KPK Akan Serahkan Data 134 Pegawai Pajak Pemilik Saham ke Kemenkeu
Ratusan pegawai pajak memiliki saham di sejumlah perusahaan. KPK akan terus memeriksa LHKPN para pejabat dan pegawai pajak. Pengawasan dan tindak lanjut dari LHKPN diperlukan untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan segera menyerahkan data 134 pegawai pajak yang memiliki saham di sejumlah perusahaan ke Kementerian Keuangan. Data tersebut akan diserahkan paling cepat pada Jumat (10/3/2023). KPK berkomitmen, profil dan jumlah kekayaan para pegawai pajak akan terus didalami.
Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan, sebanyak 134 pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Dua di antara perusahaan tersebut merupakan perusahaan konsultan pajak. Namun, Pahala tak memerinci nilai saham dari 134 pegawai di 280 perusahaan tersebut.
”Sudah berdiskusi dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan (Sekjen Kemenkeu) hari ini, mungkin akan diserahkan ke Kemenkeu paling cepat besok. Saya tidak menyangka ada sebanyak itu pegawai pajak yang memiliki saham,” ucap Pahala saat ditanya di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Kamis.
Sebelumnya, data pegawai pajak yang memiliki saham itu didapat dari hasil analisis laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terhadap ratusan aparatur sipil negara (ASN) di Ditjen Pajak.
Menurut Pahala, sebenarnya pegawai Ditjen Pajak bukannya dilarang memiliki saham di suatu perusahaan. Hanya, peraturannya mengenai kepemilikan saham dinilai tidak jelas bagi ASN.
Sudah berdiskusi dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan (Sekjen Kemenkeu) hari ini, mungkin akan diserahkan ke Kemenkeu paling cepat besok. Saya tidak menyangka ada sebanyak itu pegawai pajak yang memiliki saham.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021).
Pahala menilai, para pegawai yang memiliki saham di sejumlah perusahaan tersebut tidak etis. Menurut dia, dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 huruf O Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan, ”memiliki saham atau modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.” Namun, dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sama sekali tidak ada pelarangan kepemilikan saham tersebut.
Aturan itu memang tidak jelas. Tidak secara tegas dilarang, tetapi perlu beretika, tidak berhubungan dengan pekerjaan.
”Aturan itu memang tidak jelas. Tidak secara tegas dilarang, tetapi perlu beretika, tidak berhubungan dengan pekerjaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pahala menyatakan, pegawai pajak memiliki hubungan erat dengan wajib pajak sehingga, jika pegawai pajak memiliki saham dari perusahaan wajib pajak, hal itu berpotensi menimbulkan korupsi. Apalagi, perusahaan yang sahamnya dimiliki wajib pajak merupakan konsultan pajak. Fokus awal, KPK terlebih dahulu akan mengorek kantor konsultan pajak yang sahamnya dimiliki oleh pegawai pajak tersebut.
Pemeriksaan dan tindak lanjut LHKPN terus bergulir menyusul kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio, anak seorang pejabat pajak. Kasus ini berimbas pada disorotinya kekayaan para pegawai pajak dan bea cukai di Kementerian Keuangan. Mario merupakan anak Rafael Alun Trisambodo, pejabat pajak.
Buntut dari kasus ini, masyarakat mendorong pemerintah menguliti LHKPN milik Rafael dan para pejabat di direktorat dan kementerian lainnya. Adapun kekayaan Rafael Alun tercatat sebesar Rp 56 miliar di LHKPN. Kekayaan sebesar itu dinilai tidak wajar bagi seorang pejabat eselon III.
Setelah Rafael Alun, muncul nama pejabat menengah selain di Ditjen Pajak, juga di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, seperti Eko Darmanto, Andhi Pramono, dan Wahono Saputro. Mereka disebut memiliki kekayaan tidak wajar. KPK akan terus mendalami proses penyelidikan dengan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan.
FAKHRI FADLURROHMAN
Bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (kiri) selesai diperiksa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (1/3/2023). Ia diperiksa sekitar delapan jam. KPK mengklarifikasi informasi seputar enam perusahaan yang dimiliki Rafael yang dilaporkan dalam bentuk kepemilikan surat berharga dengan nominal Rp 1,55 miliar. Rafael merupakan ayah dari Mario Dandy, pelaku pemukulan terhadap Cristalino David Ozora.
Dipanggil lagi
Pekan depan kami akan memanggil Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan pegawai pajak Wahono Saputro.
”Pekan depan kami akan memanggil Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan pegawai pajak Wahono Saputro,” ujar Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat dihubungi secara terpisah.
Adapun kata Ali, KPK akan memeriksa jumlah dan sumber kekayaan Andhi dan Wahono, kemudian akan mencari tuduhan pidananya berdasarkan kewenangan KPK, yaitu korupsi dan suap. Pemeriksaan akan dilakukan oleh Tim LHKPN Pencegahan KPK. Namun, hasil dari proses penyelidikan tidak dapat disampaikan ke publik.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar, menilai, perlu pengawalan ketat terhadap LHKPN para pejabat setelah munculnya kasus Rafael Alun. Aparatur pengawas dinilai perlu memperhatikan lebih jauh masalah ini, terlebih KPK. Hal itu untuk mencegah penyalahgunaan dan korupsi saat menjalankan tugasnya.
”Contohnya kemarin mobil yang digunakan Mario Dandy yang ternyata tidak dilaporkan ke LHKPN oleh orangtuanya dan juga gaya hidup pejabat yang tidak sesuai dengan LHKPN,” ujar Abdul, Kamis (9/3).