Ditetapkan Tersangka, Rafael Alun Diduga Terima Gratifikasi Selama 12 Tahun
Rafael Alun diduga menerima gratifikasi hingga puluhan miliar rupiah. Ia menggunakan perusahaan konsultan pajak untuk menyamarkan gratifikasi yang diperolehnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo (kiri), selesai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (1/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, sebagai tersangka. Rafael diduga menerima gratifikasi hingga puluhan miliar selama 12 tahun.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan perihal informasi penetapan tersangka terhadap Rafael. Rafael yang menjadi pemeriksa pajak diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah. Namun, ia belum bisa menjelaskan jumlah detail uang yang diterima Rafael dan pihak yang memberikan gratifikasi karena masih didalami penyidik.
”Benar, sebagai tindak lanjut komitmen KPK dalam penuntasan setiap kasus, saat ini berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK telah meningkatkan pada proses penyidikan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI tahun 2011 sampai dengan 2023,” kata Ali, Kamis (30/3/2023).
Penyidik pun disebutnya telah menggeledah rumah tersangka.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri
Saat ini, tim penyidik masih terus mengumpulkan alat bukti. KPK berharap dukungan masyarakat untuk mengawal dan memberikan data ataupun informasi untuk memperkuat proses penyidikan perkara ini sehingga dapat dibuktikan di persidangan.
KPK akan memanggil sejumlah saksi, termasuk istri Rafael, Ernie Meike, yang sudah pernah diperiksa bersama Rafael pada 24 Maret 2023. Sebelum memanggil saksi, KPK perlu menganalisis fakta-fakta yang ada. Dalam penyidikan, KPK akan mencegah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka bepergian ke luar negeri.
Saat dikonfirmasi, Kepala Sub-bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Achmad Nur Saleh mengatakan, Rafael belum dicegah ke luar negeri.
Bukan hanya kali ini kasus penerimaan gratifikasi atau suap pada pejabat Ditjen Pajak terjadi. Pada 2016, KPK pernah menangkap Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno karena menerima suap dari Presiden Direktur PT EK Prima Raj Rajamohanan Nair. Handang divonis 10 tahun penjara.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) tertawa saat mendengar pertanyaan wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menambahkan, Rafael bersama dengan temannya membuat perusahaan konsultan pajak. Perusahaan tersebut diduga digunakan Rafael untuk menyamarkan gratifikasi selama 12 tahun.
Ia mengungkapkan, jumlah gratifikasi yang diduga diterima Rafael mencapai puluhan miliar rupiah. Uang tersebut disimpan di safe deposit box (SDB) atau kotak penyimpanan harta milik Rafael. Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir SDB Rafael yang di dalamnya terdapat uang Rp 37 miliar.
Dalam membongkar kasus ini, KPK menyesuaikan dengan perkara-perkara yang ditangani Rafael. Dalam penggeledahan yang dilakukan KPK, kata Asep, ditemukan beberapa barang mewah.
Kompas sudah meminta tanggapan Rafael terkait penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK, tetapi yang bersangkutan tidak memberi respons.
Direktur Eksekutif Kemitraan dan mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif
Direktur Eksekutif Kemitraan yang juga Wakil Ketua KPK 2015-2019 Laode M Syarif mengungkapkan, persoalan suap dan gratifikasi pada pejabat pajak kerap terjadi karena integritas pegawai pajak yang buruk dan kurangnya pengawasan internal dari Dirjen Pajak dan Kementerian Keuangan. Selain itu, wajib pajak yang selalu ingin membayar pajak kurang dari yang seharusnya dan sistem di Ditjen Pajak yang kolutif.