Pencucian Uang Eks Pejabat Pajak, Beli Aset hingga Rp 44 Miliar
Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji kembali dijatuhi hukuman. Kini, ia divonis 7 tahun penjara karena gratifikasi dan pencucian uang.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim yang diketuai Fahzal Hendri dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji melakukan pembelian tanah dan bangunan, apartemen, dan mobil menggunakan nama pihak lain. Adapun total transaksinya mencapai Rp 44 miliar yang dilakukan secara tunai.
Pertimbangan itu disampaikan dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan terhadap Angin untuk perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/8/2023).
Majelis hakim pun menyebutkan bahwa Angin dinilai tidak dapat membuktikan asal uang yang diterimanya. Selain itu, harta benda yang dibelinya juga tidak tercatat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Dalam perkara ini, Angin memanfaatkan jabatannya sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak. Angin memerintahkan bawahannya, Kepala Subdirektorat Pajak dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak, untuk menerima uang dari para wajib pajak.
Adapun anggota tim pemeriksa itu antara lain Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian. Sementara itu, total uang yang diperoleh Angin, Kasubdit, dan tim pemeriksa sebesar Rp 17,5 miliar dari enam perusahaan dan satu perorangan wajib pajak.
Uang itu kemudian dibagikan dengan proporsi 50 persen untuk Angin dan Kasubdit, kemudian sisanya untuk anggota tim pemeriksa. Secara spesifik, Angin menerima Rp 3,7 miliar dari hasil gratifikasi uang wajib pajak.
”Uang yang diterima oleh terdakwa dianggap sebagai bentuk suap karena berhubungan dengan jabatannya sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu,” kata Fahzal yang didampingi anggota majelis hakim, yakni Rianto Adam Pontoh dan Ali Muhtarom.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Angin terbukti menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang. ”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” ujar Fahzal.
Angin terbukti melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoPasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Vonis hukuman penjara itu dua tahun lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Namun, hukuman itu merupakan yang kedua kalinya dijatuhkan kepada Angin. Pada awal 2022, Angin juga telah divonis 9 tahun penjara karena menerima imbalan hingga Rp 3,3 miliar untuk merekayasa laporan pajak tiga perusahaan yang merupakan wajib pajak.
Menyatakan pikir-pikir
Pada vonis kali ini, Angin juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3.737.500.000. Jika tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan setelah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda milik Angin bisa disita oleh jaksa dan dilelang. Apabila harta benda tidak mencukupi, pembayaran uang pengganti melalui pidana penjara selama satu tahun.
Seusai membacakan vonis, hakim memberi kesempatan bagi Angin berunding dengan kuasa hukumnya untuk menentukan langkah selanjutnya. Perundingan berlangsung selama satu menit dengan hasil belum menentukan sikap untuk banding atau tidak.
”Terima kasih Yang Mulia. Kami sudah berdiskusi, hasilnya dipikir-pikir dahulu untuk mendalami putusan,” kata Angin.
Pada kesempatan yang sama, jaksa juga menyatakan pikir-pikir. Hakim memberi waktu bagi Angin untuk menentukan sikapnya paling lambat tujuh hari setelah pembacaan putusan. Ketika waktu tujuh hari terlewati dan Angin belum menentukan sikap, putusan akan memiliki kekuatan hukum tetap.