Putusan banding Lin Che Wei dan tiga terdakwa lainnya dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah, menguatkan putusan pengadilan di tingkat pertama. Jaksa diminta untuk mengajukan kasasi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap upaya banding empat terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya. Atas putusan tersebut, kejaksaan masih belum memutuskan langkah hukum selanjutnya. Namun, karena rendahnya vonis bagi para terdakwa, jaksa penuntut umum diminta untuk mengajukan kasasi.
Keempat terdakwa yang mengajukan banding adalah Indra Sari Wisnu Wardhana, Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati, Master Parulian Tumanggor, dan Pierre Togar Sitanggang. Adapun majelis hakim pengadilan banding adalah Tjokorda Rai Suamba sebagai hakim ketua didampingi Anthon R Saragih dan Brgatut Sulistyo sebagai anggota.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung, Rabu (8/3/2023), putusan banding keempat terdakwa dibacakan pada 7 Maret 2023. Melalui putusannya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
”Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” demikian dikutip dalam putusan tersebut.
Di pengadilan tingkat pertama, Indra Sari divonis tiga tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun penjara. Lin Che Wei divonis satu tahun penjara atau lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara. Adapun Master Parulian divonis penjara 1,5 tahun, di bawah tuntutan jaksa, 11 tahun penjara, sedangkan Pierre Togar dihukum satu tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara.
Pelajari putusan
Terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana belum bisa memastikan apakah kejaksaan akan menerima atau mengambil langkah hukum selanjutnya, yakni kasasi. Sebab, dalam mengajukan upaya hukum kasasi, terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Syarat tersebut, lanjut Ketut, sudah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain, terkait adanya pelanggaran hukum oleh pengadilan dalam penerapan hukumnya dan pengadilan mengabaikan peraturan perundang-undangan.
”Kami harus mempelajari dulu putusannya secara lengkap," kata Ketut.
Kuasa hukum Pierre Togar, Refman Basri, mengaku telah memperoleh informasi mengenai putusan banding tersebut. Ketika ditanya tentang upaya hukum selanjutnya, Refman mengaku belum bisa memastikan karena pihaknya masih melihat terlebih dulu langkah jaksa penuntut umum. Namun, melihat vonis putusan banding yang masih kurang dari dua per tiga tuntutan, terbuka kemungkinan jaksa akan kasasi.
Kuasa hukum Indra Sari, Aldres Napitupulu, juga mengaku sudah mengetahui putusan banding terhadap kliennya. Namun, ia belum bisa menyampaikan langkah hukum selanjutnya karena masih akan membicarakannya terlebih dahulu dengan kliennya.
Sementara kuasa hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail, mengatakan, keputusan akan diambil setelah menerima putusan tersebut. ”Tentu keputusan akan kami lakukan setelah kami secara resmi menerima putusan pengadilan tinggi,” kata Maqdir.
Adapun kuasa hukum Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, tak menjawab pertanyaan yang dikirimkan.
Menurut peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, sudah sepatutnya jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Sebab, hukuman yang dijatuhkan tidak sampai dari dua per tiga dari tuntutan jaksa. ”Dengan rendahnya hukuman, seakan-akan kejahatan korupsi tersebut tidak jauh berbeda dengan pidana ringan lainnya,” ujarnya.
Padahal, kasus tersebut telah mengakibatkan kelangkaan minyak goreng yang tidak hanya berakibat pada kenaikan harga, tetapi mendorong kenaikan harga makanan yang berbahan baku minyak goreng dan membuat perekonomian negara terguncang.
Menurut Zaenur, dalam melakukan upaya hukum kasasi, jaksa dapat masuk melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perma itu secara rinci memberikan panduan bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus korupsi. Sementara, para terdakwa tersebut didakwa dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
”Upaya hukum kasasi itulah yang bisa digunakan jaksa untuk mencapai putusan yang bisa memenuhi rasa keadilan,” kata Zaenur.