Pimpinan Instansi Diminta Aktif Awasi Harta Kekayaan ASN
Belajar dari kasus Rafael Alun Trisambodo, pimpinan kementerian/lembaga perlu memeriksa LHKPN bawahannya untuk mencegah korupsi. ASN sebaiknya diklarifikasi terlebih dahulu secara internal sebelum diklarifikasi KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (kiri) selesai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (1/3/2023). KPK mengklarifikasi informasi seputar enam perusahaan yang dimiliki Rafael yang dilaporkan dalam bentuk kepemilikan surat berharga dengan nominal Rp 1,55 miliar. l
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong agar kewajaran harta kekayaan aparatur sipil negara diawasi oleh masing-masing pimpinan di kementerian/lembaga sebelum diperiksa KPK. Untuk memperkuat inspektorat sebagai pengawas internal, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan merekrut tenaga auditor lebih banyak.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, belajar dari kasus bekas pejabat eselon III Kepala Bagian Umum Ditjen PajakKemenkeu Kanwil Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo, pimpinan kementerian/lembaga perlu memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bawahannya untuk mencegah korupsi.
Dalam kasus tersebut, Rafael melaporkan hartanya sebesar Rp 56,1 miliar. Kasus ini pun sudah masuk pada tahap penyelidikan di Kedeputian Bidang Penindakan KPK. Setelah diklarifikasi, patut diduga bahwa harta kekayaan itu diperoleh secara tidak sah atau ilegal.
“Dari situ (LHKPN), bapak ibu bisa memonitor, kira-kira staf saya itu kekayaannya wajar atau tidak dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh. Jika ada kecurigaan, terutama ini bapak-bapak dari inspektorat, pengawas internal, panggil saja pak yang bersangkutan untuk menjelaskan dari mana kekayaan yang bersangkutan diperoleh,” kata Alexander.
Pernyataan tersebut disampaikan Alexander dalam acara penandatanganan Komitmen Pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 yang diselenggarakan oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Menurut Alexander, Aparatur Sipil Negara (ASN) sebaiknya diklarifikasi terlebih dahulu secara internal sebelum diklarifikasi KPK. Apabila pengawasan dilakukan sejak awal dan ditemukan kekayaannya tidak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh, maka bisa segera dipanggil untuk mencegah korupsi. Ia mendorong agar ada penguatan pada inspektorat.
Menanggapi dorongan dari KPK tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Abdullah Azwar Anas akan merekrut tenaga auditor sebagai salah satu cara untuk memperkuat inspektorat. Sebab, banyak auditor di inspektorat yang berkurang.
Terkait kasus Rafael, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan uang tunai dalam bentuk mata uang asing di dalam safe deposit box (SDB) atau kotak penyimpanan harta di salah satu bank BUMN senilai Rp 37 miliar. Uang tersebut diluar dari mutasi rekening senilai Rp 500 miliar dari sekitar 40 rekening Rafel, keluarga, dan pihak-pihak yang diduga terkait dengan transaksi keuangannya.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, PPATK sudah memblokir sekitar 40 rekening dan akses ke SDB tersebut. Ketika ditanya apakah uang di dalam SDB tersebut berasal dari suap, Ivan meminta agar menanyakannya ke penyidik. Alexander mengaku, informasi terkait uang di SDB tersebut belum sampai ke pimpinan KPK.
134 pegawai pajak
Setelah KPK mengklarifikasi LHKPN Rafael serta bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta Eko Darmanto yang mencapai Rp 15,7 miliar, pekan depan KPK akan mengklarifikasi Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro dan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, terkait dengan Andhi, KPK sudah menganalisis riwayat hidup, perkembangan LHKPN, dan informasi dari masyarakat. Selain itu, KPK juga akan meminta rekening bank, asuransi, saham, dan sertifikat tanah dari Andhi dan keluarganya.
Pahala menambahkan, KPK juga menyampaikan surat kepada Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berisi 134 nama pegawai pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan.
“Ini bukan berarti 134 (pegawai pajak) salah, tetapi dalam surat saya sebutkan tolong ditindaklanjuti kenapa mereka mempunyai perusahaan. Ini kan umumnya atas nama istrinya, perusahaan apa itu, ada kaitannya tidak dengan jabatan mereka. Kalau ada kaitannya, kan ini ada konflik kepentingan nanti di situ. Itu yang kita akan sampaikan,” kata Pahala.
Ia mengungkapkan, KPK telah mengantongi data nama dan jenis perusahaan tersebut. KPK juga sedang berkomunikasi dengan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM untuk mengetahui pemegang saham perusahaan tersebut. Pahala khawatir perusahaan tersebut bergerak di bidang konsultan pajak.
Sesudah surat tersebut disampaikan, KPK dan Irjen Kemenkeu saling bertukar informasi. Selain itu, Pahala akan berkomunikasi dengan PPATK untuk mendapatkan data terkait uang Rafael maupun adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun yang bergerak di Kemenkeu. Ia menegaskan, oknum tersebut harus dibersihkan.