Dengan adanya kesepakatan di tingkat pertama di Komisi II DPR berarti tinggal satu langkah lagi Perppu Pemilu disetujui menjadi Undang-Undang.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sehari setelah pembukaan Masa Persidangan IV Tahun 2022-2023, sembilan fraksi partai politik di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui untuk menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemilu dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu. Perppu tersebut juga akan segera dibawa ke pembicaraan tingkat dua, yakni dalam Rapat Paripurna DPR untuk meminta persetujuan pengesahan perppu sebagai undang-undang.
Pengambilan keputusan tingkat satu terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perppu Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Perppu Pemilu) di ruang rapat Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/3/2023), berlangsung singkat, tak lebih dari dua jam. Rapat diawali dengan pemaparan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tentang substansi perppu dan tindak lanjut yang dilakukan pemerintah setelah menerbitkannya. Setelah mendengarkan pemaparan dan pandangan sejumlah anggota Komisi II, rapat dilanjutkan dengan penyampaian pandangan akhir mini fraksi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari sembilan fraksi partai politik (parpol) di Komisi II DPR, seluruhnya menyatakan menerima Perppu dan menyetujuinya untuk dibawa ke pembicaraan tingkat dua pada sidang paripurna. Namun, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyetujui dengan catatan.
Pengambilan keputusan sempat terkendala karena anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra (F-Gerindra), Difriadi, mengatakan, belum mendapatkan mandat untuk menyampaikan sikap fraksi. Ia pun menyatakan, akan menyusulkan pandangan F-Gerindra secara tertulis. Namun, sikap itu berubah saat Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Junimart Girsang menelepon Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR dari F-Gerindra. ”Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memberikan informasi ke saya bahwa Gerindra ikut menyetujui Perppu ini,” kata Junimart.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menjelaskan, kehadiran Perppu Pemilu merupakan konsekuensi dari pembentukan empat provinsi baru di Papua. Diperlukan perubahan aturan terkait dengan penyelenggaraan pemilu di empat provinsi baru tersebut. ”Alhamdulillah, ini hari kedua setelah kemarin kita pembukaan masa sidang. Hari ini langsung kami bahas dan tadi semua fraksi menyetujui, tinggal nanti kami teruskan ke pimpinan DPR untuk diminta dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) dan diajukan ke rapat paripurna untuk disetujui pada tingkat dua,” katanya.
Adapun Tito Karnavian berterima kasih kepada seluruh fraksi yang menyetujui Perppu Pemilu. Sebab, jika perppu ditolak oleh DPR, maka bisa berdampak pada tahapan pemilu. Salah satunya tidak akan ada parpol yang lolos sebagai peserta pemilu mengingat Perppu mengatur pengecualian persyaratan kepengurusan dan kantor tetap parpol pada tingkat provinsi di empat daerah otonom baru (DOB). Tanpa Perppu tersebut, tidak ada parpol yang memenuhi syarat mengingat belum ada kepengurusan dan kantor di DOB.
Dengan dinyatakan Perppu ini disetujui dan diterima, maka tahapan pemilu ini tetap berjalan sesuai dengan tahapan yang sudah diatur oleh KPU.
Seandainya Perppu tersebut ditolak, lanjutnya, pemerintah akan mengeluarkan peraturan untuk menyatakan Perppu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun, konsekuensinya sangat luas dan mendasar bagi perjalanan bangsa. ”Kalau peserta pemilu tidak ada, berarti pemilu ditunda. Dengan dinyatakan Perppu ini disetujui dan diterima, maka tahapan pemilu ini tetap berjalan sesuai dengan tahapan yang sudah diatur oleh KPU," ujar Tito.
Lambat
Meski sudah disetujui, proses persetujuan terhadap Perppu Pemilu menjadi sorotan sejumlah pihak. Pemerintah telah menetapkan Perppu Pemilu sejak 12 Desember 2022 dan selesai diharmonisasi pada 28 Desember 2022. Setelah itu, pemerintah menyerahkan surat presiden (surpres) terkait ke pimpinan DPR pada 13 Januari 2023.
Meski demikian, Komisi II baru mendapatkan penugasan untuk membahas Perppu tersebut pada 14 Februari atau sehari sebelum penutupan Masa Persidangan III 2022-2023 yang berlangsung sejak 10 Januari hingga 16 Februari. Kemudian, pembahasan dan pengambilan keputusan tingkat satu dilakukan pada 15 Maret setelah memasuki Masa Persidangan IV 2022—2023. Artinya, ada jeda sekitar satu bulan yang tidak digunakan untuk membahas dan menyetujui Perppu tersebut. Dalam satu bulan itu, satu masa sidang telah terlewati.
Padahal, mengacu Pasal 22 Ayat (2) UUD 1945, Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Dalam Ayat (3), jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Fraksi PKS, dalam catatan persetujuannya, menyebutkan, mengacu ketentuan yang ada di konstitusi, DPR semestinya sudah memberikan persetujuan terhadap Perppu Pemilu sejak Masa Persidangan III 2022—2023. Sebab, sekalipun surpres tentang Perppu Pemilu itu sudah diserahkan ke DPR sejak pertengahan Januari, DPR baru melakukan pengambilan keputusan tingkat satu pada Maret atau setelah melewati satu masa sidang. ”PKS memandang, tidak ada keseriusan pemerintah untuk membahas perppu,” ujar anggota Fraksi PKS, Slamet, saat membacakan pandangan fraksinya.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Ihsan Maulana, mengatakan, sesuai amanat konstitusi Perppu Pemilu seharusnya sudah mendapatkan persetujuan DPR untuk disahkan menjadi UU pada Masa Persidangan III 2022-2023. Menurut dia, pemerintah dan DPR terkesan lambat dalam menindaklanjuti Perppu Pemilu. Hal itu terlihat dari surpres yang tidak segera dikirimkan ke DPR setelah perppu diterbitkan. Sementara itu dari sisi DPR, pembahasan seharusnya dilakukan di masa sidang yang lalu.
Jika pembentuk UU itu serius dan menganggap ada kegentingan memaksa, seharusnya perppu tidak terlambat disahkan. Padahal dalam beberapa perppu sebelumnya, persetujuan sudah diberikan di masa sidang berikutnya setelah perppu diterbitkan. ”Kalau tidak disetujui di masa sidang yang lalu, baru dibahas di masa sidang sekarang, dan mendapatkan persetujuan tingkat pertama hari ini, seharusnya perppu itu tidak bisa ditindaklanjuti karena batal demi hukum, obyeknya sudah tidak ada. DPR seharusnya membuat RUU pencabutan Perppu Pemilu karena sudah tidak berlaku sejak masa sidang yang lalu telah berakhir,” kata Ihsan.
Meski demikian, lanjutnya, implementasi yang dilakukan KPU, seperti pengundian nomor urut, pembentukan daerah pemilihan di empat daerah otonom baru, tidak adanya kepengurusan tingkat provinsi di DOB, serta seleksi penyelenggara di DOB tetap sah. Sebab, pelaksanaannya melalui pembentukan peraturan KPU dilakukan ketika perppu masih berlaku.
Menanggapi hal tersebut, Doli mengakui, pemerintah telah menerbitkan Perppu Pemilu sejak 12 Januari, lalu menyerahkan supres terkait ke pimpinan DPR sehari setelahnya. Akan tetapi, Komisi II baru mendapatkan penugasan untuk membahas Perppu tersebut pada 14 Februari atau sehari sebelum penutupan Masa Persidangan III 2022-2023. Ia mengaku, tidak mengetahui dinamika apa yang terjadi sehingga pimpinan DPR baru menugaskan Komisi II untuk membahas Perppu itu sebulan setelah surpres diterima.
Menurut Doli, Komisi II berada pada posisi menunggu penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas perppu. Adapun pembahasan peraturan perundang-undangan harus dilakukan di masa sidang, tidak bisa pada masa reses. ”Oleh karena itu, begitu 14 Februari kami menerima tugas, langsung kami sepakati, baik di pimpinan Komisi II maupun rapat internal, mengagendakan (pembahasan dan pengambilan keputusan) di hari pertama masa sidang, yaitu hari ini,” ujarnya.
Doli mengajak publik untuk menghentikan perdebatan tentang tafsir terhadap persetujuan perppu yang dilakukan pada persidangan berikut sebagaimana tertuang dalam konstitusi. Bagi pihaknya, patokan untuk menentukan kapan persidangan berikut yang dimaksud adalah waktu penyerahan surpres kepada pimpinan DPR. Mengacu waktu tersebut, ia mengklaim sudah tepat jika Perppu Pemilu dibahas dan disetujui pada masa sidang ini. ”Karena itu, tahapan pemilu yang sudah dilakukan sebelum perppu disetujui juga tetap sah,” ujarnya.