Beragam Strategi Parpol Nonparlemen demi Menembus Senayan
Parpol nonparlemen dan baru membutuhkan gimik yang "out of the box" agar masyarakat mengenal parpol tersebut.
Gedung MPR/DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Kurang dari enam bulan hingga tiba waktu pemungutan suara Pemilu 2024, partai politik baru ataupun nonparlemen memiliki pekerjaan rumah agar semakin dikenal publik. Wajah baru, gagasan berbeda, hingga berharap pada ”efek ekor jas” dengan mendukung calon presiden jadi strategi guna menarik suara pemilih.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pemilu 2024 akan diikuti oleh 18 parpol nasional dan 6 partai lokal. Dari 18 parpol nasional, 9 partai belum memiliki kursi di MPR/DPR alias partai nonparlemen dengan 4 di antaranya merupakan parpol baru.
Dari survei sementara, baru Partai Perindo yang tampak mendekati atau mampu memenuhi ambang batas parlemen 4 persen. Pada survei Litbang Kompas, Mei lalu, elektabilitas Perindo adalah 3,1 persen. Sementara hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Juli 2023, elektabilitas Perindo, 4,1 persen. Masih berdasarkan survei LSI tersebut, partai nonparlemen lain masih jauh di bawahnya. Partai Solidaritas Indonesia (PSI), misalnya, elektabilitasnya 0,9 persen, Partai Garuda 0,7 persen, dan Partai Hanura dengan 0,5 persen.
”Perindo ini partai yang tidak punya beban masa lalu sehingga layak dipercaya masyarakat,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Perindo Heri Budianto saat acara Satu Meja The Forum bertajuk ”Berburu Tiket ke Senayan” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (5/7/2023) malam.
Baca juga: Parpol Adu Strategi untuk Konversi Popularitas
Dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu hadir pula perwakilan dari 7 parpol nonparlemen lainnya, yakni Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra; Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah; Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum; Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi; Presiden Partai Buruh Said Iqbal; Wakil Ketua Umum PSI Andy Budiman; dan Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi.
Selain tak punya beban masa lalu, Heri membenarkan, langkah Perindo mendukung bakal calon presiden (capres) PDI-P, Ganjar Pranowo, merupakan cara agar partai memperoleh efek ekor jas atau limpahan suara dari elektabilitas Ganjar. Dengan demikian, elektabilitas partai bisa terus naik.
Tak hanya Perindo, PBB pun mengejar efek ekor jas dari deklarasi dukungannya pada bakal capres Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Selain itu, menurut Yusril, PBB sebagai parpol nonparlemen yang sudah ada sejak 1999 kini fokus untuk konsolidasi internal dan perluasan keanggotaan.
Sementara bagi Said, Partai Buruh hanya akan melabuhkan dukungan kepada capres yang dengan jelas menyatakan akan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja serta memperjuangkan terbentuknya negara kesejahteraan.
Baca juga: Taktik Partai Menarik Simpati, dari Isu Lingkungan hingga Kekerasan Seksual
RUU Perampasan Aset
Adapun PSI, menurut Andy, mengandalkan kiprah kadernya yang selama ini menjabat di DPRD untuk memikat atensi publik. Selama ini, anggota DPRD dari PSI diklaimnya telah menunjukkan keberpihakan pada publik.
Dengan keberpihakan itu, PSI yakin pada Pemilu 2024 akan dipercaya publik untuk masuk ke Senayan, tempat anggota MPR/DPR bersidang dan berkantor di Jakarta. Jika ini berhasil, PSI berjanji akan memperjuangkan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana.
Lain lagi strategi yang diambil Garuda. Menurut Teddy, sebagai parpol nonparlemen, pihaknya sudah muak dengan cara calon anggota legislatif (caleg) yang mengobral janji, tetapi ketika sudah menjadi wakil rakyat, janjinya tidak ditepati, bahkan untuk ditemui saja sulit. Maka, jajaran Partai Garuda sepakat jika nantinya caleg terpilih dan tidak menepati janji, partai akan menggantinya.
Namun, janji untuk mengganti wakil rakyat itu, dikritisi oleh Fahri Hamzah. Ia mengingatkan bahwa konsepsi itu keliru. Di satu sisi, orang yang sudah dipilih oleh rakyat tidak boleh didikte oleh parpol. Di sisi lain, hak untuk menarik wakil rakyat oleh publik sudah diatur dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Baca juga: Rahasia Caleg Modal Cekak Menembus Parlemen
Di luar isu tersebut, Ridho mengakui tantangan berat bagi parpol baru agar dikenal publik sebagaimana di Partai Ummat, yang lebih dikenal adalah Amien Rais. Karena itu, pihaknya berupaya memopulerkan partai ke publik dengan ”serangan udara” melalui media sosial.
Adapun PKN, menurut Anas, sudah menyiapkan strategi agar bisa menjangkau publik sampai ke rumahnya. Partai pun akan mengusung gagasan tentang demokrasi yang maju, baik secara sosial dan ekonomi yang berdasarkan kesetaraan.
Baca juga: Menembus Belantara Pemilu dengan Data Saintifik
Dalam tanggapannya selaku panelis, Bivitri Susanti berpandangan, banyaknya parpol berarti memperlihatkan banyaknya gagasan.
Khusus parpol nonparlemen dan baru berperan strategis membongkar sistem yang ada saat ini, seperti aturan ambang batas parlemen, pencalonan presiden, serta mekanisme pembuatan keputusan di DPR yang tak partisipatif dan terbuka. Ia pun berharap agar mereka memulai tradisi, yaitu berdialog dengan konstituen.
Abdel Achrian, panelis lainnya, menyampaikan tentang pentingnya cara yang tepat agar gagasan parpol bisa sampai ke publik. ”Kalau dibilang akan memajukan ini dan itu kayaknya hampir semua partai itu sama saja. Jadi, perlu ada gimik yang out of the box agar masyarakat kenal dulu,” ujar Abdel.