Jokowi di Antara Ganjar dan Prabowo
Setelah mengajak makan bersama Ganjar Pranowo, Presiden Jokowi mengajak pula Prabowo Subianto. Ibarat kail atau jala untuk menangkap ikan, manakah yang akan digunakan Presiden Jokowi pada Pemilihan Presiden 2024?
Minggu (18/6/2023), di ruang makan Gedung Induk Istana Bogor, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Menteri Pertahanan yang juga bakal calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Sambil makan siang, keduanya berbincang banyak hal.
Meski merahasiakan materi yang diperbincangkan, Prabowo mengungkapkan setidaknya tiga hal. Pertama, Prabowo berterima kasih kepada Presiden karena membela usulan proposal perdamaian Ukraina yang disampaikannya pada Dialog Shangri-La International Institute for Strategic Studies (IISS) ke-20, forum pertahanan dan keamanan tahunan Asia di Singapura, Sabtu (3/6). Kedua, dirinya berterima kasih karena diundang dalam peresmian RS Cinta Kasih Tzu Chi, Rabu (14/6). Ketiga, dirinya lapor akan tugas ke luar negeri.
Prabowo tampaknya terkesan dengan makan siangnya bersama Jokowi meski Jokowi menganggap makan berdua bersama menteri sebagai hal biasa. Sehari setelah makan siang, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Prabowo mengungkapkannya saat ditanya wartawan.
”Pertemuan hari itu membawa kesan. Pokoknya tenang saja. Situasi baik dan aman. Kalau pemimpin-pemimpin senyum, berarti situasi baik,” tuturnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Kembali Bertemu dengan Prabowo
Sebelum makan siang dengan Prabowo, Presiden Jokowi juga mengundang makan siang bakal capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, persisnya pada Jumat (9/6). Keduanya makan siang bersama di ruang makan sisi barat Istana Merdeka, Jakarta.
Jokowi mengajak Gubernur Jawa Tengah itu berdiskusi tentang Indonesia seusai berakhirnya pemerintahan Jokowi-Wapres Ma’ruf Amin, 20 Oktober 2024. Sambil menikmati sate ayam, tahu bakso, sayur lodeh, dan kerupuk, Presiden bercerita mengenai situasi dunia yang berubah dan Indonesia yang ke depan harus mampu berdikari.
”Hilirisasi harus terus dilanjutkan meski kita digugat WTO. Presiden juga ingin bonus demografi betul-betul bisa dimanfaatkan dengan baik. Karena itu, kita harus mampu menangkap peluang kerja sama dengan negara-negara sahabat agar kita bisa saling memenuhi kebutuhan bersama dalam kesetaraan,” ujar Ganjar menyampaikan pesan-pesan Presiden ketika dihubungi Kompas, Senin lalu.
Ganjar juga menceritakan suasana pertemuannya sekitar satu jam yang berlangsung santai dan hangat. ”Lihat saja fotonya, saya dan Pak Jokowi tertawa lepas sambil bersantap,” ujarnya menambahkan.
Baca juga: PDI-P: Jokowi, Puan, dan Ganjar Bertemu Bahas Kesinambungan Kepemimpinan
Perjumpaan personal
Intensitas Ganjar dan Prabowo bertemu Presiden Jokowi memang cukup tinggi. Berdasarkan pemberitaan Kompas, Selasa (13/6), sebelum rapat terbatas membahas penataan kawasan Candi Borobudur, Presiden Jokowi menyempatkan bertemu Ganjar terlebih dahulu di Istana Negara, Jakarta. Di Batang, Jateng, 4 Oktober 2022, seusai pengumuman Anies Baswedan sebagai bakal capres Nasdem, Presiden Jokowi mengajak pula Ganjar ikut menumpang mobilnya.
Kemudian, pascapolemik terkait tim Israel di Piala Dunia U-20, persisnya pada Senin (10/4/2023), Presiden Jokowi juga hampir seharian berada satu mobil lagi dengan Ganjar saat kunjungan kerja di beberapa pasar di Surakarta, Boyolali, dan Sukoharjo, Jateng.
Prabowo juga tak kalah sering berjumpa dengan Presiden. Terlebih setelah Prabowo memutuskan membawa partainya bergabung dalam koalisi partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Amin dan membuatnya ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju.
Tak sebatas kerap bertemu dengan Ganjar ataupun Prabowo, Presiden juga sempat mempertemukan keduanya saat menghadiri panen raya padi di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jateng, awal Maret lalu. Walaupun dalam kunjungan kerja tersebut hadir sejumlah menteri, Presiden hanya mengajak berfoto Ganjar dan Prabowo. Foto inilah yang kemudian menimbulkan beragam tafsir kala itu. Salah satu yang menguat, Jokowi tengah berupaya menyandingkan keduanya untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tafsir lain yang bertahan hingga kini, Jokowi menginginkan salah satunya meneruskan kepemimpinannya setelah 2024.
Baca juga: Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi ”King Maker”
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyatakan, Jokowi ingin menunjukkan perannya sebagai salah satu decision maker yang diperhitungkan dalam nominasi pilpres. Jokowi juga ingin menunjukkan posisi penting dalam konstelasi elite nasional. ”Jokowi memberi pesan simbolis ke publik soal kemungkinan tokoh yang akan di-endorse dalam pemilu,” katanya.
Dengan selisih elektabilitas di antara tiga bakal calon presiden, yakni Ganjar, Prabowo, dan Anies, yang berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga tak terlampau jauh, faktor dukungan dari Jokowi punya pengaruh strategis bagi pemilih.
”Itulah mengapa Jokowi sering memberikan politik simbol kepada pemilih. Tetapi, Jokowi saya kira memainkan posisi yang berimbang di antara Ganjar dan Prabowo. Karena situasi sekarang belum bisa dipastikan siapa yang akan menang, apalagi kalau dua putaran. Makanya, Jokowi memainkan dua kaki antara Ganjar dan Prabowo,” ujar Arya, (Kompas, 10/3/2023).
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, melihat Prabowo dan Ganjar adalah bakal capres yang dipercaya Presiden Jokowi bisa melanjutkan kebijakan pembangunannya. Ada semacam kesepakatan tak tertulis di antara ketiga tokoh tersebut bahwa Indonesia saat ini berada pada situasi terbaik sehingga harus dilanjutkan.
Presiden Jokowi, disebut Firman, berupaya menjaga keseimbangan ritme dukungan kepada Ganjar dan Prabowo. Hal itu untuk mengantisipasi keterbelahan kedua pihak yang mendukungnya. Sebab, jika terjadi keterbelahan, hal itu akan mengancam kemenangan salah satu di antaranya jika pilpres berlangsung dua putaran (Kompas, 19/6/2023).
Doktor komunikasi politik Benny Susetyo punya pandangan berbeda. Mengajak foto bersama saat panen raya atau makan bersama dengan menu khusus merupakan komunikasi simbolik yang dibangun Presiden di panggung depan yang terbuka untuk publik. ”Namun, perjumpaan personal dan intensitas pribadi yang tinggi di panggung belakang akan menunjukkan siapa yang nantinya dipercaya melanjutkan kepemimpinan Presiden Jokowi,” ujarnya.
Dalam teori komunikasi, tambah Benny, publik tak hanya melihat panggung depan, tetapi juga membaca gestur dan ekspresi wajah serta suasana saat pertemuan. ”Senyum dan ekspresi tawa yang gembira menunjukkan kehangatan dan intensitas pribadi yang dalam dari seseorang menyatakan sikapnya saat perjumpaan tersebut, bukan sebaliknya,” ungkap Benny.
Di luar itu, ia mengingatkan, sikap mendua yang tampak dari Presiden berisiko memecah dukungan baik terhadap Ganjar maupun Prabowo. ”Jika melihat arah kepada siapa yang akan jadi preferensi politik Jokowi, dukungan yang akan diberikannya sebagai pribadi yang memiliki hak pilih pada 14 Februari, menurut saya, dukungannya tidak akan utuh. Justru akan pecah, dan ini akan menguntungkan pihak sebelah dalam kontestasi. Dan, dukungan terhadap seseorang yang menjadi bakal penerusnya akan terpecah. Yang menang lawannya,” lanjutnya.
Maka, jika tak menginginkan hal itu terjadi, Jokowi harus memilih. ”Catatan di Istana maupun pemberitaan media massa bisa dilihat dan dapat menunjukkan frekuensi dan intensitas perjumpaan dari siapa kandidat yang akan dipilih Jokowi saat mencoblos. Siapa yang paling sering berjumpa dalam intensitas personal, mendalam, dan batin yang tulus,” tutur Benny.
”Kail” dan ”jala”
Lalu, siapa yang akan didukung Jokowi saat pencoblosan? Panel Barus, Ketua Panitia Nasional Musyawarah Rakyat Indonesia, forum kelompok sukarelawan pendukung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 untuk mencari penerus Jokowi, mengibaratkan Presiden akan berlayar di tengah danau yang kadang tenang airnya dan kadang beriak untuk mendapatkan ikan dengan menggunakan kail dan jala. Alat tersebut untuk Indonesia mencapai kemajuan-kemajuan dan menggapai target Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Keadaan Dunia Tak Normal, Presiden: Jangan Salah Pilih Pemimpin
Menurut Panel, kail dipersonifikasikan untuk Ganjar karena ia adalah kader partai dan jala dipersonifikasikan untuk Prabowo karena ia merupakan ketua partai. ”Dua-duanya akan dipakai oleh Presiden Jokowi menangkap ikan, tetapi apakah nantinya Presiden akan menggunakan kail atau jala? Presiden Jokowi-lah yang akan memutuskan efektif atau tidaknya kail atau jala tersebut. Juga target-target dan harapan-harapannya yang akan terwujud jika memilih kail atau jala tersebut,” ujarnya.
Namun, apakah Jokowi hanya akan mempertimbangkan hal-hal tersebut dari kedua ”alat tangkap ikan” itu? Banyak yang menyebutkan, Jokowi yang memiliki pengalaman dalam dua kali pilpres pasti akan mempertimbangkan dengan komprehensif, termasuk rekam jejak masing-masing. Apakah ”kail” atau ”jala” yang benar-benar dapat memajukan bangsa, atau justru sebaliknya, membawa ke lorong gelap.