Aral Melintang Politisi Muda
Kaum muda menghadapi tantangan yang tidak ringan saat memutuskan terjun ke dunia politik, mulai dari dipandang sebelah mata hingga keterbatasan biaya. Namun, sejumlah politisi muda berhasil mengatasinya.
Berbekal keinginan kuat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, Nur Agis Aulia (34) memutuskan masuk ke dunia politik, sekitar tujuh tahun silam. Ia bergabung dengan partai politik hingga akhirnya pada Pemilu 2019 ia terpilih menjadi anggota DPRD Kota Serang, Banten. Namun, sebelum terpilih, setumpuk ujian dan tantangan harus terlebih dulu dilaluinya.
Salah satu tantangan terberat ketika suara dari masyarakat tempatnya berada tidak sejalan dengan kebijakan partai. Perbedaan ini yang kemudian membuat Agis keluar dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), partai politik pertama tempatnya mengenal dunia politik.
Meski demikian, hal itu tak membuatnya patah arang. Ia sempat ditawari oleh partai lain untuk bergabung dan menjadi bakal calon anggota legislatif (caleg) dari partai tersebut pada Pemilu 2019. Hanya saja, ajakan tersebut ia tolak lantaran harus memberikan Rp 50 juta untuk biaya pendaftaran. Menurut dia, tidak semestinya hal itu dibebankan kepada caleg yang akan berjuang mendapatkan suara demi partai tersebut.
Alumnus Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, itu kemudian ditawari oleh rekannya untuk bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kala itu, PKS kekurangan satu bakal caleg karena mundur di tengah jalan. Ia juga dijanjikan tidak ada biaya untuk mendaftar sebagai bakal caleg di PKS. Agis pun menerima tawaran itu meski harus rela menerima nomor urut buntut atau nomor urut 5.
Baca juga: Politisi Muda Warnai Panggung Politik Dunia
Di sinilah tantangan berat lainnya menghadang Agis. Selain memperoleh nomor urut bawah, ia merupakan caleg pendatang baru, dan jelas saingannya di nomor urut atas adalah sejumlah caleg petahana. Belum lagi ia harus bertarung dengan caleg-caleg unggulan dan petahana dari parpol lain.
Menghadapi tantangan itu, Agis tak pesimistis. Ia membentuk tim pemenangan, memetakan pemilih yang bisa jadi pemilihnya, serta program yang dijanjikan saat berkampanye. Ia juga mencari segmen pemilih yang berbeda dari caleg PKS lain agar bisa terpilih. Selain itu, kreativitas dalam berkampanye juga ditekankan olehnya.
Sebagai contoh, ia membuat baliho yang unik dibandingkan caleg lain. Jika caleg lain biasanya memasang foto rapi menggunakan jas, Agis justru berpakaian seperti petani dan membawa cangkul, sayur-mayur, hingga kambing. Strategi ini dipilih karena ia sudah banyak dikenal sebagai peternak kambing sehingga pemilih mudah mengingatnya.
Usaha-usaha itu pun berbuah. Kerja keras selama enam bulan berkampanye membuatnya mampu mendapatkan 3.776 suara dan mengamankan satu kursi PKS untuk Daerah Pemilihan (Dapil) II Kota Serang.
Baca juga: “Rengasdengklok” Itu Kini Ada di Medsos
Setelah terpilih sebagai anggota dewan, tantangan bagi politikus muda belum berakhir. DPRD Kota Serang yang sebagian besar diisi politikus senior yang sarat pengalaman membuat para politikus muda sering kali kalah posisi politik. Ditambah lagi, tak jarang politikus senior kerap mengajaknya untuk bermain ”proyek” dan hal-hal lain yang bertentangan dengan aturan. Akibatnya, idealisme politikus muda untuk membuat perubahan harus dilakukan menggunakan berbagai pendekatan yang efektif.
Sudah terbiasa menghadapi tantangan di dunia politik membuat Agis berikhtiar untuk maju kembali di Pemilu 2024 dan masih untuk mengejar kursi anggota DPRD Kota Serang dari daerah pemilihan yang sama. Kali ini bedanya, ia rajin membagikan pengalamannya berkontestasi di dunia politik ke rekan-rekan anak muda lain.
”Harus lebih banyak anak muda yang terjun ke politik praktis, baik eksekutif maupun legislatif. Melalui jalur politik, generasi muda bisa memberikan kontribusi lebih besar sekaligus mengadvokasi kebutuhan generasi muda,” ujar Agis yang saat diwawancarai, Sabtu (15/7/2023), tengah membagikan pengalamannya di dunia politik kepada alumni Rumah Kepemimpinan, lembaga nonpemerintah yang peduli terhadap isu kepemudaan dan kepemimpinan.
Baca juga: Jalan Aktivis ”Jalanan” Menuju Senayan
Dipandang sebelah mata
Lain lagi tantangan yang dihadapi oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Eneng Maliyanasari (36). Ketika memutuskan masuk dunia politik dan bergabung dengan PSI pada 2015 dan kemudian berlanjut memutuskan maju di pemilihan anggota DPRD DKI Jakarta 2019, ia menjumpai masih kuatnya stigma kepada caleg muda yang dianggap tidak berpengalaman. Terlebih sebagai caleg perempuan, ia kerap dipandang sebelah mata oleh pemilih.
Tantangan itu pun dijawab dengan menunjukkan kapasitasnya. Ia tunjukkan kapasitasnya saat kampanye dari pintu ke pintu di daerah pemilihannya, Dapil DKI Jakarta 10, selama masa kampanye Pemilu 2019. Begitu pula setelah terpilih, ia sungguh-sungguh menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
”Saya yakinkan bahwa anak muda, terlebih perempuan, juga bisa menjadi pemimpin,” tambah politikus muda perempuan yang akrab disapa Milli ini.
Politikus muda lainnya yang kini menjabat anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Okiviana (35), menghadapi tantangan yang tak kalah berat saat memutuskan masuk ke dunia politik. Selain diremehkan politisi senior dan pemilih karena dianggap tidak memiliki pengalaman mumpuni di bidang politik praktis, politisi muda ini juga tidak memiliki modal finansial.
Kondisi ini mau tidak mau memaksanya untuk berpikir kreatif dan inovatif saat berkampanye di Dapil Sukoharjo 3 saat Pemilu 2019. Dengan modal ala kadarnya, ia harus lebih rajin turun menemui masyarakat. Beruntung, sebelum memutuskan maju di Pemilu 2019, ia menjadi pendamping Program Keluarga Harapan sehingga selain masyarakat sudah mengenalnya, ia pun sudah terbiasa menemui dan berinteraksi dengan warga. ”Intinya, selama punya visi untuk berkontribusi di jalur politik, cibiran itu tidak perlu didengarkan. Lawanlah dengan prestasi-prestasi positif karena dalam politik sering terjadi perbedaan,” katanya.
Baca juga: Rahasia Caleg Modal Cekak Menembus Parlemen
Harus konsisten
Menurut peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, ketika banyak politisi muda yang masuk ke parlemen karena faktor politik kekerabatan dan kekuatan finansial yang besar, adanya sejumlah politisi muda yang berhasil menembus parlemen tanpa kedua aspek itu patut diapresiasi meski mereka baru menembus parlemen daerah.
Bahkan, menurut dia, DPRD bisa menjadi tempat untuk menempa politisi muda sebelum kelak maju dalam pemilihan calon anggota DPR. Dengan demikian, ketika kelak mereka terpilih menjadi anggota DPR, pengalaman politik mereka sudah matang.
”Kalau ada politikus muda langsung lolos di tingkat nasional, justru menunjukkan ada sistem yang tidak sehat. Sebab, politikus muda harus membangun karier mulai dari bawah agar menjadi politikus matang, bukan karena faktor politik dinasti ataupun kekuatan modal,” katanya.
Firman mengingatkan, politik membutuhkan proses yang panjang. Oleh karena itu, para politikus muda harus konsisten dan memperbanyak pengalaman politiknya. Mereka pun harus banyak belajar dari politikus-politikus senior yang lebih berpengalaman. ”Politikus muda punya ambisi dan mampu mendekati ceruk pemilih yang lebih besar,” ucapnya.
Baca juga: Menembus ”Belantara” Pemilu dengan Basis Saintifik
Oleh karena itu, Firman mendorong agar kaderisasi di parpol berjalan optimal. Semangat kesetaraan dan sistem merit harus diterapkan agar mampu melahirkan politikus-politikus muda yang berkualitas. Terlebih, ada kecenderungan politikus senior yang berkali-kali mampu mengamankan kursi tidak diganti karena kekhawatiran kehilangan kursi jika digantikan politikus lain. ”Politikus muda harus diberi kesempatan,” ujarnya.