Usut Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Eks Komisioner KPK Bakal Dilibatkan
Selain eks komisioner KPK, Satgas TPPU yang bakal dibentuk pemerintah untuk mengusut transaksi janggal yang terkait Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun bakal beranggotakan pula sejumlah figur dari eksternal pemerintah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Rencana pembentukan satuan tugas untuk mengusut transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun yang terkait Kementerian Keuangan belum juga direalisasikan. Alasannya, masih menanti persetujuan Presiden Joko Widodo terkait nama-nama yang masuk dalam satuan tugas. Di antara nama yang diusulkan, ada perwakilan dari eksternal pemerintah, berbeda dengan rencana semula di mana hanya beranggotakan perwakilan dari lintas instansi di pemerintah.
Saat jumpa pers pada Kamis (27/4/2023), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjanjikan satuan tugas (satgas) yang diberi nama Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut akan dibentuk pada Jumat (28/4/2023). Namun, hingga kini, rencana pembentukan belum juga direalisasikan.
Mahfud MD saat dihubungi, Senin (1/5/2023), mengatakan, masih menanti persetujuan dari Presiden selaku kepala negara dan pemerintahan terkait nama-nama yang dimasukkan dalam satgas. Di antara nama-nama tersebut, ada perwakilan dari eksternal pemerintah dan unsur masyarakat sipil selain perwakilan dari sejumlah instansi di pemerintah. Mereka yang dari eksternal pemerintah itu seperti mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein dan M Yusuf, serta dosen Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo.
Masuknya unsur dari eksternal pemerintah ini berbeda dengan skema awal. Saat jumpa pers 10 April lalu, Mahfud menyampaikan satgas hanya beranggotakan perwakilan dari instansi-instansi di pemerintah dan aparat penegak hukum. Mereka dari PPATK, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kementerian Keuangan), Badan Reserse Kriminal Polri, Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, Badan Intelijen Negara, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Setelah memperoleh persetujuan Presiden, satgas akan segera dibentuk dengan payung hukum Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Ketua Komite TPPU. Sesuai payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Menko Polhukam menjabat pula Ketua Komite TPPU.
”Tidak ada target waktu kinerja Satgas TPPU sebab suratnya (Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) ratusan,” ujar Mahfud. Selain mendalami laporan PPATK, satgas diharapkan bisa mengungkap pihak-pihak yang terkait TPPU sekaligus menindaknya. Selain juga untuk pencegahan agar kasus serupa tak terulang lagi.
Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi III DPR, akhir Maret lalu, mengungkap soal transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun terkait Kemenkeu sebagai data agregat selama 14 tahun terakhir. Data agregat dari 2009-2023 itu bersumber pada 300 Laporan Hasil Analisis yang dibuat dan dilaporkan oleh PPATK.
Mahfud juga pernah menyampaikan, setelah satgas dibentuk, akan memulai pendalaman terhadap transaksi mencurigakan yang nilainya paling besar, yaitu Rp 189 triliun. Transaksi itu pernah disebut Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023), sebagai impor emas batangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu.
Menurut dia, Kemenkeu telah mengonfirmasi bahwa kasus dugaan pencucian uang itu sudah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea dan Cukai. Bahkan, katanya, sudah ada putusan pengadilan hingga peninjauan kembali (PK). Dari putusan itu, untuk pelaku perseorangan dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum melalui putusan tingkat PK. Namun, untuk pelaku korporasi dinyatakan bersalah dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
”Karena korporasi tersebut dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, Satgas berpandangan harus ditindaklanjuti untuk masuk ke dugaan TPPU. Kan, pidana asalnya (pidana korporasinya) sudah terbukti,” tegasnya.
Dipercaya publik
Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap berharap pembentukan Satgas TPPU bisa mendorong efektivitas kinerja penegakan hukum dalam mengusut transaksi mencurigakan lebih dari Rp 349 triliun. Satgas diharapkan mendalami ulang tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Kemenkeu selama ini sehingga harus bisa membongkar akar permasalahannya.
Dengan demikian, orang-orang yang terlibat di dalam Satgas tidak hanya harus berkualifikasi ahli dalam bidangnya, memiliki kewenangan pro-yustisia, tetapi juga figur-figur yang berintegritas. Anggota satgas juga tidak boleh berasal dari pihak yang terlibat dalam transaksi mencurigakan.
”Tidak boleh ada konflik kepentingan pribadi yang bisa menghambat jalannya penegakan hukum transaksi mencurigakan tersebut,” katanya.
Selain itu, mereka yang masuk dalam Satgas TPPU harus dipercaya publik. Artinya, mereka juga harus memiliki rekam jejak yang baik di mata masyarakat. Sebab, fungsi Satgas selain menindaklanjuti laporan PPATK ke arah penegakan hukum, juga mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, utamanya Kementerian Keuangan.
”Tentu saja harus ada unsur masyarakat sipil sebagai representasi publik. Jangan sampai orang-orang yang dipilih masuk ke dalam Satgas adalah mereka yang rekam jejaknya jelek karena akan memicu resistensi publik,” imbuhnya.
Yudi berharap, hasil penelaahan Satgas TPPU bisa dipakai untuk merekomendasikan penegakan hukum ke aparat penegak hukum yang tepat. Dugaan TPPU bisa ditindak oleh KPK, kepolisian, kejaksaan, bahkan dikembalikan lagi oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Harus ada terobosan agar upaya untuk membongkar transaksi mencurigakan itu benar-benar efektif dan efisien.
”Publik tinggal menunggu kerja nyata dari Satgas TPPU ini. Sudah beberapa bulan sejak kasus transaksi janggal ini dibuka ke publik. Tentu harus ada progress-nya jangan hanya menjadi isu belaka,” tegasnya.