Hakim Tolak Eksepsi Lukas Enembe, Permohonan Penangguhan Penahanan Dikabulkan
Dalam pertimbangannya, hakim sependapat dengan tanggapan jaksa yang menilai, eksepsi Lukas Enembe telah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak seluruh keberatan terdakwa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Dengan demikian, persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi ini akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian di persidangan. Meski demikian, majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan masa penahanan terdakwa karena dinilai membutuhkan perawatan atas penyakit yang dideritanya.
”Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Lukas Enembe tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).
Sidang dengan agenda pembacaan putusan sela itu dihadiri Lukas dengan didampingi tim kuasa seperti Otto Cornelis Kaligis, Petrus Bala Pattyona, dan lain-lain.
Dalam sidang putusan sela ini, hadir juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari Wawan Yunarwanto, NN Gina Saraswati, Nur Haris Arhadi, Yosi A Herlambang, Yoga Pratomo, Sandy S M Hidayat, dan Rudi D Prastyono.
Hakim menyatakan surat dakwaan JPU telah cermat dan lengkap. Hakim memerintahkan JPU untuk melanjutkan kasus ini ke tahap pembuktian dan menghadirkan saksi-saksi di persidangan.
Dalam pertimbangannya, hakim sependapat dengan tanggapan JPU yang menilai, eksepsi Lukas Enembe telah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan. Hakim juga berpandangan, keberatan Lukas yang menilai bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berwenang mengadili perkara yang didakwakan, tidak beralasan hukum.
”Nota keberatan terdakwa bukan keberatan sebagaimana Pasal 156 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan telah masuk pokok perkara yang harus dibuktikan,” kata Hakim Rianto.
Selain itu, hakim menolak eksepsi tim kuasa hukum Lukas yang menilai JPU tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan karena melakukan salah tik perihal uang yang diduga diterima Lukas. Namun, kesalahan tersebut merupakan hal yang manusiawi.
”Semula tertulis, butik yang terletak di Jalan Raya Abepura, Kelurahan Vim, Kecamatan Abepura, Kota Jayapura, total pengeluaran Rp 44.580.003. Lalu diperbaiki JPU menjadi total pengeluaran Rp 44.583.000. Menurut majelis hakim kekeliruan ini adalah manusiawi,” katanya.
Hakim Rianto mengatakan, yang paling penting adalah kesalahan itu tidak dilakukan secara sengaja. Karena itu, menurut Hakim, keberatan tersebut tidak dapat diterima. Selain soal kekeliruan pengetikan, tim kuasa hukum Lukas mempersoalkan bentuk dan struktur surat dakwaan. Hakim menolak keberatan itu, sebab struktur surat dakwaan merupakan kewenangan JPU.
Sebelumnya, Gubernur Papua nonaktif itu didakwa telah menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Atas dugaan suap yang diterima, Lukas didakwa dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah disempurnakan menjadi UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun. Adapun pada perkara gratifikasi, jaksa mendakwa Lukas dengan Pasal 12B UU Tipikor sehingga terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Penangguhan penahanan
Meski menolak seluruh keberatan terdakwa beserta penasihat hukumnya, majelis hakim mengabulkan pembantaran atau penangguhan penahanan karena terdakwa sakit. Majelis hakim mempertimbangkan kondisi kesehatan Lukas yang membutuhkan perawatan atas penyakit yang dideritanya.
”Permohonan dari terdakwa Lukas Enembe mengenai kesehatan tersebut dihubungkan dengan hasil laboratorium RSPAD Gatot Subroto cukup beralasan untuk dikabulkan,” kata Hakim Rianto.
Hakim memerintahkan JPU untuk melakukan penangguhan penahanan Lukas selama dua pekan, mulai 26 Juni 2023 hingga 9 Juli 2023, untuk perawatan di RSPAD Gatot Subroto.
Selama penangguhan penahanan tersebut, JPU harus terus mengawasi perkembangan kesehatan Lukas Enembe dan melaporkannya ke majelis hakim.
Laporan tentang kondisi kesehatan Lukas itu akan menjadi pertimbangan majelis hakim untuk menentukan Lukas bisa mengikuti tahapan sidang selanjutnya atau perlu dirawat lebih lama.
Jaksa mengaku akan membawa Lukas ke rumah sakit terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan guna menentukan dirawat atau tidaknya Lukas di rumah sakit. ”Apabila kemudian dokter memutuskan untuk dirawat maka kami akan membantar sesuai dengan rekomendasi dokter," ujar jaksa.
Sementara itu, penasihat hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona menyatakan bahwa kliennya akan membiayai biaya pembantaran selama dirawat di RSPAD Gatot Soebroto.
Diketahui, pada saat membacakan eksepsi pribadinya pada pekan lalu, Lukas mengaku empat kali mengalami stroke, menderita diabetes stadium empat. Setelah ditahan, justru penyakit diabetesnya meningkat menjadi stadium lima. Bahkan, dia juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung, dan banyak komplikasi penyakit lainnya. Hasil pemeriksaan terakhir, dokter RSPAD menyatakan fungsi ginjalnya tinggal 8 persen.
”Waktu penyerahan tahap kedua tanggal 12 Mei 2023, tensi saya naik ke angka 180 sehingga dokter KPK menganjurkan pemeriksaan penyerahan tahap dua dihentikan dan benar dihentikan tanpa saya tanda tangan dokumen,” tuturnya.