Citra Positif KPU dan Bawaslu Tertinggi sejak Dimulainya Tahapan Pemilu 2024
Persepsi positif publik terhadap Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terus menguat. Citra positif ini dinilai mesti diikuti tanggung jawab pelaksanaan pemilu yang transparan dan partisipatif.
Oleh
IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pelaksanaan tahapan-tahapan krusial pada Pemilu 2024, persepsi positif publik terhadap Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terus menguat. Citra positif kepada KPU dan Bawaslu bahkan menjadi yang tertinggi sejak tahapan pemilu dimulai. Capaian ini harus dijadikan momentum bagi penyelenggara pemilu untuk melaksanakan tahapan-tahapan krusial secara profesional, berintegritas, serta partisipatif agar proses dan hasil pemilu dipercaya rakyat.
Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) Kompas yang digelar berkala merekam citra 12 lembaga negara. Survei yang dilakukan pada 27 Juli hingga 7 Agustus 2023 dengan melibatkan 1.364 responden di 38 provinsi ini menunjukkan citra positif Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meningkat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pada survei kali ini, 70 persen responden menilai citra KPU baik, sedangkan 11,2 persen menjawab buruk dan 18,8 persen tidak tahu. Capaian citra positif kali ini menjadi yang tertinggi sejak dimulainya tahapan Pemilu 2024 pada 14 Juni 2022.
Sebagai perbandingan, dalam survei Oktober 2022, citra positif KPU berada pada angka 62,4 persen. Citra ini sempat turun tipis menjadi 62 persen di Januari 2023 sebelum kemudian kembali meningkat menjadi 66,8 persen pada Mei 2023.
Adapun terkait citra positif Bawaslu pada survei Agustus, 70,7 persen responden menjawab baik, 10,3 persen menilai buruk, dan 19 persen menjawab tidak tahu. Sama halnya dengan KPU, capaian tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak dimulainya tahapan pemilu.
Pada survei Oktober 2022, citra positif Bawaslu berada pada angka 62,8 persen. Citra ini menurun tipis menjadi 62,3 persen pada Januari 2023 dan kembali meningkat pada Mei 2023 menjadi 65,2 persen.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, peningkatan citra positif KPU dipengaruhi kerja-kerja KPU yang mampu menjalankan semua tahapan pemilu sesuai jadwal. Hal itu juga didukung partai politik serta antusiasme pemilih yang berpartisipasi dalam tahapan pemilu, terutama yang bersinggungan langsung dengan pemilih. Semua pihak, mulai dari peserta, penyelenggara, hingga pemilih, sangat optimistis terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang demokratis, jujur, berintegritas, dan tepat waktu.
”Momentum peningkatan citra positif publik ke KPU harus dijaga agar semua pihak semakin yakin bahwa Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu serta proses dan hasilnya berintegritas," ujar Hasyim di kantor KPU, Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Menurut Hasyim, citra positif menjadi modal sosial yang baik bagi KPU untuk melaksanakan tahapan-tahapan krusial. Sebab, dalam beberapa bulan mendatang, KPU akan menetapkan daftar caleg tetap, pendaftaran dan penetapan calon presiden-wakil presiden, serta dimulainya tahapan kampanye.
Tahapan-tahapan itu, lanjutnya, menandai dimulainya kompetisi pemilu yang sesungguhnya. Para peserta pemilu mulai berkampanye menawarkan gagasan serta janji politik untuk memikat pemilih. Namun, ia mengingatkan peserta pemilu untuk tidak menggunakan kekerasan sebagai strategi pemenangan.
”Penyelenggara pemilu harus menjaga integritas diri dan lembaga, bersabar menghadapi tekanan dan konflik kepentingan, serta memberikan perlakuan yang setara kepada semua peserta pemilu agar semua pihak percaya terhadap KPU,” kata Hasyim.
Penyelenggara pemilu harus menjaga integritas diri dan lembaga, bersabar menghadapi tekanan dan konflik kepentingan, serta memberikan perlakuan yang setara kepada semua peserta pemilu agar semua pihak percaya terhadap KPU.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, dengan modal sosial citra positif KPU-Bawaslu tersebut, dia berharap ke depan kedua lembaga penyelenggara pemilu itu bisa menjalankan tugas konstitusional dengan semakin profesional dan proporsional. Komunikasi baik formal maupun informal akan terus dijalin. Sumbatan-sumbatan komunikasi, ego sektoral juga akan diatasi dengan komunikasi secara intensif, seperti melalui forum tripartit dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Bagja juga berharap langkah yang dilakukan Bawaslu, seperti melaporkan KPU ke DKPP terkait akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) untuk mengawasi tahapan pencalegan di KPU, jangan lagi dianggap sebagai kegaduhan antarpenyelenggara pemilu.
Hal itu adalah bentuk kepedulian kepada KPU untuk sama-sama menjaga tugas konstitusional pengawasan yang dilakukan Bawaslu. ”Dengan modal sosial ini, Bawaslu akan semakin tanggap dan waspada dalam mengawasi tahapan pemilu yang semakin krusial,” ujar Bagja.
Lebih jauh, ia berharap ke depan tidak ada lagi isu yang mendiskreditkan penyelenggara pemilu. Sebab, penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi tahapan pemilu memang harus kritis.
Namun, dapat dipastikan, Bawaslu akan bertugas sesuai dengan koridor aturan perundang-undangan yang ada dan tidak akan melampaui kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. ”Bawaslu akan terus meningkatkan sinergitas dan komunikasi dengan KPU sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu,” tutur Bagja.
Bawaslu akan terus meningkatkan sinergitas dan komunikasi dengan KPU sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengatakan, tingginya citra positif KPU dan Bawaslu seharusnya menjadi pintu masuk untuk menjalankan tahapan pemilu yang semakin transparan. KPU harus meningkatkan transparansi, salah satunya dalam tahapan pencalonan anggota legislatif dan DPD.
Data terkait pencalonan mestinya diberikan ke Bawaslu dan publik sehingga partisipasi masyarakat untuk memberikan tanggapan meningkat. Sementara Bawaslu seharusnya bisa memublikasikan hasil pengawasan di setiap tahapan.
Oleh karena itu, lanjutnya, KPU dan Bawaslu mesti memperbaiki diri dalam melaksanakan tahapan-tahapan pemilu. Terlebih memasuki tahapan krusial, penyelenggara pemilu harus menjadikan citra positif ini untuk melaksanakan tahapan secara lebih profesional dan berintegritas dengan partisipasi pemilih yang tinggi.
Profesionalitas dan integritas menjadi penting agar proses dan hasil pemilu dipercaya rakyat. ”Jangan sampai citra positif dari publik ke penyelenggara pemilu yang tinggi tidak diikuti dengan tanggung jawab melaksanakan tahapan pemilu yang transparan dan partisipatif,” ujar Mita.
Jangan sampai citra positif dari publik ke penyelenggara pemilu yang tinggi tidak diikuti dengan tanggung jawab melaksanakan tahapan pemilu yang transparan dan partisipatif.
Di sisi lain, ia menilai publik tidak mengetahui secara utuh tugas dan wewenang penyelenggara pemilu. Sebab, di tengah tahapan pemilu, banyak kontroversi yang terjadi di KPU dan Bawaslu, di antaranya dugaan manipulasi verifikasi parpol, pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU, serta aduan sesama penyelenggara pemilu ke DKPP.