MA Hukum Dua Polisi dalam Kasus Tragedi Kanjuruhan, Batalkan Vonis Bebas PN
MA membatalkan vonis bebas terhadap dua polisi, mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, yang menjadi terdakwa dalam Tragedi Kanjuruhan.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas terhadap dua polisi yang menjadi terdakwa dalam Tragedi Kanjuruhan, yakni mantan Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kepala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto. Bambang Sidik diganjar hukuman 2 tahun penjara, sedangkan Wahyu Setyo 2 tahun 6 bulan penjara.
MA menilai keduanya secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain mati, luka berat, dan warga yang terluka menjadi terhalang untuk melakukan pekerjaan untuk sementara waktu.
”Menyatakan terdakwa Bambang Sidik Achmadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara,” demikian bunyi petikan amar putusan perkara kasasi atas nama Bambang dengan nomor 922 K/Pid/2023, seperti dikutip Kompas pada Kamis (24/8/2023).
Bunyi amar serupa juga berlaku untuk Wahyu Setyo seperti dikutip dari petikan amar putusan nomor 923 K/Pid/2023. Kedua putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis kasasi yang dipimpin oleh Hakim Agung Surya Jaya dengan hakim anggota Hidayat Manao dan Jupriyadi pada Rabu (23/8/2023).
Wahyu Setyo sebelumnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Surabaya melalui putusan nomor 12/PID.B/2023/PN Sby tertanggal 16 Maret 2023. Sebelumnya, Wahyu Setyo telah ditahan mulai 24 Oktober 2022 sampai dengan 16 Maret 2023.
Sementara itu, Bambang Sidik diputus bebas oleh PN yang sama melalui putusan nomor 13/PID.B/2023/PN Sby pada hari yang sama dengan Wahyu. Bambang juga menjalani masa tahanan yang sama dengan Wahyu dan keluar dari tahanan saat putusan bebas PN dijatuhkan.
Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Malang mengajukan kasasi ke MA. MA mengabulkan kasasi jaksa dan membatalkan putusan bebas terhadap keduanya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi karena kerusuhan usai pertandingan sepak bola Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022. Peristiwa tersebut mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 135 orang dan mencederai lebih dari 600 orang.
Dalam penyelidikannya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan penembakan gas air mata menjadi penyebab utama terjadinya Tragedi Kanjuruhan.
Atas peristiwa tersebut, polisi menetapkan enam tersangka. Selain Bambang dan Wahyu, polisi juga mentersangkakan Komandan Kompi Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Hasdarman. Dari pihak sipil, polisi mentersangkakan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Saat dihadapkan ke meja hijau, hanya Bambang dan Wahyu yang dibebaskan oleh pengadilan tingkat pertama. Selebihnya, Hasdarman dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, Abdul Haris dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, dan Suko dihukum 1 tahun penjara. Adapun Akhmad Hadian Lukita akhirnya lepas demi hukum karena kasusnya belum kuat dibawa ke pengadilan.
Dorongan pengusutan
Beberapa waktu lalu, seperti diberitakan Kompas.id, pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan terus didorong karena proses hukum yang telah berlangsung diduga dirancang agar tidak sampai mengungkap kebenaran dan keadilan. Hal ini terungkap dalam webinar Peluncuran Laporan Monitoring Sidang Tragedi Kanjuruhan dan Riset Aspek Criminal Justice bagi Saksi dan Korban Penembakan Gas Air Mata, Selasa (27/6/2023).
Seminar dalam jaringan tersebut diinisiasi oleh koalisi masyarakat sipil yang turut menghadirkan penanggap dari Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan DPR.
Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang Daniel Siagian menuturkan, antara lain, beberapa kejanggalan proses hukum Tragedi Kanjuruhan. Hal yang terutama adalah permohonan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Malang agar persidangan kasus dilaksanakan di Pengadilan Negeri Surabaya dan disetujui oleh MA.
Selain itu, rekonstruksi peristiwa oleh penyidik Polda Jatim tidak berlangsung di Stadion Kanjuruhan, tempat terjadinya perkara, tetapi di lapangan sepak bola Polda Jatim di Surabaya. Hal ini mengakibatkan fakta penembakan gas air mata ke tribune penonton menjadi dikaburkan.