Parpol Berupaya Dekati Gen Z, tetapi Strateginya Dinilai Masih Parsial
-
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
Partai politik menyadari besarnya pengaruh generasi Z di Pemilu 2024 sehingga menyiapkan berbagai strategi menyentuh mereka.
Program khusus partai hingga strategi membuka ruang lebih bagi generasi muda duduk di jajaran pengurus partai dilakukan sejumlah partai politik.
Analis politik menilai pertama-tama parpol perlu memiliki pemetaan kebutuhan generasi Z sebelum menyusun program.
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik dinilai belum mampu merespons kecenderungan dan kebutuhan generasi Z secara optimal. Pendekatan yang dilakukan masih berfokus pada gimik, alih-alih mengadaptasi cara pikir pemilih mula secara menyeluruh. Dibutuhkan langkah komprehensif tak hanya untuk menggaet suara, tetapi juga meningkatkan kesadaran politik generasi Z untuk mempersiapkan kepemimpinan masa depan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kebutuhan partai politik (parpol) untuk merespons kecenderungan generasi (gen) Z atau penduduk berusia 17-26 tahun muncul seiring dengan besarnya jumlah pemilih dari gen Z dan Y atau milenial (27-33 tahun) pada Pemilu 2024. Mengacu data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemilu 2024 akan didominasi oleh pemilih berusia 17-40 tahun, yakni sebanyak 107 juta-108 juta penduduk atau sebesar 53-55 persen dari total penduduk Indonesia.
Selain memiliki potensi suara besar, hasil survei Litbang Kompas periode 25 Januari-4 Februari 2023 juga merekam antusiasme gen Z untuk berpartisipasi pada Pemilu 2024. Dari 1.202 responden di 38 provinsi yang disurvei, mayoritas atau 67,8 persen responden menyatakan akan menggunakan hak pilihnya, baik untuk memilih calon presiden (capres), parpol, maupun calon anggota legislatif (caleg).
Preferensi politik gen Z juga tersebar setidaknya ke 15 parpol. Selain sembilan parpol yang ada di parlemen, pilihan mereka juga jatuh ke parpol nonparlemen, yakni Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Gelora, Partai Buruh, Partai Bulan Bintang, dan Partai Hanura. Dari 15 parpol tersebut, tiga di antaranya mendapatkan dukungan terbesar, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P (19,5 persen), Partai Gerindra (17,1 persen), dan Partai Demokrat (10,9 persen).
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (27/2/2023), mengatakan, bersyukur mendapatkan preferensi terbesar dari gen Z. Generasi tersebut merupakan pemilik masa depan yang harus dipersiapkan. Oleh karena itu, PDI-P menerapkan pendidikan politik untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, serta berbagai inovasi. ”Partai selalu berbicara bagaimana menyelesaikan permasalahan saat ini melalui keputusan politik dan meletakkan desain bagi masa depan,” katanya.
Hasto menambahkan, PDI-P juga membuat sejumlah program yang dirancang khusus untuk anak muda. Misalnya, platform kreasi fashion dengan jenama RedMe. Pihaknya juga telah melakukan digitalisasi partai.
Secara terpisah, Deputi Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengungkapkan, milenial dan gen Z merupakan salah satu segmen prioritas yang disasar oleh partainya. Merespons pentingnya keberadaan kelompok pemilih itu, Demokrat memberikan ruang yang signifikan dalam kepengurusan partai.
Pada posisi pimpinan tertinggi, Demokrat kini dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono yang merupakan ketua umum parpol parlemen termuda serta terasosiasi kuat sebagai representasi kaum milenial. ”Rata-rata komposisi personalia kepengurusan Partai Demokrat baik pusat maupun daerah saat ini sekitar 60 persen berusia 30-35 tahun,” katanya.
Parpol berlambang mercy itu juga menyesuaikan metode pendekatan kepada publik dengan preferensi milenial dan gen Z, yakni dengan menggunakan media sosial (medsos). Wacana utama yang dibahas pun terkait dengan kecenderungan utama mereka, yakni tentang ekonomi dan lapangan kerja.
Tak hanya itu, kata Kamhar, pihaknya juga terus berupaya untuk menyerap aspirasi kaum muda di akar rumput. ”Mas Ketum AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) saat ini melakukan gerilya Nusantara, antara lain, dengan berdiskusi dan menyerap aspirasi (pemuda) secara langsung. Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari para selebgram, pengusaha muda, aktivis, sampai perwakilan organisasi mahasiswa,” ujar Kamhar.
Belum menyeluruh
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati melihat, secara umum parpol belum mampu merespons kecenderungan dan kebutuhan gen Z secara menyeluruh. Parpol terlihat masih mencari strategi yang tepat untuk mendekati gen Z.
Adaptasi pola pikir dan pemetaan kebutuhan mereka belum sepenuhnya bisa dilakukan karena ada perbedaan generasi dengan sebagian besar pengurus parpol. Itu terlihat dari kepengurusan parpol yang masih didominasi generasi baby boomers (56-74 tahun) dan gen X (34-55 tahun).
Menurut Wasisto, wacana yang dikemukakan parpol juga belum menyentuh persoalan mendasar yang dibutuhkan gen Z. Sejauh ini, mayoritas parpol baru mengangkat isu seputar lapangan kerja. ”Padahal, wacana yang perlu diangkat adalah tentang kesetaraan dan partisipasi, karena saat ini representasi anak muda di politik praktis masih bernuansa privilese,” ujarnya.
Selain itu, parpol umumnya mencari jalan pintas untuk mendekati gen Z di medsos dengan merekrut figur populer. Meski bisa dilakukan, hal itu sebenarnya tidak cukup.
Wasisto mengusulkan agar parpol mengikuti tren membuat pelatihan membuat konten, mulai dari penyuntingan hingga produksi. Dengan denikian, parpol tidak hanya bisa berinteraksi dengan gen Z, tetapi juga menyisipkan pendidikan politik kepada mereka. ”Setidaknya mereka bisa membuat narasi politik versi gen Z tanpa harus mengikuti arus utama atau hanyut dalam disinformasi,” kata Wasisto.