DPR Meminta Nama-nama Calon Penjabat Kepala Daerah Dibuka ke Publik
Nama-nama calon penjabat kepala daerah yang diusulkan DPRD harus dibuka publik sebelum mereka dilantik sehingga diharapkan figur yang dipilih netral saat Pemilu 2024 nanti.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR berharap pengangkatan penjabat kepala daerah untuk menggantikan para kepala daerah yang habis masa jabatannya pada awal September ini lebih transparan dan akuntabel. Publik harus bisa memberikan masukan tentang rekam jejak calon penjabat daerah yang akan ditugaskan di provinsi-provinsi strategis. Figur yang dipilih diharapkan netral dari kepentingan jelang Pemilu 2024.
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (4/8/2023), mengatakan, gelombang pengangkatan penjabat kali ini harus lebih baik dari pada sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri selaku pihak yang memproses penunjukan penjabat kepala daerah harus memperkuat akuntabilitas dan transparansi prosesnya.
Utamanya, lanjutnya, adalah dengan melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Baginya, yang paling penting tidak ada orang-orang titipan baik dari partai politik maupun mereka yang mengaku mendapat bekingan dari Presiden diprioritaskan untuk ditempatkan.
Oleh karena itu, masyarakat sipil harus bisa mengawasi prosesnya. Usulan nama-nama calon penjabat, baik dari DPRD provinsi, kabupaten, dan kota harus dibuka ke publik maksimal dua minggu sebelum pelantikan. Dengan demikian, masyarakat bisa memberikan masukan terkait rekam jejak calon yang bersangkutan. Ini supaya figur yang dipilih itu tetap netral nanti saat Pemilu 2024.
”Harusnya nama-nama calon penjabat kepala daerah itu diumumkan ke publik dua minggu sebelum pengangkatan agar ada isu publik. Semua harus mengawasi walaupun tidak akan mengubah keputusan. Tetapi, misalnya ada temuan memiliki istri siri, atau riwayat kasus korupsi, supaya diawasi oleh masyarakat,” ujarnya.
Menurut Mardani, model politik di Indonesia masih menganut sistem patron klien atau politik patronase. Karena penjabat diangkat oleh Presiden dan Kemendagri, tentu mereka akan tegak lurus kepada yang menugaskan. Agar mereka tetap bisa dijaga netralitas dan independensinya saat pemilu, perlu dibuka ke publik bursa calon penjabat sehingga publik bisa ikut berpartisipasi memberi masukan.
”Masyarakat di perkotaan tingkat kemandiriannya lebih tinggi. Artinya, mereka tidak terlalu terpengaruh pada patron klien. Namun, masyarakat di pedesaan atau daerah rural itu bisa berpengaruh. Makanya harus dijaga dan diawasi bersama,” ujarnya.
Karena penjabat diangkat oleh Presiden dan Kemendagri, tentu mereka akan tegak lurus kepada yang menugaskan.
Ia menambahkan, salah satu isu lain yang harus dikritisi oleh masyarakat sipil adalah penjabat yang berasal dari mantan prajurit TNI aktif atau anggota Polri aktif. Biasanya, untuk mengakali aturan, mereka sudah mengundurkan diri dari kedinasan. Sebagai gantinya mereka ditempatkan pada jabatan publik dengan pangkat jabatan pimpinan tinggi madya atau pratama selama beberapa bulan. Setelah itu, baru mereka akan ditugaskan menjadi penjabat kepala daerah.
”Yang seperti ini menjadi tidak fair (adil). Sebaiknya mereka pensiun saja dulu, kemudian masuk ke parpol jika ingin menjabat sebagai kepala daerah. Sebab, kita semua sudah sepakat bahwa parpol adalah kawah candradimuka kepemimpinan baik di pusat maupun daerah,” ujarnya.
Aggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, juga berpandangan senada. Dia berharap pengangkatan penjabat tidak dimanfaatkan pemerintah atau rezim yang sedang berkuasa untuk meletakkan titipan parpol mana pun agar bisa menjadi tim sukses pemenangan Pemilu 2024. Penyerentakan pilkada pada tahun 2024 seharusnya menjadi warisan atau legacy dari rezim agar memastikan bahwa penugasan itu tidak tercampur dengan kepentingan politik praktis. Ia pun berharap orang yang ditunjuk itu adalah aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan netral.
”Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2024 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur bahwa ASN harus netral, tidak boleh berpolitik praktis. Oleh karena itu, jangan lagi ada titipan dari parpol tertentu. Ini juga menjadi ujian bagi Mendagri apakah beliau kuat dalam menyikapi seretan-seretan upaya yang dilakukan para petinggi partai untuk menitipkan orang-orangnya di jabatan ini,” katanya.
Ia berharap pemilu ke depan akan lebih menghadirkan demokrasi yang substantif. Pemilu jangan hanya bersifat prosedural dan seremonial periodik semata. Oleh karena itu, proses penunjukan penjabat kepala daerah pun harus transparan dan akuntabel. Kemendagri harus membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan atas usulan dari DPRD maupun pemerintah.
”Nama-nama calon itu harus muncul secara terbuka sehingga bisa dipastikan figurnya netral dan tidak terindikasi kekuatan politik mana pun. Publik harus diberi ruang mengawal dan menguliti rekam jejak calon itu,” katanya.
Partisipasi aktif publik ini, lanjutnya, adalah sebuah cara agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton selama pemilu dan pilkada nanti. Masyarakat bisa ikut menguji rekam jejak para calon apabila ada indikasi titipan bahkan lobi-lobi belakang layar sehingga namanya bisa muncul dalam usulan.
”Mendagri harus mampu menyikapi masalah ini secara profesional dan proporsional dan memastikan bahwa orang yang ditunjuk itu berintegritas dan punya kapasitas. Kalau ternyata dia tidak netral, ini akan menjadi catatan sejarah bahwa penunjukan kepala daerah merusak demokrasi sehingga hasil pemilu tidak legitimate,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan menilai, selama ini pemerintah menjalankan proses penunjukan dan pengangkatan penjabat kepala daerah sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Menurutnya, tidak ada aspek yang dilanggar dan salah dalam proses penunjukan itu. Sebab, penjabat adalah jabatan penugasan dari pejabat pembina kepegawaian (PPK) atau atasan ASN kepada bawahannya.
”Penjabat kepala daerah bukan pemilihan kepala daerah definitif seperti pilkada langsung. Oleh karena itu, memang tidak ada partisipasi publik langsung seperti pilkada,” katanya.
Benni justru meminta publik mengawasi bersama-sama baik proses ataupun kinerja para penjabat.
Benni justru meminta publik mengawasi bersama-sama baik proses ataupun kinerja para penjabat. Menurutnya, untuk pengisian penjabat kali ini, akuntabilitas dan transparansinya sudah dibenahi melalui regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023. Di situ bisa dilihat proses penunjukan sesuai alurnya. Masyarakat bisa mengawasi sesuai beleid tersebut.
”Siapa pun yang ditugasi oleh Presiden harus memastikan pemilu berjalan dengan baik,” ucapnya singkat.
Sementara itu, anggota Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sri Hadiati Wara Kustriani, berharap, baik DPRD maupun pemerintah bisa mengusulkan calon yang terbaik untuk menjadi penjabat gubernur, bupati, maupun wali kota. Sebab, jumlah jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya saat ini ada 600 orang lebih. Adapun jumlah JPT pratama jauh lebih besar, yaitu 4.000-an. Jika pada tahun ini ada 170 kepala daerah yang akan diganti oleh penjabat, seharusnya dari yang ada ini bisa dipilih yang terbaik dari yang terbaik.
”Syarat normatif penjabat adalah mereka yang akan menjadi PJ (penjabat) ini harus paham betul bahwa sebagai ASN tidak boleh main dalam politik praktis dan menarik-narik meminta ASN untuk ikut-ikutan menjadi pendukung calon. Mereka harus paham betul aturan bahwa ASN secara hukum harus netral dalam berpolitik,” ujarnya.
Terkait dengan rekam jejak calon kepala daerah, menurutnya, hal itu bisa ditelusuri melalui rekam jejak calon penjabat. Oleh karena itu, Kemendagri dan DPRD memang harus membuka sejak awal calon-calon penjabat sebelum ditetapkan secara resmi. Dia sepakat bahwa pengawasan dan partisipasi publik harus berjalan dalam konteks penunjukan penjabat kepala daerah.
”Sekarang informasi sudah sangat terbuka. Biarkan saja publik memberikan respons dan masukan atas calon. Gunakan media massa untuk uji publik penerimaan masyarakat terhadap penjabat. Pemerintah harus aware (peka) terhadap tuntutan masyarakat sipil,” ujarnya.