Survei Praxis: 90,8 Persen Gen Z Belum Puas terhadap Penegakan Hukum
Generasi Z yang lebih muda mengedepankan idealismenya saat menentukan pilihan politik ketimbang generasi Y dan X yang lebih tua. Mereka soroti penegakan hukum yang belum memuaskan seperti penembakan dan narkoba.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 90,8 persen responden generasi Z menganggap penegakan hukum di Indonesia belum memuaskan. Preferensi mereka cukup berbeda dari mayoritas generasi Y dan X yang cenderung menyoroti pembangunan ekonomi nasional. Lebih lanjut, hal ini dinilai akan memengaruhi preferensi kriteria pemimpin pilihan mereka dalam Pemilihan Umum 2024 mendatang.
Hasil itu terungkap dalam survei bertajuk ”Persepsi dan Harapan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik, Kualitas Pemimpin Eksekutif, Legislatif, dan Konten Media” yang dilakukan Praxis pada 13-18 Maret 2023. Generasi (gen) z yang dimaksud berusia 16-25 tahun, sedangkan gen Y berusia 26-39 tahun dan gen X berusia 40-45 tahun. Dalam survei itu, terdapat 1.102 responden pengguna telepon pintar dari 12 provinsi di Indonesia.
Direktur Komunikasi Publik Praxis Sofyan Herbowo mengatakan, gen Z mudah terpengaruh oleh pemberitaan dan situasi nasional terkini. Mereka cenderung mengedepankan idealisme dan menggunakan itu untuk menganalisis keadaan.
”Berdasarkan data ini, kami berasumsi banyak gen Z yang kecewa terhadap aparat penegak hukum (APH), khususnya dalam kasus yang baru-baru terjadi. Hal tersebut berimbas pada ketidakpuasan terhadap kinerja APH,” ujarnya seusai memaparkan hasil survei Praxis di Jakarta, Senin (10/4/2023).
Dalam konteks ini, dia mencontohkan pejabat kepolisian yang terperangkap kasus-kasus seperti penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat dan peredaran narkoba. Para petinggi kepolisian yang seharusnya menjaga nama baik institusinya malah mencederai kepercayaan publik.
Menurut Sofyan, perilaku gen Z ini berbeda dengan generasi lainnya. Kebutuhan hidup mereka masih rendah, tetapi idealismenya sangat tinggi. Selain itu, interaksi langsung antara gen Z dan sistem pemerintahan cenderung minimal. Hal ini membuat gen Z masih berpikir lurus dan perlu diperhatikan kebutuhannya.
Perhatian antargenerasi akan memengaruhi kriteria pemimpin berikutnya yang akan dipilih mereka. Meski tidak disebutkan secara spesifik per generasi, sebesar 62,62 persen responden menginginkan pemimpin eksekutif yang jujur dan berintegritas. Kriteria berikutnya adalah berdasarkan etos kerja dan dedikasi sebesar 40,99 persen, lalu visi dan misi sebesar 39,84 persen.
Sementara gen Y dan X, kata Sofyan, cenderung lebih toleran terhadap perilaku menyimpang para penegak hukum. Nilai moral mereka cenderung menurun dan lebih fokus pada penanganan pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dibuktikan hasil survei Praxis, yakni sebesar 67,15 persen gen Y dan 49,30 gen X merasa bahwa pembangunan ekonomi belum memuaskan.
Lebih jauh, perhatian antargenerasi akan memengaruhi kriteria pemimpin berikutnya yang akan dipilih mereka. Meski tidak disebutkan secara spesifik per generasi, sebesar 62,62 persen responden menginginkan pemimpin eksekutif yang jujur dan berintegritas. Kriteria berikutnya adalah berdasarkan etos kerja dan dedikasi sebesar 40,99 persen, lalu visi dan misi sebesar 39,84 persen.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengutarakan, kepuasan publik tidak dapat diukur secara terpisah menurut generasinya. Ini karena publik merupakan masyarakat multidimensi dan multigenerasi sehingga tolok ukur yang digunakan harus jelas dan relevan.
”Publik mencakup masyarakat yang multidimensi dan multigenerasi. Karena itu, kepuasannya tidak dapat diukur per generasi,” katanya.
Data ini bisa dijadikan gambaran bagi pihak terkait untuk mengantisipasi ataupun mengambil langkah politiknya.
Cakupan provinsi
Menurut Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Agung Laksamana, data ini bisa dijadikan gambaran bagi pihak terkait untuk mengantisipasi ataupun mengambil langkah politiknya. Pemilihan waktu publikasi juga dianggap sudah tepat menjelang pendaftaran peserta pasangan bakal calon presiden-calon wakil presiden beserta legislatif.
Ketua Komisi Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesi Pers Dewan Pers Indonesia Paulus Tri Agung Kristanto menyebutkan, jumlah provinsi responden sebaiknya mencakup seluruh wilayah Indonesia. Hasil survei bisa saja berubah saat melingkupi provinsi lainnya.
”Sayang sekali hanya 12 provinsi. Kalau bisa mencakup semua provinsi yang ada di Indonesia, yakni 38 provinsi,” tuturnya.
Meskipun demikian, lanjut Tri Agung, survei nasional yang berkaitan dengan pemilu juga bisa dilakukan ketika mencakup tujuh provinsi besar. Karena itu, survei Praxis ini sudah laik dan bisa digunakan sebagai gambaran situasi nasional.