JPPR menemukan 10 eks narapidana yang akan ikut berkontestasi sebagai calon anggota DPD. Sebagian dari mereka belum melewati masa jeda lima tahun setelah menyelesaikan hukuman yang menjadi syarat mengikuti pemilu.
Oleh
IQBAL BASYARI, YOSEPHA DEBRINA RATIH
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat meminta Komisi Pemilihan Umum mencermati pencalonan bakal anggota Dewan Perwakilan Daerah dari kalangan mantan narapidana. Sebab, sebagian bakal calon anggota DPD yang memenuhi syarat minimal dukungan pemilih berpotensi tidak memenuhi syarat pencalonan jika belum melewati masa jeda 5 tahun setelah selesai menjalani pidana.
Manajer pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu, mengatakan, JPPR menemukan ada 10 mantan narapidana yang akan ikut berkontestasi menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka tersebar di Bengkulu, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, dan DI Aceh. Sebagian mantan narapidana tersebut ada yang belum melewati masa jeda lima tahun.
”Temuan dari hasil pantauan JPPR tersebut masih sangat terbatas mengingat tim pemantauan JPPR tidak secara menyeluruh di setiap pelosok daerah. Maka, tidak menutup kemungkinan masih adanya potensi beberapa bakal calon anggota DPD lainnya yang juga mantan terpidana korupsi,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (6/5/2023).
Padahal, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, calon perseorangan (DPD) dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan tidak pernah sebagai narapidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana lima tahun atau lebih. Mantan terpidana juga harus melewati jangka lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
Terlebih, putusan MK tersebut dibacakan pada 28 Februari 2023 atau saat masa pengumpulan dukungan minimal bakal calon anggota DPD. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan dari 700 bakal calon anggota DPD yang dinyatakan memenuhi syarat minimal dukungan pemilih tersebut, ada yang semestinya tidak memenuhi syarat pencalonan karena belum selesai melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani pidana.
Oleh karena itu, lanjut Aji, KPU harus tegas dan konsisten dalam mengimplementasikan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD. Dalam Pasal 15 PKPU No 11/2023 tersebut salah satunya mensyaratkan bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
JPPR menemukan ada 10 mantan narapidana yang akan ikut berkontestasi menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka tersebar di Bengkulu, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, dan DI Aceh. Sebagian eks narapidana tersebut ada yang belum melewati masa jeda lima tahun.
”KPU harus teliti dalam melakukan verifikasi administrasi dan tidak menolerir dokumen persyaratan yang tidak memenuhi syarat,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Aji, KPU dan Badan Pengawas Pemilu di setiap tingkatan harus bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan terkait untuk memastikan keabsahan dokumen persyaratan pada setiap calon anggota DPD. KPU juga harus terbuka dan memberikan akses kepada Bawaslu dan masyarakat sipil agar mudah mengawasi keabsahan dokumen persyaratan calon anggota DPD.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU konsisten menerapkan aturan pencalonan bakal calon anggota DPD, termasuk dari kalangan mantan narapidana. Sesuai dengan PKPU No 11/2023, mantan narapidana yang ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon anggota DPD. Selain itu, mantan narapidana yang ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih harus telah melewati masa jeda 5 tahun dan memberikan pernyataan kepada publik melalui media massa.
”Kami akan melakukan verifikasi administrasi untuk memastikan semua bakal calon anggota DPD yang lolos hanya yang memenuhi syarat pencalonan,” ujar Idham.
Adapun hingga Jumat petang, jumlah pendaftar bakal calon anggota DPD mencapai 117 orang yang tersebar di 36 provinsi. Sementara hingga Sabtu atau hari keenam pendaftaran calon anggota legislatif, belum ada satu parpol pun yang mendaftarkan calon anggota DPR ke KPU. Menurut rencana, parpol pertama yang akan mendaftarkan bakal calegnya adalah Partai Keadilan Sejahtera yang akan mendatangi KPU pada Senin (8/5/2023) pukul 08.00.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai, dinamika pertarungan merebut kursi DPD akan lebih sulit ketimbang DPR. Hal ini terjadi, khususnya pada provinsi berpenduduk besar atau berwilayah luas. Sebab, setiap provinsi hanya akan mendapat jatah empat kursi. Itu artinya, hanya 152 kursi yang diperebutkan pada Pemilihan Umum (Pemilu 2024). Sementara calon DPR akan memperebutkan total 580 kursi.
Jangkauan dapil DPD perlu diupayakan lebih keras daripada DPR serta DPRD. Sebab, struktur pemenangan DPD terbentuk secara personal, berbeda dengan lembaga legislatif lainnya masih memanfaatkan struktur dan jejaring pemenangan partai.