Mengintip Skadik 105, Penghasil Penerbang Helikopter TNI AU
Skadik 105 merupakan skadron baru yang terbentuk dari pecahan fungsi Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma, Subang. Meski baru sekitar enam bulan beroperasi, Skadik 105 memiliki 30 siswa dari dua angkatan sekolah penerbangan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Ritual awal para pilot dan kopilot anggota tim Dynamic Pegasus sebelum beratraksi di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Subang, Jawa Barat, Kamis (2/3/2023).
Enam pilot berkumpul di depan hanggar Skadron Udara 7 Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Subang, Jawa Barat, Kamis (2/3/2023). Mereka lalu kompak berteriak; ”Pegasus!” Keenam pilot itu merupakan bagian dari Dynamic Pegasus yang dikenal sebagai tim atraksi helikopter tipe EC 120B Colibri.
Perlahan mereka melangkah menuju helikopter masing-masing. Ada tiga helikopter yang dioperasikan untuk atraksi itu. Tiap helikopter dikendalikan seorang pilot dan seorang kopilot. Masing-masing dari pilot yang terlibat di Dynamic Pegasus itu memiliki lebih dari 3.000 jam terbang.
Para siswa Skadron Pendidikan (Skadik) 105, Lanud Sudyadarma, hanya menatap senior mereka dari jauh. Pakaian kerja oranye yang mereka kenakan sangat mencolok. Beberapa di antara mereka berlarian menuju tiga helikopter untuk membantu pemeriksaan sesaat sebelum mengudara.
Tiga orang marshaller–juru parkir pesawat–berpakaian loreng biru juga ikut belari kemudian berdiri di depan setiap helikopter. Mereka lalu mulai bekerja. Liukan tangan dan kuda-kuda kaki disiapkan. Sesekali mereka memukul dan menendang udara seolah sedang bertarung.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Marshaller atau juru parkir pesawat (kanan) beraksi di depan helikopter EC 120B Colibri di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Subang, Jawa Barat, Kamis (2/3/2023).
Sesaat kemudian, bilah baling setiap helikopter memutar, semakin lama kian cepat. Marshaller mengayunkan tangannya ke langit dan tiga helikopter itu serempak naik. Atraksi pertama Dynamic Pegasus, dibuka dengan tiga helikopter yang bergoyang-goyang–disebut sebagai ground show. Selanjutnya, helikopter pimpinan tim atraksi berputar setengah lingkaran secara horizontal lalu mengudara bersamaan.
Pada ketinggian 500 kaki (sekitar 150 meter), tim Dynamic Pegasus memulai atraksi. Karena hanya tiga helikopter yang terlibat, mereka hanya dapat melakukan formasi-v, gerakan menyilang (Pegasus Cross), manuver solo, memutar berhadapan seperti kincir (windmill), dan Pegasus Kiss. ”Keren,” ucap seorang peserta rombongan acara Airmen Tour dan Joy Report 2023 yang diselenggarakan TNI Angkatan Udara (AU).
Kata itu terucap saat atraksi Pegasus Kiss. Dua helikopter saling berhadapan, bergerak mendekat layaknya pasangan berciuman. Jarak baling-baling keduanya cukup pendek.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Formasi V yang ditampilkan tiga helikopter tim Dynamic Pegasus.
Komandan Skadron Udara 7 Letnan Kolonel (Pnb) Taufik ”Perisai” Agus Hidayat mengatakan, Helikopter EC 120B Colibri pada dasarnya berfungsi untuk operasi khusus. Ini seperti mengangkut orang penting dan mendistribusikan muatan ke daerah terpencil.
Hal inilah, kata Taufik, yang perlu dipahami para siswa yang memantau dari kejauhan. Meski hanya sekadar melihat, mereka dapat belajar bahwa EC 120B Colibri dapat gesit bergerak di udara. Manuvernya lincah seolah tak terpengaruh hambatan.
Penghasil penerbang
Komandan Skadron Pendidikan 105 Lanud Suryadarma, Letnan Kolonel (Pnb) Zen MAP, menyatakan, helikopter jenis Colibri hanya sebagai ilmu dasar penerbangan yang dapat diaplikasikan pada helikopter lainnya.
Adapun Skadik 105 merupakan skadron baru yang terbentuk dari pecahan fungsi Skadron Udara 7. Skadron ini diresmikan pada 1 September 2022. Awalnya, Skadron Udara 7 yang memegang peran operasional dan pendidikan. Karena itu, terbentuknya Skadik 105 merupakan awal baru perkembangan ”percetakan” pilot helikopter di Tanah Air.
Meski baru sekitar enam bulan beroperasi, Skadik 105 memiliki 30 siswa dari dua angkatan sekolah penerbangan (Sekbang). Dari jumlah itu, sebanyak 11 siswa dari Sekbang 102 Akademi Angkatan Udara (AAU) dan 19 siswa Sekbang 100 dari Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP). Dari 30 siswa itu, ada satu siswa merupakan wanita angkatan udara (Wara). Dalam proses pendidikan, kata Zen, tak ada perbedaan perlakuan antarjender. Mulai dari hak, kewajiban, hingga hukuman semua dianggap setara. Hanya toilet dan kamar tidur yang berbeda.
Para siswa mendengarkan arahan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Subang, Jawa Barat, Kamis (2/3/2023).
Untuk menempuh pendidikan di Skadik 105, setiap siswa perlu mendapatkan 100 jam terbang dengan pesawat Grob G-120 TP-A di Lanud Adisucipto, DI Yogyakarta. Setelah itu mereka baru bisa belajar menerbangkan pesawat sayap-putar (rotary-wing).
Selain metode penerbangan, tak ada perbedaan signifikan antara pesawat sayap-tetap dan sayap-putar. Namun, tak ada jaminan pilot yang mahir menerbangkan pesawat sayap-tetap akan baik pula dalam mengoperasikan sayap-putar. Hal ini juga berlaku untuk sebaliknya.
Seluruh tantangan diharapkan tak jadi penghalang para siswa untuk belajar menjadi pilot helikopter andal. Skadik 105 menjadi ruang mereka ditempa. Tahap pendidikan memungkinkan tak semua siswa lulus dan menjadi pilot. Masih ada peluang gagal, tak lulus, dan dikembalikan sebagai sipil atau mengulang sekolah.
Menurut Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah, ruang pendidikan calon penerbang harus diperluas. Ini karena setiap pilot membutuhkan jam terbang untuk meningkatkan kapasitasnya.
”Dari segi jumlah helikopter (EC 120B Colibri) masih cukup untuk digunakan seluruh siswa. Belum ada rencana untuk ditambah (jumlahnya),” ungkap Indan.
Total ada 11 unit helikopter EC 120B Colibri di Lanud Suryadarma–gabungan Skadron Udara 7 dan Skadik 105. Dari jumlah itu, Skadik 105 hanya memiliki lima unit helikopter.