R20 Dorong Penolakan Penggunaan Identitas sebagai Senjata Politik
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf R20 mengundang para pemimpin agama dan politik dari negara-negara anggota G20 untuk mencegah penggunaan identitas sebagai senjata politik, menghentikan penyebaran kebencian komunal.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama mendorong setiap orang dari berbagai latar belakang agama dan bangsa untuk menolak penggunaan politik identitas sebagai senjata politik. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama juga mendorong solidaritas dan rasa hormat di tengah keberagaman masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia yang dibangun berlandaskan aspirasi paling luhur dari setiap peradaban.
Itulah salah satu misi dari Forum Agama G20 (R20) yang akan diselenggarakan di Bali pada 2-3 November 2022 mendatang. Acara ini merupakan inisisasi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), organisasi Muslim terbesar di dunia, bersamaan dengan Presidensi Indonesia untuk G20.
R20 adalah platform global yang akan menjadi tempat berkumpulnya para pemimpin berbagai agama dan negara. Salah satu agendanya adalah menyampaikan keprihatinan mereka serta menyuarakan nilai-nilai peradaban bersama.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf melalui keterangan resmi, Minggu (25/9/2022), menyampaikan, R20 dirancang untuk memperkuat G20 yang merupakan pertemuan tahunan negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Agenda utama R20 adalah memastikan bahwa pada abad ke-21 ini agama dapat berfungsi sebagai sumber solusi atas berbagai masalah global. Bukan seperti pada praktiknya belakangan ini.
Untuk memenuhi visi tersebut, R20 mengundang para pemimpin agama dan politik dari negara-negara anggota G20 untuk mencegah penggunaan identitas sebagai senjata politik, menghentikan penyebaran kebencian komunal, mendorong solidaritas dan rasa hormat di tengah keberagaman masyarakat, budaya, serta bangsa di dunia, dan mendorong munculnya tatanan dunia yang benar-benar adil dan harmonis yang didasarkan pada penghormatan terhadap persamaan hak dan martabat setiap manusia.
”Nahdlatul Ulama mendorong setiap orang yang beritikad baik, dari setiap agama dan bangsa, untuk menolak penggunaan identitas sebagai senjata politik dan ikut serta mendorong solidaritas dan rasa hormat di tengah keberagaman masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia,” kata Yahya.
Dari 2022-2024, secara bergiliran, Indonesia, India, dan Brasil akan memegang Presidensi G20. Tak hanya menjadi rumah bagi populasi Muslim, Hindu, dan Katolik terbesar di dunia, negara-negara itu juga mewarisi tradisi peradaban yang begitu kaya dan beragam. Selain itu, negara juga mengalami perkembangan pesat dalam bidang ekonomi.
Negara-negara itu, kata Yahya, memiliki modal sosial budaya yang luar biasa serta potensi untuk menunjukkan soft power agama di panggung dunia, bersama-sama dengan para pemangku kepentingan dari negara anggota G20 lain yang memiliki pemikiran serupa.
Konsensus moral
Sebelumnya, Juru Bicara R20 Muhammad Najib Azca saat berkunjung ke Redaksi Harian Kompas, Jumat (23/9/2022), mengatakan, output dari kegiatan R20 adalah semacam konsensus antarpara pemimpin agama. Forum ini akan menjadi ruang perjumpaan yang mengajak para pemimpin agama untuk membuat refleksi jujur terhadap agama, problem antaragama yang selama ini terjadi.
Setelah masalah-masalah itu dipetakan, para pemimpin agama itu juga akan membangun kesepakatan mengenai hal-hal yang menjadi fondasi bersama. Salah satunya adalah untuk membangun peradaban agama yang lebih adil dan damai ke depannya.
Forum ini, lanjutnya, menjadi relevan dan penting karena selama ini agama hanya diterapkan sebagai salah satu instrumen pembangunan, misalnya untuk menyukseskan program pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Para pemimpin agama tidak pernah membicarakan secara lebih mendalam apa permasalahan di dalam agama itu sendiri. Oleh karena itu, PBNU sebagai inisiator acara ini berharap forum akan menjadi ajang dialog yang membicarakan permasalahan soal agama dalam pergaulan dunia.
”Intinya adalah bagaimana menyingkap (permasalahan) agama untuk merawat agama sebagai kekuatan solusi global. Sebelum menjadi solusi itu harus dikenali dulu masalahnya seperti apa,” kata Najib.
Hasil yang didapatkan dari forum R20 ini juga diharapkan signifikan. Oleh karena itu, para pemimpin agama yang hadir dalam acara itu diminta berbicara jujur mengenai masalah agama. Kejujuran itu bisa dimulai dari mengakui kepedihan sejarah yang melibatkan agama.
Pengungkapan kebenaran itu dinilai bisa menjadi rekonsiliasi pengampunan. Selain itu, juga bagaimana merangkul agama dari peradaban dunia yang semakin maju. Nilai-nilai yang sama dari semua agama harus bisa menjadi motor perubahan global nantinya.
Tokoh agama seluruh dunia
Ketua Panitia Pelaksana Religion of Twenty (R20) Ahmad Suaedy menambahkan, R20 adalah pertemuan para pemimpin agama. Ada sekitar 70 pemimpin agama dari seluruh dunia yang sudah dikontak untuk hadir dalam acara tersebut. Sebagian bahkan sudah bertemu. Acara akan diikuti oleh 350-400 peserta.
Para pemimpin agama yang terkonfirmasi hadir dalam acara itu, antara lain, Sekretaris Jenderal Rabithah Alam Islami atau Liga Muslim Dunia Muhammad bin Abdul Karim al-Issa, Presiden Pontifical Council for Interreligious Dialogue dari Vatikan Kardinal Miguel Ayuso, Sekretaris Jenderal World Evangelical Alliance Pendeta Thomas Schirrmacher, Raja Norodom Sihamoni dari Kamboja sebagai seorang pemimpin agama Buddha, serta Presiden India Draupadi Mumu.
”Ada kemungkinan juga Paus (pemimpin agama Katolik) Fransiskus akan hadir. Ada pernyataan pribadi dari Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa beliau akan menelepon Paus agar bisa hadir dalam acara R20 itu,” ucap Suaedy.
Selain itu, sejumlah tokoh politik dan intelektual dari Universitas Seluruh Indonesia mulai dari Amerika Latin, Eropa, hingga Amerika Serikat juga akan diundang dalam acara tersebut.
Setelah acara R20, PBNU juga akan mengadakan acara lanjutan, yaitu Muktamar Fiqih Peradaban yang akan diadakan pada Februari 2023 menjelang puncak peringatan Satu Abad NU yang akan jatuh pada 16 Rajab 1444 Hijriah atau bertepatan dengan 7 Februari 2023.
”Untuk Muktamar Fiqih Peradaban sendiri, substansi acaranya akan saling menopang dengan R20. Bagaimana caranya agama bisa membangun kemanusiaan,” katanya.