Telusuri Asal Kekayaan, KPK Klarifikasi Sekda Riau dan Pegawai Pajak
Sekda Riau SF Hariyanto dan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Budi Saptaji, memenuhi panggilan KPK untuk mengklarifikasi LHKPN.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi mengklarifikasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN terus berlanjut. Kali ini giliran Sekretaris Daerah Provinsi Riau SF Hariyanto; Penjabat Bupati Bombana, Sulawesi Tenggara, Burhanuddin; dan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Budi Saptaji. Hariyanto dan Burhanuddin diklarifikasi setelah istri mereka viral memamerkan kekayaan di media sosial, sedangkan Budi dimintai penjelasan karena memiliki saham di sebuah perusahaan konsultan pajak.
Namun, hingga Kamis (6/4/2023) petang, hanya Hariyanto dan Budi yang datang memenuhi panggilan klarifikasi KPK. Hariyanto tiba di Gedung Merah-Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 08.30 dan baru keluar dari ruang pemeriksaan pada pukul 15.21. Adapun Budi datang ke KPK sekitar pukul 09.00 dan baru keluar pukul 16.00.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, Hariyanto dan Burhanuddin dijadwalkan diperiksa terkait jabatan keduanya yang pernah di dinas pekerjaan umum dan penataan ruang. KPK tidak hanya menyoroti terkait hartanya yang viral di media sosial, tetapi juga melihat jabatan sebelumnya yang berisiko melakukan pelanggaran.
Sebelumnya, Hariyanto menjadi sorotan lantaran istrinya, Adrias Hariyanto, kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial. Adrias kerap mengunggah foto dirinya yang berpose dengan menggunakan barang-barang dari jenama terkenal di luar negeri. Tak hanya itu, perayaan ulang tahun anaknya di sebuah hotel di Riau juga menjadi sorotan.
Seusai pemeriksaan, Hariyanto irit bicara. Ia hanya menyampaikan bahwa ia sudah memberikan klarifikasi terkait harta kekayaan yang dilaporkannya dalam LHKPN dan meminta wartawan untuk bertanya ke KPK terkait materi yang diklarifikasi.
Saham perusahaan konsultan
Sementara itu, Budi, menurut Pahala, diklarifikasi terkait kepemilikan saham di perusahaan konsultan pajak bersama dengan Dendy Heryanto yang merupakan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Ditjen Pajak. Adapun Dendy telah diklarifikasi pada Rabu (5/4/2023) bersama dengan Wita Widarty yang menjabat sebagai pemeriksa pajak. Wita juga diduga memiliki saham di perusahaan konsultan pajak atas nama suaminya.
Kepemilikan perusahaan konsultan pajak berisiko tinggi karena mereka berinteraksi dengan wajib pajak. Ketika ada niat buruk, mereka menggunakan perusahaannya untuk menghilangkan jejak saat ada wajib pajak yang mau menyuap petugas pajak.
Sebelumnya, Pahala mengungkapkan, Dendy dan Wita merupakan bagian dari 134 pegawai pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan. Dua orang tersebut lebih berisiko karena memiliki perusahaan konsultan pajak sehingga perlu diklarifikasi. Dalam proses klarifikasi itu, KPK menelusuri siapa saja kliennya.
Saat ini, KPK juga tengah menangani dugaan gratifikasi yang melibatkan bekas pejabat eselon III Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Ia disangka menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak sebagai kompensasi atas pengaturan pemeriksaan pajak. Sebagai bukti permulaan, penyidik KPK menemukan adanya aliran gratifikasi sekitar 90.000 dollar AS ke perusahaan konsultan pajak milik Rafael, yaitu PT Artha Mega Ekadhana.
Pahala mengatakan, berkaca dari kasus Rafael, KPK mengklarifikasi LHKPN milik Budi, Dendy, dan Wita. Mereka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan cara membuka perusahaan konsultan pajak.
Menurut Pahala, kepemilikan perusahaan konsultan pajak berisiko tinggi karena mereka berinteraksi dengan wajib pajak. Ketika ada niat buruk, mereka menggunakan perusahaannya untuk menghilangkan jejaknya saat ada wajib pajak yang mau menyuap petugas pajak.
Oleh karena itu, KPK berharap ada aturan yang jelas terhadap pegawai negeri yang berbisnis. ”Kalau dari KPK maunya dilarang, sekalian saja. Jangan dibilang yang ini tidak boleh. Itu tafsirnya susah,” kata Pahala. Ia juga mengharapkan pengawasan dari inspektorat berjalan. Mereka mudah terdeteksi dari informasi yang ada di sekitarnya.
Usai diklarifikasi, Budi enggan merespons pertanyaan wartawan terkait dengan kepemilikan saham di perusahaan konsultan pajak Dendy.
Secara terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, Inspektorat Jenderal Kemenkeu sudah memanggil Dendy serta Wita untuk diklarifikasi dan mereka memenuhi panggilan. Saat ditanya terkait dengan Budi, Prastowo tidak menjawab.
Menurut Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Misbakhul Hasan, penggunaan perusahaan menjadi salah satu modus pegawai pajak mendapatkan gratifikasi dari wajib pajak.
Dalam kasus Rafael, misalnya, ia mampu membuat perusahaan konsultan pajak. Menurut Misbakhul, Rafael sudah memiliki pangsa yang cukup banyak. Karena itu, KPK harus menelusuri perusahaan mana saja yang selama ini mendapatkan jasa konsultasi pajak milik Rafael dan kawan-kawannya.
Misbakhul juga meyakini, Rafael bekerja tidak sendirian dalam menjalankan aksinya. Karena itu, KPK dan Itjen Kemenkeu perlu mengembangkan kasus ini, terutama kepada pejabat Kemenkeu yang kenaikan kekayaannya sangat fantastis.