Pemerintah Berikan Paspor kepada WNI ”Overstay” di Arab Saudi
Setiap hari ada 30-an WNI yang terjaring petugas Arab Saudi karena tidak berdokumen. Selama tidak berdokumen kewarganegaraan, WNI yang ”overstay” di Arab Saudi tidak dapat ke fasilitas kesehatan dan mengakses perbankan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyerahkan paspor kepada warga negara Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, yang izin tinggalnya telah melebihi batas waktu. Pemberian paspor ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam melindungi WNI di luar negeri.
Pemberian paspor tersebut dilakukan pada puncak kegiatan pasporisasi tahap pertama dalam acara bertajuk ”Silaturahmi dan Penyerahan Paspor kepada WNI di Jeddah”. ”Ini merupakan terobosan dalam pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri,” ucap Yasonna melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas di Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Program pasporisasi tahap pertama dilaksanakan dari 10 Oktober sampai 10 Desember 2022. Kegiatan ini dihadiri Ketua DPR RI Puan Maharani sekaligus untuk menyerahkan paspor secara simbolik kepada WNI yang izin tinggalnya melebihi batas waktu yang tertulis dalam visa (overstay) di Arab Saudi.
Selain di Jeddah, penerbitan paspor bagi WNI overstay di Arab Saudi juga berlangsung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah pun memberi pelayanan pasporisasi bagi WNI hingga ke wilayah Thaif dan Madinah.
Program pasporisasi merupakan bentuk kerja sama Kemenkumham dengan Kementerian Luar Negeri. Banyaknya WNI di Arab Saudi yang mengalami overstay, terutama pekerja migran, menjadi salah satu alasan program tersebut digagas. Hal tersebut membuat dokumen kewarganegaraan mereka menjadi tidak berlaku.
Berdasarkan data yang dihimpun, setiap hari ada 30-an WNI yang terjaring oleh petugas dari otoritas Arab Saudi karena tidak berdokumen. Selama tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, WNI yang overstay di Arab Saudi tidak dapat beraktivitas tenang. Selain itu, mereka juga tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan saat sakit dan tidak bisa mengakses perbankan untuk melakukan transaksi keuangan.
”Maka, kami bantu mempermudah pelayanan paspor ini supaya para WNI bisa beraktivitas normal, status dokumen kewarganegaraannya pun jelas,” ungkap Yasonna.
Para WNI yang mengikuti program tersebut menyambut baik dan mengapresiasi. Sebab, negara hadir di tengah-tengah masyarakat dan melindungi, serta membantu mempermudah layanan pasporisasi. Ahmad Taufik, salah satu WNI yang penerima manfaat, menilai, program tersebut mempermudah dirinya mengurus paspor.
Kami bantu mempermudah pelayanan paspor ini supaya para WNI bisa beraktivitas normal, status dokumen kewarganegaraannya pun jelas.
”Alhamdulillah, terbantu sekali. Saya awalnya tanya-tanya gimana caranya. Ini alhamdulillah semua terlayani. Kemarin sempat jadwalin, tapi saya nggak bisa hadir. Ajuin lagi alhamdulillah di-acc,” ucapnya.
Hal serupa juga dikatakan Kholifah yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia. Ia mengatakan, program pasporisasi yang diikutinya sangat bermanfaat. Ia mengaku mendapatkan pelayanan yang baik dan tidak menemukan pungutan liar (pungli) selama proses pembuatan paspor. ”Nggak ada (pungli). Lancar semua. Saya seneng banget ada program ini,” ungkap Kholifah.
Para WNI berharap program tersebut dapat terus berlanjut hingga tahun depan. Kemenkumham menyetujui program pasporisasi akan dilanjutkan hingga tahun depan. ”Melihat program ini berjalan dengan lancar, dan begitu banyak permintaan bahwa program ini dilanjutkan. Maka dari itu, saya katakan bahwa program pasporisasi akan terus berlanjut hingga tahun depan,” imbuh Yasonna.
Kompas sudah menanyakan terkait perlindungan bagi WNI di negara lain, seperti di Hong Kong dan Malaysia, kepada Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Achmad Nur Saleh, tetapi tidak direspons.
Adapun pandemi Covid-19 telah membuat jutaan pekerja migran di seluruh dunia terpaksa kehilangan pekerjaan, termasuk pekerja migran asal Indonesia. Sebagian bisa pulang kampung, tetapi banyak juga yang tak bisa pulang karena terjebak pembatasan di negara lokasi mereka bekerja.
Konsul Jenderal RI di Istanbul Imam Asari mengungkapkan, pada Maret lalu terdapat 29 WNI asal Bali yang menjadi korban penipuan dan telantar di Istanbul, Turki. Sebagian besar sudah berstatus overstay dan tidak memiliki izin kerja.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, pandemi Covid-19 hampir menghentikan migrasi pekerja migran karena kebijakan pembatasan mobilitas, penutupan perbatasan, dan karantina. Situasi itu menurunkan volume remitansi secara global, termasuk Indonesia. ”Yang paling rentan pekerja migran Indonesia di Malaysia yang sampai sekarang hidup dari sumbangan orang lain,” ujarnya (Kompas, 14/3/2022).