Besok, Majelis Kehormatan MK Periksa Saldi Isra dan Suhartoyo
Selain Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Suhartoyo, Majelis Kehormatan MK juga akan memeriksa hakim konstitusi lain dalam kasus dugaan pengubahan putusan MK terkait pemberhentian Aswanto.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan meminta keterangan dari Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Suhartoyo pada Senin (27/2/2023) terkait dugaan pengubahan frasa dalam putusan nomor 103/PUU-XX/2022. Putusan itu terkait pemberhentian Aswanto. Majelis Kehormatan diharapkan independen dalam melaksanakan tugasnya.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna mengungkapkan, pemeriksaan terhadap hakim konstitusi tidak dilakukan dengan urutan tertentu. Misalnya, apakah hakim yang merupakan legal drafter putusan nomor 103/2022 terlebih dahulu ataukah tidak. Namun, penjadwalan permintaan keterangan terhadap sembilan hakim tersebut disesuaikan dengan jadwal sidang dan aktivitas hakim lainnya.
”Sedapat mungkin Majelis Kehormatan MK tidak boleh mengganggu jadwal sidang para hakim. Karena itu, permintaan keterangan kepada hakim akan kami lakukan pada sore hari sesuai jam sidang,” ujar Palguna saat ditanya hakim mana yang akan diperiksa terlebih dulu, hakim terduga pengubah putusan ataukah legal drafter putusan pada Minggu (26/2/2023).
Sebelumnya, Majelis Kehormatan sudah meminta keterangan dari sejumlah pihak, seperti pemohon uji materi putusan nomor 103/2022 Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, panitera MK Muhidin, staf kepaniteraan MK, dan lainnya. Mulai Senin, Majelis Kehormatan fokus pada permintaan keterangan terhadap para hakim yang memutus perkara tersebut, termasuk Aswanto yang diberhentikan sepihak oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut rencana, pemeriksaan terhadap Aswanto dilaksanakan pada Selasa (28/2/2023).
Saat ditanya apakah yang akan didalami dari Saldi dan Suhartoyo, Palguna tidak berkenan untuk mengungkapkannya secara lebih detail. Ia hanya menjelaskan secara singkat, ”Yang pasti mengenai substansi putusan itulah. Kan, itu problemnya,” ujarnya.
Seperti diketahui, ada pengubahan frasa dalam putusan nomor 103/2022 yang oleh pemohon (Zico Leonard) dinilai berdampak signifikan, utamanya terkait pemberhentian Aswanto. Ada perbedaan frasa dalam pertimbangan hukum putusan yang dibacakan di ruang persidangan dengan yang tertera dalam salinan putusan dan risalah sidang. Frasa ”dengan demikian” dalam pertimbangan hukum mengenai syarat-syarat seorang hakim konstitusi diberhentikan diubah menjadi ”ke depan”.
Tak hanya Majelis Kehormatan MK, kasus dugaan pengubahan putusan juga saat ini diselidiki oleh penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya menyusul adanya laporan pidana terhadap sembilan hakim konstitusi, panitera MK, dan panitera pengganti dalam perkara tersebut. Laporan pidana dilakukan oleh Zico Leonard yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Angela Foekh dan tim.
Penyidik telah meminta keterangan dari Angela, Zico, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan. Penyidik akan segera meminta keterangan terhadap panitera MK, Muhidin, atas persoalan yang sama.
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Allan FG Wardhana, mengingatkan Majelis Kehormatan MK agar bersikap independen. Majelis juga diminta menggali semua informasi yang ada terkait pelaku pengubahan frasa dalam putusan nomor 103/2022. Mengingat sidang pemeriksaan digelar tertutup, ia berharap ada dokumentasi yang baik, seperti perekaman, notulensi, dan berita acara pemeriksaan.
”Harus lengkap dan detail. Hasil pemeriksaan itu nantinya perlu dicantumkan dalam putusan sehingga publik tahu argumentasi dari masing-masing hakim dan saksi lainnya. Misalnya, Saldi Isra dan Suhartoyo ngomong apa. Ini satu-satunya peluang publik untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi melalui putusan. Karena, kan, sidangnya tidak terbuka,” tuturnya.
Menurut Allan, publik, khususnya masyarakat yang memiliki perhatian terhadap persoalan hukum tata negara dan MK, memiliki kecurigaan terhadap kinerja Majelis Kehormatan. Kecurigaan ini muncul sebagai respons atas kerja Dewan Etik MK (sebelum berganti menjadi Majelis Kehormatan sebagai amanat dari UU MK terbaru) yang selalu memberi sanksi ringan terhadap pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi. Seperti diketahui, Dewan Etik MK memberikan sanksi teguran tertulis kepada Hakim Konstitusi Arief Hidayat pada 2016 dan 2018.
Pihaknya siap untuk melakukan eksaminasi terhadap putusan Majelis Kehormatan apabila nantinya putusan yang dijatuhkan dirasa kurang memuaskan. ”Untuk itu, perlu sedetail mungkin, saksi A mengatakan begini, terduga mengatakan begini, lalu kira-kira sanksi apa yang harus diputus. Putusan itu nanti bisa dieksaminasi,” katanya.