KPU diminta tetap membuka peluang adanya perbaikan daftar pemilih tetap atau DPT Pemilu 2024 untuk melindungi hak pilih masyarakat. Pada Pemilu 2019, perbaikan DPT dilakukan hingga tiga kali.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu mendorong Komisi Pemilihan Umum memperbaiki daftar pemilih tetap atau DPT yang sudah ditetapkan. Sebab, potensi pemilih yang belum terdaftar dan kesulitan menggunakan hak pilihnya sangat besar. Masih ada waktu yang memadai untuk memperbaiki DPT sebelum digunakan sebagai acuan penyiapan logistik pemilu.
Palaksana Harian Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lolly Suhenty, Jumat (7/7/2023), mengatakan, Bawaslu masih menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelesaikan seluruh saran perbaikan yang disampaikan saat pleno penetapan daftar pemilih tetap (DPT). Sebab, masih ada potensi pemilih yang belum terdaftar di DPT dan sejumlah pemilih yang kesulitan menggunakan hak pilihnya karena tidak berada di tempat pemungutan suara (TPS) terdaftar.
”Untuk melindungi hak pilih dan antisipasi membeludaknya daftar pemilih khusus (DPK), maka opsi DPT hasil perbaikan memungkinkan dilakukan,” ujarnya di Jakarta.
Sebelumnya, KPU menetapkan DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih, terdiri dari 203.056.748 pemilih di dalam negeri dan 1.750.484 pemilih di luar negeri. Para pemilih akan menggunakan hak pilihnya di 823.220 TPS. Adapun 404.360 pemilih di antaranya akan menggunakan hak pilihnya di 1.822 TPS lokasi khusus yang tersebar di 773 lokasi di 37 provinsi.
Lolly menuturkan masih ada sejumlah catatan terkait DPT yang ditetapkan KPU pekan lalu. Pertama, jumlah DPT luar negeri yang ditetapkan KPU 1,7 juta pemilih menjadi sorotan sejumlah pihak karena jumlahnya dinilai rendah. Sebab Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat ada 4,6 juta buruh migran di luar negeri sehingga ada selisih hingga 2,85 juta pekerja migran yang berpotensi tidak terdaftar sebagai pemilih.
Opsi untuk mendaftarkan para pekerja migran yang belum terdaftar dalam DPK dinilai kurang tepat. Sebab surat suara tambahan sebanyak 2 persen untuk DPT luar negeri hanya berkisar 35.000 surat suara, sangat kurang dibandingkan potensi pemilih luar negeri yang belum terdaftar. Akibatnya, akan banyak pemilih luar negeri yang akan kehilangan hak pilihnya di Pemilu 2024. ”Hal ini tentu harus bisa dijelaskan oleh KPU,” tuturnya.
Lebih jauh, lanjut Lolly, Bawaslu sedang berkoordinasi dengan BP2MI untuk menindaklanjuti informasi pekerja migran yang jumlahnya lebih besar dari DPT luar negeri. Bawaslu mengingatkan KPU agar memperhatikan potensi pemilih yang kehilangan hak pilihnya akibat tidak terdaftar dalam DPT dan tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara akibat membeludaknya DPK. ”KPU perlu melakukan sinkronisasi dan pengecekan data lintas pemangku kepentingan,” katanya.
Di sisi lain, adanya sekitar 4 juta pemilih yang belum memiliki KTP-el mestinya segera dicek. KPU harus memastikan seluruh pemilih tersebut sudah terdaftar di DPT sehingga ketiadaan KTP-el tidak merugikan hak pilih yang dimiliki. Meskipun pemilih tersebut bisa menggunakan kartu keluarga sebagai pengganti KTP-el, kepemilikan KTP-el bisa memberikan kepastian hukum terhadap pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di TPS.
Selain itu, pemilih di Ibu Kota Nusantara (IKN) juga masih meninggalkan persoalan. Menurut Lolly, pekerja di IKN tidak akan cukup efektif jika didaftarkan dalam daftar pemilih tambahan (DPTb). Karena itu, harus difasilitasi untuk mendirikan TPS lokasi khusus. Namun, tidak terdapat norma yang bisa mengakomodasi pemilih tersebut menjadi pemilih di lokasi khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 197 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Sistem Informasi Data Pemilih.
Menurut norma tersebut, TPS lokasi khusus hanya meliputi rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan; panti sosial atau panti rehabilitasi; relokasi bencana; daerah konflik; serta lokasi lainnya dengan kriteria, yakni terdapat pemilih yang pada hari pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan domisili di KTP-el; pemilih tersebut terkonsentrasi di suatu tempat; dan jumlah pemilih dapat dibentuk paling sedikit satu TPS.
Oleh karena itu, Bawaslu menyarankan KPU agar bisa mengakomodasi perlindungan hak pilih di IKN secara menyeluruh. KPU wajib melakukan pencermatan dan menyiapkan dasar hukum teknis terhadap pemilih tersebut agar hak pilihnya tetap dapat terlindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ”Artinya KPU memang harus jemput bola, bukan menunggu terhadap situasi kekhususan sebagaimana diatas,” kata Lolly.
Di sisi lain, Bawaslu masih menemukan sejumlah daerah yang semestinya ada TPS lokasi khusus. Salah satunya di sebuah pertambangan di Nusa Tenggara Barat dengan pemilih mencapai 5.113 pemilih. Penanggung jawab sudah menyerahkan daftar pemilih tersebut berbasis nama dan alamat, tetapi belum ditetapkan menjadi TPS lokasi khusus dengan alasan sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada verifikasi lanjutan dari perusahaan.
Atas situasi tersebut, Bawaslu mendorong KPU agar lebih proaktif memberikan solusi untuk memastikan tidak ada hak pilih warga negara yang hilang. Pihaknya masih menunggu tindak lanjut KPU atas saran perbaikan yang disampaikan. ”Jika sampai Senin belum ada progres, kami akan ingatkan kembali. Mari kita perbaiki karena di Pemilu 2019 juga ada DPT hasil perbaikan,” kata Lolly.
Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan, seluruh saran perbaikan dari Bawaslu sudah ditindaklanjuti. Jawaban dan tindak lanjut dari saran perbaikan telah diungkapkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari saat rapat pleno terbuka penetapan DPT.
”Kalau ada data updated yang meninggal, misalnya, yang kami dapatkan dari Ditjen Dukcapil, secara berkala akan kami tandai di DPT sebelum dicetak untuk keperluan salinan DPT di TPS,” katanya.
Betty mengatakan, DPT luar negeri sudah sesuai dan datanya berasal dari Kementerian Luar Negeri. Sementara TPS lokasi khusus di IKN pun sudah didirikan sesuai data yang tersedia saat penetapan. Namun, ia tidak menjawab mengenai peluang dilakukannya perbaikan DPT.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai saran perbaikan Bawaslu harus diselesaikan. Sebab DPT yang ditetapkan harus komprehensif, menyeluruh, mutakhir, dan terbaru. Oleh karena itu, perbaikan DPT bisa dilakukan untuk memastikan tidak ada hak konstitusional warga negara yang terganggu. Terlebih, ada potensi jutaan pemilih yang akan kehilangan hak pilihnya akibat tidak terdaftar di DPT.
”Pengalaman di pemilu-pemilu sebelumnya bisa dilakukan perbaikan DPT, bahkan di Pemilu 2019 perbaikannya hingga tiga kali,” tuturnya.
Khoirunnisa mengatakan masih cukup waktu untuk memperbaiki DPT. Sebab ada waktu sekitar empat bulan sebelum tahapan pencetakan logistik di masa kampanye akhir November yang jumlahnya disesuaikan dengan DPT. Oleh karena itu, KPU harus segera menuntaskan potensi-potensi masalah yang bisa mengganggu penggunaan hak pilih warga negara, baik di dalam maupun luar negeri.
Oleh karena itu, ia mengingatkan KPU agar segera berkoordinasi dengan pemangku kepentingan yang lain untuk sinkronisasi data pemilih. Parpol yang juga mendapatkan salinan DPT sebaiknya segera mencermati DPT untuk memastikan kader dan konstituennya telah terdaftar. ”Parpol biasanya baru membuka DPT di akhir untuk digunakan sebagai materi sengketa pemilu,” kata Khoirunnisa.
Di sisi lain, ia mendorong KPU agar turut mengingatkan pemilih yang belum memiliki KTP-el segera melakukan perekaman. Meskipun hal tersebut bukan tugas KPU, kepemilikan KTP-el perlu ditingkatkan agar seluruh pemilih bisa memilikinya saat pemungutan suara. ”KPU bisa memfasilitasi pemilih yang belum punya KTP-el seperti yang pernah dilakukan di Pemilu 2019,” tuturnya.