Setelah hakim agung, kini polisi berpangkat ajun komisaris besar menjadi tersangka penerimaan suap pengurusan perkara. Minimnya pengawasan diduga jadi celah korupsi di kalangan penegak hukum.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik suap kian rawan melilit aparat penegak hukum. Tak hanya pada hakim agung, Komisi Pemberantasan Korupsi pun mengungkap praktik itu diduga dilakukan anggota Mabes Polri.
Pada Selasa (3/1/2023), KPK menahan Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun, bekas Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri, sebagai tersangka penerima gratifikasi senilai Rp 50 miliar lebih yang diperoleh dari sejumlah pihak.
Penerimaan suap dari sejumlah pihak itu pada mulanya terungkap lewat kasus pengurusan perkara pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia. Pada kasus itu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, Bambang diduga terima imbalan Rp 6 miliar serta mobil mewah dari Emilya Said dan Herwansyah.
Pada Oktober 2016, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri untuk kasus pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia. Untuk itu, Bambang menyarankan keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan saran tersebut, Bambang menerima imbalan sekitar Rp 5 Miliar dari Emilya dan Herwansyah. ”Teknis pemberiannya melalui transfer bank,” kata Firli.
Selama proses pengajuan praperadilan, kata Firli, diduga Bambang membocorkan isi rapat Divisi Hukum Polri untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan sehingga hakim dalam putusannya mengabulkan status penetapan tersangka tidak sah. Pada Desember 2016, Bambang diduga menerima satu mobil mewah.
Sekitar April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan jadi tersangka dalam perkara yang sama. Saat itu, diduga Bambang kembali menerima imbalan Rp 1 miliar dari keduanya untuk pengurusan perkara tersebut. Alhasil, keduanya tak kooperatif selama proses penyidikan hingga mereka melarikan diri.
Bambang diduga menerima suap yang berhubungan dengan jabatannya dari berbagai pihak senilai Rp 50 miliar lebih.
Selain itu, kata Firli, Bambang juga diduga menerima suap yang berhubungan dengan jabatannya dari berbagai pihak senilai Rp 50 miliar lebih. Usai konferensi pers, Bambang enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait dugaan suap yang diterima.
Sementara itu, terkait dugaan suap yang melibatkan hakim agung, kini KPK tengah menghadapi praperadilan yang diajukan salah satu tersangkanya, Hakim Agung non-aktif Gazalba Saleh, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam persidangan, Jaksa KPK Lignauli Theresa menyampaikan bahwa penetapan Gazalba sebagai tersangka telah dilengkapi dua alat bukti.
Pada awal Desember, Gazalba ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya, KPK juga menahan hakim agung nonaktif Sudrajat Dimyati dengan dugaan serupa untuk pengurusan perkara pailit sebuah koperasi.
Upaya tutup celah
Dalam kesempatan terpisah, Ketua MA M Syarifuddin menyampaikan, pihaknya menerjunkan 26 mystery shopper atau pengawas yang berpura-pura jadi pihak berperkara untuk menutup celah korupsi di MA. Kamera pemantau juga dipasang di lokasi yang berpotensi terjadi penyimpangan, dan kamera itu terhubung ke ruang Ketua Badan Pengawas MA.
Syarifuddin pun menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat atas insiden di MA. ”Kami jadikan peristiwa ini sebagai pelajaran untuk pembenahan tubuh peradilan,” katanya, Selasa (3/1/2023).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, korupsi oleh aparat penegak hukum terjadi akibat kurangnya kontrol dan besarnya kewenangan yang dimiliki pejabat penegak hukum dalam proses penegakan hukum. ”Minimnya pengawasan dan pembinaan membuat aparat penegak hukum nekat melakukan pidana,” ucapnya.