Di 77 Tahun TNI AU, Meneladani Bapak AURI yang Visioner...
Suryadi Suryadarma tak bisa dipisahkan dari TNI AU yang kini menapaki usia 77 tahun. Pasca-kemerdekaan, Suryadarma menempatkan AURI sebagai institusi mandiri, sejajar dengan Angkatan Darat. Langkah visioner di masanya.
Pada Minggu (9/4/2023) ini, TNI Angkatan Udara menapaki usia 77 tahun. Marsekal (Purn) Suryadi Suryadarma merupakan tokoh yang sangat lekat dengan eksistensi pasukan udara, penjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Pasca-kemerdekaan RI, Suryadarma menempatkan AURI sebagai institusi mandiri yang sejajar dengan Angkatan Darat dan Angkatan Laut, langkah visioner di masanya.
Heroik dan memiliki semangat juang menjadi gambaran atas Marsekal (Purn) Suryadi Suryadarma yang tertanam di benak Sersan Mayor Mohammad Rafli As Syawal Putra (19). Keduanya berbeda generasi. Namun, bagi Rafli, siswa Sekolah Penerbang Angkatan-100 Skadron Pendidikan 105 itu, sosok Suryadarma sangat menginspirasi.
Saat ditemui di Skuadron Pendidikan 105, Pangkalan TNI AU Suryadarma, Subang, Jawa Barat, Kamis (6/4/2023), Rafli mengaku tak menyangka bisa belajar di tempat yang sama dengan Suryadi Suryadarma, Bapak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) itu.
Lanud tertua yang dibangun sejak 1914 dan digunakan oleh Angkatan Udara Belanda itu semula bernama Lanud Kalijati. Di Lanud ini juga berdiri Sekolah Penerbang Kalijati, tempat Suryadarma menempuh pendidikan penerbang pada era kolonial. Pada 2001, setahun setelah Suryadarma dikukuhkan sebagai Bapak AURI, nama Lanud Kalijati diubah menjadi Lanud Suryadarma. Sebagian besar bangunan peninggalan Belanda masih dipertahankan, termasuk hanggar di Skuadron Pendidikan (Skadik) 105.
Bagi Rafli, peran Suryadarma membangun AURI di tengah keterbatasan pada awal kemerdekaan merupakan contoh semangat juang yang penting untuk diteladani. Apalagi, Suryadarma yang menjabat sebagai Kepala Staf TRI Angkatan Udara pertama itu juga mampu membawa AURI menjadi kekuatan yang disegani di kawasan. ”Jadi, kalau Marsekal Suryadarma bisa membuat hal besar yang tidak semua orang bisa lakukan di zaman dulu, kenapa saya tidak bisa,” ujarnya.
Setelah Indonesia merdeka, Suryadarma merupakan salah satu tokoh yang diberi mandat oleh Presiden Soekarno untuk mengonsolidasikan kelompok-kelompok Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan para pejuang yang masih tergabung dalam laskar-laskar. Para pejuang itu diajak untuk melebur ke dalam wadah resmi yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang didirikan pada 5 Oktober 1945.
Baca juga: TNI AU Segera Diperkuat Dua Helikopter Caracal Baru
Suryadarma pun mengusulkan pembentukan TKR Djawatan Penerbangan karena para pejuang menemukan sejumlah pesawat bekas AU Jepang di beberapa tempat di Pulau Jawa, antara lain Madiun, Malang, dan Semarang. Ide tersebut disetujui pemerintah. Setelah beberapa kali dibahas, pada 9 April 1946, melalui Penetapan Presiden Nomor 6/SD/1946, TKR Djawatan Penerbangan diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) AU. Suryadarma yang berpangkat Komodor Udara pun ditetapkan sebagai Kepala Staf TRI AU pada usia 34 tahun.
Dalam penyusunan organisasi, Suryadarma menempatkan AURI sebagai institusi mandiri yang sejajar dengan Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Gagasan tersebut melampaui zaman karena model pengorganisasian AU secara mandiri baru dilakukan oleh Royal Air Force (RAF), Inggris. Sementara AU di negara lain, termasuk Belanda dan Amerika Serikat, masih berada di bawah Angkatan Darat. Oleh karena itu, AURI merupakan salah satu AU mandiri yang paling awal didirikan di dunia (Kompas, 8/4/2002).
Didampingi tentara-tentara muda dan progresif pada zamannya, antara lain Abdul Rahman Saleh, Iswahjudi, Adi Sutjipto, Halim Perdanakusuma, Suryadarma juga mulai meletakkan dasar pengadaan penerbang dengan membentuk Sekolah Penerbang di Maguwo. Perawatan pesawat-pesawat peninggalan AU Jepang yang ada juga mulai dilakukan.
Tak hanya itu, pembangunan di bidang komunikasi juga dilakukan dengan membangun sistem Perhubungan Radio AURI hingga memiliki jejaring radio di seluruh wilayah RI. Jaringan komunikasi yang luas ini berperan signifikan pada masa Perang Kemerdekaan ketika Belanda mencoba kembali menjajah Indonesia. Dengan memanfatkan jaringan tersebut, para pemimpin Indonesia yang lokasinya tersebar karena ditawan atau diasingkan bisa tetap saling berhubungan.
Eksistensi AURI
Semangat untuk membangun AU yang modern diwujudkan pula oleh Suryadarma dengan memerintahkan beberapa operasi udara secara gerilya untuk menunjukkan eksistensi RI di mata dunia. Hal itu penting karena setelah Perang Dunia II berakhir, ada nuansa bahwa kemampuan mengoperasikan peralatan perang udara sejalan dengan majunya sebuah bangsa. Adapun operasi udara pertama terjadi pada 29 Juli 1947 ketika empat kadet AURI meledakkan pangkalan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Buku Sejarah TNI AU Jilid I (1945-1949), 2004, mencatat, serangan udara itu dilakukan menggunakan pesawat tempur dan pengebom peninggalan AU Jepang yang sebagian rusak, yakni Hayabusha dan Guntei. Dua pesawat lainnya adalah pesawat latih jenis Yokosuka K5Y1 yang dikenal dengan nama cureng.
Suryadarma menempatkan AURI sebagai institusi mandiri yang sejajar dengan Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Gagasan tersebut melampaui zaman.
Baca juga: Mengintip Skadik 105, Penghasil Penerbang Helikopter TNI AU
Dengan keterbatasan pesawat dan operator misi yang masih berstatus sebagai kadet, tujuan operasi ini bukan semata-mata untuk menghancurkan kekuatan lawan, melainkan membangkitkan semangat para pejuang kemerdekaan. Eksistensi AURI juga diakui di kancah internasional, salah satunya terbukti dari pemberitaan radio Singapura yang menjadikan peristiwa tersebut sebagai berita utama di harian tersebut.
”Operasi udara ini ditinjau dari sisi militer tidak akan membawa pengaruh yang menakjubkan. Namun, jika dilihat dari sejarah perjuangan, pertama, kegiatan tersebut dapat menggugah semangat juang. Kedua, serangan itu memperlihatkan kehadiran AU suatu bentuk lain dari perwujudan operasi ini adalah pelaksanaan perlawanan gerilya dengan sarana matra udara,” ujar Suryadarma dikutip dari buku Sejarah TNI AU Jilid I (1945-1949).
Setelah operasi udara pertama itu, operasi-operasi lainnya menyusul dilakukan baik untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kedaulatan negara dari gerakan separatis. Di bidang organisasi, AURI di bawah kepemimpinan Suryadarma hingga tahun 1962 juga terus dikembangkan. Misalnya dengan pembangunan Sekolah Ilmu Siasat, Akademi Angkatan Udara, Djawatan Penerbangan Sipil, Djawatan Angkatan Udara Militer, serta perintisan industri pesawat udara. Seluruh pengembangan tersebut membuat AURI menjadi salah satu kekuatan udara yang disegani di bumi selatan.
Pembangunan kekuatan udara Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran Suryadarma. KSAU pertama dan Bapak AURI itu lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Desember 1912, dengan nama lengkap Elang Soerjadi Soerjadarma. Sebagai bagian dari keluarga Keraton Kanoman, Cirebon, ia berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah Eropa.
Suryadarma memulai pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS) lalu melanjutkan ke Hogere Burgerschool (HBS) dan Koning Willem School (KWS) di Batavia. Ia juga bersekolah di akademi militer Koninklijke Militaire Academie (KMA) di Breda, Belanda, untuk menjadi perwira militer. Namun, menjadi perwira militer bukanlah tujuan utama Suryadarma. Itu hanyalah pintu masuk agar ia bisa memenuhi syarat masuk Sekolah Penerbang Militer di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Sebab, kala itu belum ada sekolah penerbang sipil, sedangkan Suryadarma bercita-cita menjadi pilot.
Niat bersekolah di KMA ditentang oleh kakeknya, Boy Suryadarma, seorang dokter yang juga anggota Boedi Oetomo, organisasi pergerakan tertua yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun, berkat belajar di Belanda, Suryadarma mulai memahami strategi Belanda dalam mempertahankan wilayah koloni dan mengeruk kekayaan tanah jajahan demi kemakmuran negaranya sendiri.
”Suryadarma mulai mengalami perang batin di dalam dirinya, sebagai seorang pemuda bangsa Indonesia, ia malah mengikuti pendidikan untuk menjadi tentara Belanda yang diajarkan bagaimana menindas dan memecah belah bangsanya sendiri,” tulis Adityawarman Suryadarma, putra bungsu Suryadarma, dalam buku Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, 2017.
KSAU pertama dan Bapak AURI itu lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Desember 1912, dengan nama lengkap Elang Soerjadi Soerjadarma.
Baca juga: Ikhtiar TNI AU Membangkitkan Nasionalisme dari Angkasa
Sekalipun hatinya bergejolak, Suryadarma tetap menyelesaikan pendidikan militer selama tiga tahun. Di Tanah Air, dengan kepiawaiannya, Suryadarma pernah mengemban misi operasi penyerangan 50 kapal perang Jepang di perairan Tarakan, Kalimantan Utara, pada 13 Januari 1942. Peristiwa itu dicatat sebagai operasi militer Belanda paling sukses selama Perang Dunia II. Suryadarma pun dianugerahi Het Bronzen Kruis, tanda jasa khusus militer untuk menghargai keberanian luar biasa prajurit saat melawan musuh.
Ketika kolonialisme Belanda berpindah ke pendudukan Jepang, Suryadarma mulai mendukung pergerakan nasional, membantu pejuang kemerdekaan membuat surat jalan palsu untuk melancarkan aktivitas mereka, juga memantau perkembangan berita tentang Perang Dunia II. Sejak itu mulai muncul radio-radio gelap yang menyiarkan seruan untuk merdeka kepada para tokoh pergerakan.
Usulan sebagai pahlawan
Sejumlah peran Suryadarma baik dalam membangun AURI maupun mempertahankan kemerdekaan mendorong TNI AU untuk mengusulkannya untuk menjadi pahlawan nasional melalui Pemerintah Kota Cirebon, mengingat Suryadarma merupakan keluarga Keraton Kanoman, Cirebon. ”Pak Suryadarma itu sangat visioner, termasuk bagaimana beliau membangun AURI sebagai organisasi yang mandiri merujuk RAF saat itu. Padahal, AU di negara-negara lain masih berada di bawah Angkatan Darat,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah.
Namun, upaya itu masih hadapi kendala. Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Makam Pahlawan dan Nilai-nilai Kepahlawanan pada Dinas Sosial Kota Cirebon, Asep Leksana mengatakan, ada sejumlah dokumen yang perlu dilengkapi seperti naskah akademik dan foto Suryadarma yang ditandatangani oleh ahli waris. Sejumlah dokumen itu juga belum diterima Pemkot Cirebon sekalipun sudah berkoordinasi dengan TNI AU. Padahal, tenggat pengusulan gelar tersebut di Kementerian Sosial berakhir pada Maret lalu.
Asep pun mengusulkan agar usulan Suryadarma sebagai pahlawan diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena Suryadarma dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Selain itu, Pemprov DKI memiliki anggaran lebih besar ketimbang Pemerintah Kota Cirebon.
Meski belum ada titik terang dalam pengajuan gelar pahlawan nasional, sejarah hidup dan peran Suryadarma menjadi pengingat, bangsa ini dibangun dengan semangat para pemuda yang tak mudah padam menghadapi berbagai tantangan. Daya juang anak bangsa yang mampu membuktikan bahwa Indonesia setara dengan bangsa-bangsa lainnya di seluruh belahan dunia.