Berbekal posisi sebagai penyidik PNS, Rafael diduga menerima gratifikasi dari wajib pajak dengan laporan perpajakan yang tak sesuai dengan ketentuan. Praktik itu dilakukan sejak 2011.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terhitung Senin (3/4/2023), bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, tersangka dugaan penerimaan gratifikasi, ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Dia diduga telah menerima gratifikasi sejak menjabat sebagai penyidik pegawai negeri sipil di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I pada 2011.
Dengan fungsinya sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tersebut, Rafael diduga menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian beberapa pemeriksaan perpajakan yang dilakukan. Sebagai bukti permulaan, tim penyidik KPK menemukan adanya aliran gratifikasi sekitar 90.000 dollar AS ke perusahaan konsultan pajak milik Rafael, yaitu PT Artha Mega Ekadhana (AME).
Dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, praktik penerimaan gratifikasi diduga telah dilakukan Rafael sejak ia menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jatim I pada 2011. “Dengan jabatannya itu, diduga RAT (Rafael) menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” kata Firli.
Rafael diduga aktif merekomendasikan setiap wajib pajak yang mengalami masalah dalam proses penyelesaian pajaknya untuk berkonsultasi ke PT Artha Mega Ekadhana miliknya.
Menurut Firli, Rafael telah diangkat sebagai PPNS sejak 2005. Sebagai PPNS, Rafael memiliki kewenangan, antara lain, meneliti dan memeriksa temuan perpajakan dari wajib pajak yang tidak sesuai kententuan.
Dengan jabatannya itu, setidaknya terhitung sejak 2011, Rafael diduga aktif merekomendasikan setiap wajib pajak yang mengalami masalah dalam proses penyelesaian pajaknya untuk berkonsultasi ke PT AME miliknya. Perusahaan konsultan pajak itu merupakan salah satu dari sejumlah perusahaan yang dimiliki Rafael.
Dalam kasus ini, penyidik KPK telah menggeledah rumah Rafael di Simprug Golf, Jakarta Selatan. Dari sana ditemukan dompet, ikat pinggang, jam tangan, tas, perhiasan, dan sepeda, serta uang dengan pecahan mata uang rupiah. KPK juga menyita uang sekitar Rp 32,2 miliar yang tersimpan dalam safe deposit box (SDB) atau kotak penyimpanan harta milik Rafael di salah satu bank dalam bentuk mata uang dollar AS, dollar Singapura, dan euro.
Rafael yang diperiksa KPK sebagai buntut kasus penganiayaan anaknya terhadap seorang remaja ini enggan menjawab pertanyaan wartawan. Seusai dihadirkan dalam jumpa pers, ia langsung berjalan memasuki mobil tahanan KPK. Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Rafael mengaku tidak mengetahui kesalahannya di mana. Ia siap menjelaskan asal-usul asetnya, salah satunya berasal dari warisan orangtuanya.
Dilanjut pencucian uang
Firli menegaskan, penanganan kasus ini belum selesai. KPK akan memeriksa korporasi atau perseorangan yang berhubungan dengan Rafael. KPK juga akan menerapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi yang ada.
Menurut pengajar Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, pengawasan di Ditjen Pajak masih lemah, khususnya dari pengawas internal. ”Jangan sampai persoalan ini terus dibiarkan yang akan terus memperburuk kepercayaan publik kepada Ditjen Pajak,” ucapnya.
Selain memberikan efek jera, Gitadi menegaskan, perlu ada rotasi jabatan. Sebab, ketika sudah terlalu lama menjabat, orang tersebut mempunyai kekuatan melakukan korupsi. ”Saat ini waktu yang tepat untuk melakukan reformasi birokrasi, khususnya di Ditjen Pajak,” ujarnya.
Bahkan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman meyakini ada pihak-pihak lain di Ditjen Pajak yang mengetahui praktik yang dilakukan Rafael. Sebab, menurut Boyamin, ada pola pengawasan dalam sistem pemungutan pajak sehingga tidak mungkin mulus jika dilakukan sendiri. “KPK harus mengembangkan kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat karena tidak mungkin hanya RAT (Rafael) sendirian dalam melakukan aksinya,” kata Boyamin.
Kompas sudah meminta tanggapan kepada Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo terkait pengawasan dari aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dan perbaikan integritas PPNS, tetapi tidak direspons.
Bahkan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman meyakini ada pihak-pihak lain di Ditjen Pajak yang mengetahui praktik yang dilakukan Rafael.
Pemeriksaan PLH Minerba
KPK juga telah memeriksa Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Idris F Sihite terkait dugaan korupsi dengan cara memanipulasi laporan tunjangan kinerja pegawai di Kementerian ESDM. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, Idris diperiksa sebagai saksi.
Sebelumnya, KPK mengungkap adanya dugaan kelebihan uang di Kementerian ESDM yang dikorupsi. Cara untuk menguasai uang itu adalah dengan menambahkan jumlah tunjangan kinerja kepada sejumlah pegawai di kementerian itu. Tambahan tunjangan kinerja itu yang diambil oleh pelaku.
Setelah diperiksa KPK, Idris mengakui dirinya hadir sebagai saksi untuk perkara dugaan korupsi penyaluran tunjangan kinerja di Ditjen Minerba. ”Saya sebagai warga negera yang baik memberikan keterangan sesuai dengan pengetahuan yang saya alami, saya dengar sendiri terkait dengan korupsi tukin (tunjangan kinerja),” kata Idris.
Ia juga mengakui sudah dikonfirmasi terkait penggeledahan di apartemennya. Namun, Idris meminta wartawan untuk menanyakan kepada penyidik terkait dengan temuan uang Rp 1,3 miliar di apartemennya. Temuan uang itu sebelumnya diungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur.
Selain memeriksa Idris, KPK juga telah menetapkan 10 tersangka yang semuanya dari Ditjen Minerba. KPK juga mencegah 10 aparatur sipil negara di kementerian itu bepergian ke luar negeri. Ali mengungkapkan, tujuan pencegahan ini dilakukan agar mereka kooperatif hadir sesuai jadwal pemeriksaan yang diagendakan tim penyidik.