271 Napi Korupsi Terima Remisi Lebaran, Salah Satunya Setya Novanto
Bekas Ketua DPR Setya Novanto yang menjadi terpidana kasus korupsi KTP-elektronik mendapatkan remisi khusus Lebaran selama satu bulan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 271 narapidana kasus korupsi mendapat remisi khusus Lebaran 2023. Salah satunya, bekas Ketua DPR Setya Novanto yang menjadi terpidana kasus korupsi KTP-elektronik.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Kusnali mengungkapkan, jumlah warga binaan pemasyarakatan Jawa Barat sebanyak 23.548 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15.408 narapidana memperoleh remisi khusus (RK) I yaitu masih harus menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana sebagian. Sementara itu, 67 narapidana mendapatkan RK II atau langsung bebas.
Adapun narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi sebanyak 271 orang. Sebanyak 208 narapidana Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin mendapatkan remisi khusus I, salah satunya Setya Novanto.
“Pak Setnov (Setya Novanto) (dapat remisi) 1 bulan,” kata Kusnali saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (23/4/2023).
Selain kasus korupsi, sebanyak 7.584 narapidana kasus narkoba, 7 narapidana kasus terorisme, 9 narapidana kasus perdagangan manusia (trafficking), dan 7.604 narapidana kasus pidana umum juga mendapatkan remisi.
Koordinator Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rika Aprianti, mengungkapkan, sebanyak 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam menerima remisi khusus Lebaran 2023. Dari jumlah tersebut, 145.599 di antaranya menerima RK I. Sementara itu, 661 narapidana lainnya menerima RK II.
“Penerima RK Idul Fitri 1444 H ini terdiri dari 79.374 orang pelaku tindak pidana tertentu dan 66.886 orang pelaku tindak pidana umum. Wilayah penerima remisi terbanyak yaitu Sumatra Utara sejumlah 15.515 orang, disusul Jawa Barat sebanyak 15.475 orang, dan Jawa Timur sejumlah 15.408 orang,” kata Rika.
Rika Aprianti mengatakan, pemberian RK Idul Fitri ini merefleksikan Idul Fitri sebagai kemenangan atas perjuangan melawan hawa nafsu. Kemenangan ini juga berlaku bagi narapidana yang dengan serius terus bertobat dan memperbaiki diri.
"Bapak Menteri (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly) menyebut bahwa masa pidana yang dijalani merupakan kesempatan untuk terus introspeksi diri dan sarana untuk mengasah kemampuan spiritual dan intelektual agar menjadi bekal saat warga binaan bebas dari lapas, rutan, atau LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak)," tutur Rika.
Rika menambahkan, pemberian remisi merupakan penghargaan negara kepada narapidana yang selalu berusaha berbuat baik, memperbaiki diri, dan menjadi masyarakat yang berguna. Ia berharap, remisi yang diberikan dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri dan menghindari perbuatan yang melanggar hukum.
Tak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana, kata Rika, pemberian RK Idul Fitri juga dinilai berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72,81 miliar.
Rika melanjutkan, RK yang diterima narapidana merupakan salah satu hasil produk digitalisasi pelayanan publik yang terintegrasi antara Unit Pelaksana Teknis, Kantor Wilayah, dan Ditjenpas. Menurut Rika, pelayanan publik berbasis teknologi informasi yang dikembangkan merupakan salah satu upaya meminimalkan praktik pungutan liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Seperti sudah ditegaskan Bapak Menteri (Yasonna), warga binaan tidak perlu khawatir lagi untuk mendapatkan hak-haknya sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan," tambah Rika.
Rika berpesan kepada seluruh warga binaan agar berperan aktif mengikuti segala bentuk program pembinaan dan menjadi insan yang taat hukum, berakhlak mulia, berbudi luhur, serta berguna bagi pembangunan bangsa.
Untuk diketahui, remisi bagi narapidana koruptor menjadi lebih mudah setelah MA mengabulkan permohonan hak uji materi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Hak-hak Napi pada Oktober 2021. Dalam putusannya, MA menghapuskan syarat justice collaborator (JC) bagi napi koruptor untuk mendapatkan potongan hukuman.
Putusan MA ini kemudian dimasukkan dalam UU Pemasyarakatan yang disahkan pada pertengahan 2022. UU baru itu menegaskan, pemberian hak yang sama bagi seluruh narapidana tanpa terkecuali, termasuk dalam hal remisi. Kemudahan narapidana korupsi memeroleh remisi ini lantas menuai kritik dari sejumlah pihak, terutama kelompok masyarakat sipil. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, misalnya, pernah menyampaikan kemudahan potongan hukuman bagi koruptor merupakan upaya mendegradasi korupsi dari salah satu kejahatan luar biasa.