baca juga: Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar?

Andre Rosiade
Untuk mendapatkan dukungan Jokowi, kata Andre, Prabowo juga berusaha untuk tetap menunjukkan kinerja terbaik sebagai bagian dari koalisi pemerintahan. Tak hanya itu, komunikasi dengan Presiden pun diintensifkan.
Signifikansi dukungan Presiden juga dirasakan parpol-parpol yang tak memiliki kader potensial capres untuk mencari sosok yang akan didukung. Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono mengakui, Jokowi adalah tokoh politik yang hingga kini masih memiliki modal sosial besar dengan pengaruh politik yang kuat, sehingga preferensinya selalu diperhatikan sebelum pengambilan keputusan.
“Tentu (preferensi Jokowi) menjadi bagian dari pertimbangan politik kami (dalam menentukan capres yang akan didukung,” ujarnya.
Meski sudah bergabung dengan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), PPP masih menjaring aspirasi akar rumput untuk mencari sosok capres yang akan diusulkan di koalisi. Salah satu nama yang paling banyak disuarakan adalah Ganjar.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah), Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kiri), dan Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono menjawab pertanyaan wartawan usai acara Silaturahmi Nasional Koalisi Indonesia Bersatu di Makassar, Minggu (6/11/2022).
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai partai politik asal Presiden Jokowi juga tak ingin lepas dari basis massa pendukung Jokowi. Karena itu, menurut Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pasti akan berkomunikasi dengan Presiden sebelum memutuskan capres atau cawapres dari partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 tersebut.
”Kan, sejak awal dicalonkan sampai dengan beliau menjabat, komunikasi itu intensif terus dengan ketua umum dengan segenap dinamikanya. Saya bisa pastikan Pak Jokowi akan komunikasi dengan Bu Mega sebelum keputusan (capres-cawapres) diambil. Itu pasti, enggak mungkin tidak,” ujarnya.
Namun, Arif menekankan, masih kuatnya pendukung Jokowi bukan alasan utama Megawati mempertimbangkan pilihan Presiden atas capres-cawapres. Masukan Jokowi menjadi pertimbangan karena ia merupakan tokoh nasional yang juga kader PDI-P, serta tujuan besar partai mencetak pemimpin yang bisa melanjutkan visi Presiden saat ini. Hal tersebut penting untuk memastikan keberlanjutan pembangunan.
Menyangkut isyarat dukungan tersurat ataupun tersirat dari Presiden kepada sejumlah figur potensial bakal capres, PDI-P menilai wajar. Sikap Presiden dipandang sebagai upaya untuk memastikan proses menuju pilpres berlangsung kondusif. Hal itu juga merupakan bagian dari upaya menjalin hubungan baik dengan penerusnya, siapa pun nanti yang terpilih menjadi presiden.
Baca juga: Selubung Misteri Calon RI-1 di Pertemuan Batutulis

Arif Wibowo
”Dan tentu Presiden Jokowi juga punya harapan-harapan pembangunan ke depan mesti lebih baik daripada yang sudah dilakukannya, dan ada kesinambungan,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P ini.
Warisan suara
Sebagai Presiden yang menjabat selama dua periode, Jokowi memang memiliki modal elektoral besar. Pada Pilpres 2019, ketika berpasangan dengan Ma’ruf Amin, Jokowi memperoleh 85,6 juta suara atau 55,5 persen dari total suara sah nasional. Raihan suara itu bahkan naik dibandingkan saat ia maju bersama Jusuf Kalla pada Pilpres 2014, yakni 70,9 juta suara atau 53,15 persen dari total suara sah nasional. Pada 2024, sejumlah pemilih itu menjadi ceruk tersendiri yang bisa diperebutkan oleh para kandidat capres, karena publik tak mungkin lagi memilih Jokowi.
Hasil survei Litbang Kompas selama empat periode terakhir dari Januari 2022-Januari 2023 merekam, preferensi para pendukung Jokowi masih tersebar setidaknya ke delapan tokoh. Mereka antara lain Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan. Ada pula Andika Perkasa, Sandiaga Salahuddin Uno, Tri Rismaharini, dan Agus Harimurti Yudhoyono. Arus dukungan juga masih terbuka karena ada 22 persen pemilih yang belum menentukan pilihan.
Kendati demikian, Ganjar dan Prabowo merupakan dua tokoh yang mendapatkan preferensi terbesar dari para pemilih Jokowi. Dalam empat kali survei, Ganjar konsisten mendapatkan sepertiga dari suara pendukung Jokowi, yakni 31,8 persen pada Januari 2022; 36,5 persen pada Juni 2022; 33,9 persen pada Oktober 2022; dan 36,7 persen pada Januari 2023.

Adapun dukungan pemilih Jokowi untuk Prabowo terekam sebesar 16,1 persen suara pada Januari 2022; 13,4 persen pada Juni dan Oktober 2022; serta 13,8 persen pada Januari 2023. Meski tak sebesar preferensi yang didapatkan Ganjar, namun sosok Ketua Umum Partai Gerindta itu konsisten berada di peringkat kedua elektabilitas capres di bawah Ganjar. Sementara perolehan suara simpatisan Jokowi pada enam tokoh lainnya terpaut jauh dari Ganjar dan Prabowo. Bahkan, tidak satu pun yang mencapai 10 persen.
Kecenderungan pemilih Jokowi ini sejalan dengan berbagai spekulasi yang menyebut bahwa Ganjar dan Prabowo merupakan tokoh yang bakal mendapatkan restu dari Presiden untuk melanjutkan kepemimpinannya. Momen tampil bersama di panen raya padi di Kebumen pun memberikan sinyal bahwa arah dukungan Jokowi juga sejalan dengan preferensi dari para pendukungnya.
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Menakar Efek Promosi (”Endorse”) Jokowi Terkait Capres
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, berbagai sinyal yang dilemparkan Jokowi terhadap sejumlah kandidat capres menunjukkan intensinya untuk menjadi king maker di Pilpres 2024. Hal itu wajar dilakukan oleh Presidan yang akan pensiun dengan tujuan memastikan warisan kepemimpinannya terjaga dengan cara konsitusional.
Tidak hanya di dalam negeri, praktik tersebut juga ditemukan di banyak negara, salah satunya Amerika Serikat. ”Itu juga terjadi pada Barrack Obama dan presiden-presiden Amerika Serikat lain yang memang mendorong penerusnya kalau bisa berasal dari satu partai,” katanya.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya
Menurut Yunarto, modal utama bagi seorang presiden untuk menjadi king maker adalah mendapatkan dukungan rakyat yang ditunjukkan dengan tingginya tingkat kepercayaan publik kepada kinerja pemerintahannya. Sebab, tingkat kepuasan yang tinggi akan linier dengan keinginan publik mendapatkan pengganti yang bisa melanjutkan kepemimpinan presiden sebelumnya. Pada titik itu, peran dan pengaruh presiden untuk menjadi king maker akan sangat kuat.
”Tetapi kalau tingkat kepuasan publik rendah, siapa pun yang didukung oleh Presiden malah berpotensi untuk ditinggalkan pemilih,” kata Yunarto.
Baca juga: Adu Siasat Mengikat Koalisi Partai Politik
Survei Litbang Kompas sejak awal periode kedua pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin merekam tingkat kepuasan publik yang cenderung fluktuatif. Dari sembilan kali survei sejak Oktober 2019 hingga Januari 2023, hanya pada survei Januari 2022, tingkat kepuasan publik mencapai 73,9 persen. Selain itu, tingkat kepuasan terentang dari 58,8 persen hingga 69,3 persen.
Oleh karena itu, kata Yunarto, mempertahankan atau meningkatkan kepuasan publik lewat berbagai kerja nyata menjadi hal mutlak yang harus dilakukan Presiden untuk menjadi penentu konstelasi pilpres. ”Bagaimana Presiden mempertahankan kepuasan publik lewat kerja-kerjanya itu jauh lebih penting ketimbang dukungan (pada tokoh tertentu) lewat gimik politik dalam beberapa bulan terakhir. Gimik politik itu sebenarnya hanya variabel sekunder,” ujarnya.
Kini, intensi parpol dan tokoh potensial capres mendapatkan restu Jokowi tampaknya tengah mencari jalan untuk bertemu dengan sinyal kepentingan Presiden untuk menjadi king maker. Di titik mana serta pada tokoh dan parpol mana dua kepentingan sekaligus kekuatan itu akan menyatu? Kita tunggu.