Melebihi Perkiraan Penyidik, Kerugian Kasus Menara BTS Rp 8,032 Triliun
Setelah melakukan pemeriksaan, BPKP menyimpulkan kerugian negara akibat dugaan korupsi penyediaan BTS di Kemenkominfo mencapai Rp 8,032 triliun. Jauh lebih besar dibanding perkiraan awal Rp 1 triliun.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station atau BTS 4G beserta infrastruktur pendukung Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 ditraksir mencapai Rp 8,03 triliun, jauh lebih besar dari perkiraan awal. Belum ada tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tersebut karena Kejaksaan Agung menyatakan penyidikan telah selesai dengan penetapan lima tersangka sebelumnya.
”Berdasarkan semua yang kita lakukan, berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian negara Rp 8,032 triliun,” kata Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam jumpa pers, Senin (15/5/2023), di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Kerugian negara tersebut, lanjut Ateh, mencakup biaya kegiatan penyusunan kajian hukum, mark-up atau penggelembungan harga, dan pembayaran menara BTS yang belum terbangun. Proses perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan melalui audit, analisis, klarifikasi kepada pihak terkait, observasi fisik bersama tim ahli, serta mempelajari sejumlah pendapat ahli. Adapun proses itu dimulai setelah Kejaksaan Agung menyurati BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian negara dalam kasus tersebut pada 21 Oktober 2022.
Berdasarkan semua yang kita lakukan berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian negara Rp 8,032 triliun.
Dalam kasus tersebut, anggaran untuk proyek pembangunan menara BTS 4G telah dicairkan 100 persen, sedangkan kenyataan di lapangan berkebalikan. Di awal, penyidik memperkirakan kerugian kasus tersebut setidaknya Rp 1 triliun.
Dalam kesempatan jumpa pers bersama Kepala BPKP, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP tersebut bersifat final. Karena itu, Kejaksaan Agung akan segera menindaklanjuti ke tahap penuntutan.
”Saat ini penyidikan telah selesai dan kami akan serahkan tahap duanya kepada direktur penuntutan dan selanjutnya akan segera kami limpahkan ke pengadilan,” kata Burhanuddin.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi mengatakan, perhitungan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan BPKP bisa berubah dari perkiraan penyidik, entah bertambah atau berkurang. Ketika kerugian keuangan negara di perkara itu awalnya diperkirakan sekitar Rp 1 triliun, ternyata setelah diaudit BPKP jumlahnya bertambah besar menjadi Rp 8 triliun.
Menkominfo lolos
Ketika ditanya tentang peran Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate selaku pengguna anggaran di Kemkominfo, Burhanuddin mengatakan, akan menindaklanjuti jika ada fakta yang memperlihatkan keterlibatan politisi Nasdem tersebut. Namun, sampai saat ini belum ditemukan fakta keterlibatan Menkominfo.
Kuntadi menambahkan, penyidik menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti dan saksi, yakni dua alat bukti dan dua saksi. Selama penyidik belum menemukan dua alat bukti dan saksi, penyidik tidak akan menindaklanjuti. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan penyidik saat memeriksa saksi, termasuk Johnny yang sudah kali diperiksa sebagai saksi.
Sementara terkait peran Gregorius Alex Plate, adik kandung Jhonny yang mengaku telah menerima uang berjumlah Rp 534 juta dari Bakti Kemkominfo, Kuntadi menyebut bahwa yang bersangkutan adalah pegawai swasta, bukan penyelenggara negara. Sampai saat ini, penyidik menyimpulkan bahwa pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut hanya lima orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Anang Achmad Latief selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemkominfo; Galumbang Menak S selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; dan Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020. Dua berikutnya adalah Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy dan Mukti Ali selaku Direktur Keuangan PT Huawei Tech Investment.
Kuntadi tidak mengelak atau membenarkan adanya informasi yang permintaan uang dari Jhonny kepada Anang diduga berasal dari berita acara pemeriksaan Anang. Dari informasi yang beredar, tertulis bahwa Jhonny meminta dana sebesar Rp 500 juta per bulan kepada Anang.
Terhadap hal itu, Kuntadi hanya mengatakan bahwa setiap informasi yang beredar di masyarakat akan disikapi. ”Pasti kami sikapi, apakah sudah cukup buktinya atau tidak,” ujar Kuntadi.