NU Dorong Dialog Jujur Atasi Konflik yang Libatkan Agama
PBNU punya keyakinan untuk mengikhtiarkan sesuatu dalam mengatasi konflik antar-agama atau kelompok berbeda sehingga agama punya peran. Dengan demikian, agama harus mampu memecahkan masalah di antara mereka sendiri.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama terus mendorong setiap orang dari berbagai latar belakang agama dan bangsa untuk terbuka dan jujur terhadap adanya persoalan dan konflik yang melibatkan agama. Melalui dialog secara terus terang, solusi bagi penyelesaian konflik dapat semakin jelas dihadirkan. Nilai-nilai yang sama dari semua agama harus bisa menjadi motor perubahan global nantinya.
Gagasan itu yang akan dibawa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada forum dialog antaragama dan antarbudaya di tingkat Asia Tenggara atau ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (ASEAN IIDC) 2023 yang diselenggarakan di Jakarta pada 7 Agustus 2023. ASEAN IIDC merupakan bagian dari penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang akan digelar pada 5-7 September 2023 mendatang.
Sebelumnya, refleksi jujur terhadap agama atas problem antaragama yang selama ini terjadi sudah ditunjukkan bersama dalam perhelatan Forum Agama G20 (R20) yang diinisiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada November 2022 lalu. Misi itu kini dilanjutkan dengan upaya membangun harmoni dan perdamaian dari arah lingkungan agama-agama dan penghormatan terhadap pluralisme.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf saat konferensi pers, di Jakarta, Rabu (2/8/2023), mengatakan, PBNU punya keyakinan untuk mengikhtiarkan sesuatu dalam mengatasi konflik antar-agama atau kelompok berbeda sehingga agama punya peran. Dengan demikian, agama harus mampu memecahkan masalah di antara mereka sendiri. Karena itu, yang ingin ditawarkan dengan ASEAN IIDC ini adalah wacana tentang pengalaman sejarah yang juga menjadi warisan peradaban bersama, terutama pada lingkup kawasan Asia Pasifik.
”Misalnya, dalam sejarah ada kepemimpinan Kerajaan Sriwijaya yang pusatnya di tepian Sungai Musi, Palembang (Sumatera Selatan). Kerajaan Sriwijaya bertahan hingga tujuh abad karena mengedepankan nilai-nilai toleransi dan harmoni. Ia tidak pernah memproklamasikan dirinya kerajaan yang berbasis agama karena di dalamnya banyak rumpun agama,” ujar Gus Yahya.
PBNU punya keyakinan untuk mengikhtiarkan sesuatu dalam mengatasi konflik antar-agama atau kelompok berbeda sehingga agama punya peran.
Menurut Gus Yahya, peradaban dalam kerajaan Sriwijaya itu berhasil mempersatukan seluruh Nusantara dengan tetap memberikan ruang bagi format-format politik masing-masing elemen di dalamnya. Pada masa lalu, agama menjadi dasar ketika mau melakukan konsolidasi politik. Akan tetapi, fenomena sekarang agama tidak lagi menduduki posisi sentral dalam konsolidasi politik global.
Di Indonesia, lanjutnya, ada karakter bangsa dan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kepercayaan. ”Kami ingin menawarkan kepada semua orang untuk melakukan konsolidasi sosial terlebih dahulu. Membangkitkan ingatan kolektif tentang warisan peradaban yang kita miliki ini untuk menghidupkan kembali watak, semangat toleransi dan harmoni dari masyarakat kawasan Asia Pasifik. Karena kita dahulu pernah punya (peradaban),” katanya.
Ingatan tersebut penting dibangkitkan kembali supaya menjadi basis konsolidasi kultural. Hal itu kemudian dapat ditawarkan kepada pelaku-pelaku politik untuk dijadikan political brand, sebagai konsolidasi politik menuju lahirnya peradaban baru.
Gus Yahya menekankan bahwa solusi itu datang jika semua orang memiliki kesediaan untuk menjunjung persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah basyariyah dan secara sungguh-sungguh mengamalkan prinsip persaudaraan antarmanusia. Selanjutnya, dengan membangun dialog yang terbuka dan jujur, solusi bagi penyelesaian konflik akan semakin jelas. Lalu, agama-agama bisa merumuskan kontribusi bagi perdamaian dunia.
”Dengan adanya dorongan untuk dialog yang jujur dan terus terang itu, kita harapkan jadi tahu apa masalah yang nyata dan tahu bagaimana menyelesaikannya. Terbuka kesempatan bagi agama untuk juga secara nyata berkontribusi di dalam mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan dunia,” tambah .
Penentu secara politik
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Najib Azca menambahkan, ASEAN IIDC 2023 diharapkan bukan sekadar forum diskusi semata, tetapi forum ini akan menjadi agenda yang sifatnya dapat menjadi penentu atau decisive secara politik. Sebab, para undangan yang hadir juga merupakan representasi dari pihak pemerintahan masing-masing negara.
”Karena yang hadir ini adalah tokoh-tokoh yang terkait dengan pemerintah negara masing-masing, harapan kita bahwa forum ini nanti akan melahirkan kesepakatan yang strategis dan decisive yang hasilnya bisa diadopsi KTT ASEAN,” tuturnya.
Sebagaimana R20 yang merupakan inisiasi NU dalam rangka memanfaatkan momentum Indonesia sebagai presidensi G20, ASEAN IIDC 2023 ini ingin membangun jaringan yang kian terkonsolidasi dengan kuat dan dapat dibawa masuk dalam kesimpulan KTT ASEAN.
Forum dengan tema ASEAN Shared Civilizational Values: Building an Epicentrum of Harmony to Foster Peace, Security, and Prosperity itu akan melibatkan organisasi massa dan akar rumput di seluruh kawasan ASEAN.
”IIDC ini merupakan bagian dari agenda PBNU untuk ikut serta dalam dinamika internasional dalam upaya membangun harmoni dan perdamaian dari arah lingkungan agama-agama,” kata Najib.
Ketua Panitia Pelaksana ASEAN IIDC Ahmad Suaedy menyampaikan, forum dengan tema ”ASEAN Shared Civilizational Values: Building an Epicentrum of Harmony to Foster Peace, Security, and Prosperity” itu akan melibatkan organisasi massa dan akar rumput di seluruh kawasan ASEAN.
”(Jumlahnya) sebanyak 150 representasi pemuka agama dan penghayat kepercayaan baik perwakilan dari negara ASEAN, termasuk Timor Leste dan dari ASEAN Plus seperti China, Korea, Jepang, serta Amerika Serikat dan India,” katanya.
Terdapat sejumlah agenda pembahasan dalam ASEAN IIDC 2023 yang akan dibagi ke dalam tiga diskusi panel yang diisi oleh berbagai tokoh sebagai narasumber, mulai dari Direktur Inisiatif Strategis Center for Shares Civilizational Values and Distinguished Research Scholar in Politics University of Dallas, Texas Dr Timothy S Shah, Ketua Sangha Theravada Indonesia Bhante Sri Pannavaro, Peneliti Senior di Associate Initiative for the Study of Asian Catholics Teresita Cruz del Rosario, dan dosen senior Monash University Australia Prof Hosen Nadirsyah dan Profesor Sosiologi National University of Singapore, Dr Syed Farid al-Attas.