Deklarasi Koalisi Perubahan Batal, Pencalonan Anies Berisiko Kandas
Batalnya rencana deklarasi Koalisi Perubahan hari ini bukan berarti rencana Nasdem, Demokrat, dan PKS untuk berkoalisi ikut batal. Banyak hal diklaim sudah disepakati dalam tim kecil.
> Usulan deklarasi Koalisi Perubahan hari ini muncul dari Partai Nasdem, tetapi belum disepakati Demokrat dan PKS
> PKS ingin pembahasan terkait platform, desain pemerintahan, strategi pemenangan, dan pasangan capres-cawapres lebih dulu diselesaikan
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Demokrat menyebut ketiga partai masih berproses mencari pasangan yang benar-benar wajah dari perubahan dan bisa memenangi Pilpres 2024
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera belum final. Rencana deklarasi koalisi bersama yang diusulkan untuk digelar hari ini pun batal. Tanpa koalisi, pencalonan Anies Baswedan, bakal calon presiden dari Partai Nasdem, terancam gagal.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengatakan, rencana untuk mendeklarasikan koalisi Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan usul partainya. Namun, usulan tersebut belum disepakati oleh dua partai politik lainnya.
Ahmad tidak menjelaskan alasan Demokrat dan PKS belum menyepakati usulan untuk mendeklarasikan koalisi yang direncanakan bernama Koalisi Perubahan itu. Padahal, komunikasi di antara ketiga partai diklaim intens, pembicaraan tentang platform koalisi pun telah dilakukan oleh perwakilan setiap parpol yang tergabung dalam tim kecil.
”Koalisi ini setara sehingga di antara partai yang berkoalisi harus memiliki kenyamanan yang sama, tidak boleh ada partai yang memaksakan kehendak, termasuk Nasdem yang meminta deklarasi tanggal 10 November. Partai lain memiliki pertimbangan dan mekanisme sendiri, kami harus hargai itu,” kata Ahmad di Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Batalnya rencana deklarasi bersama itu, kata dia, tidak berarti rencana ketiga parpol untuk berkoalisi ikut batal. Namun, ia menekankan bahwa Nasdem tetap terbuka untuk berkomunikasi dengan parpol lain untuk menjajaki kemungkinan koalisi. ”Kami, kan, juga bagian dari koalisi pemerintah, tidak ada yang bisa tahu apa yang terjadi pada Desember nanti, Januari nanti,” ujar Ahmad.
Kendati koalisi belum terbentuk, aktivitas Nasdem untuk menyosialisasikan Anies Baswedan tidak berhenti. Menurut rencana, setelah sosialisasi di Medan pekan lalu, agenda serupa akan dilaksanakan di Jawa Barat.
Nasdem telah mendeklarasikan dukungan untuk Anies sebagai bakal capresnya pada awal Oktober lalu. Anies merupakan tokoh non-parpol yang menjadi salah satu di antara tiga nama hasil rapat kerja nasional Nasdem, Juni. Selain Anies, nama lain yang muncul adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Meski sudah menyatakan dukungan kepada Anies, Nasdem tidak bisa mencalonkannya sebagai peserta Pilpres 2024 karena tidak memenuhi ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan Undang-Undang (UU) Pemilu. UU tersebut mengatur, parpol atau gabungan parpol harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Oleh karena itu, Nasdem harus berkoalisi dengan parpol lain untuk bisa mencalonkan Anies.
Baca juga: Surya Paloh, Anies, dan Sembilan Jam yang Menentukan
Belum ada bakal cawapres
Secara terpisah, Juru Bicara PKS Muhammad Kholid membenarkan bahwa deklarasi pada 10 November merupakan usulan Nasdem. Pihaknya pun menghormati itu. Namun, pembahasan di tim kecil yang terdiri dari perwakilan ketiga partai dan bakal capres belum tuntas. PKS ingin agar pembahasan terkait platform, desain pemerintahan, strategi pemenangan, dan pasangan capres-cawapres lebih dulu diselesaikan sebelum mendeklarasikan koalisi.
”Waktu deklarasi itu tergantung dua hal, pertama perkembangan pembahasan di tim kecil. Kedua, proses internal di masing-masing partai. Buat PKS, hasil pembahasan di tim kecil akan kami laporkan ke Majelis Syuro untuk diambil keputusan,” kata Kholid.
Kendati demikian, ia tidak memungkiri sudah banyak hal disepakati dalam pembahasan di tim kecil. Kemungkinan agenda selanjutnya akan diadakan simulasi cawapres untuk dikaji bersama, baik oleh parpol maupun Anies. ”Koalisi Perubahan akan melihat simulasi yang terbaik yang bisa diterima oleh empat pihak,” ujar Kholid.
Sebelumnya, PKS mengusulkan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Ahmad Heryawan untuk menjadi bakal cawapres yang mendampingi Anies. Keduanya pun bertemu di kantor DPP PKS pada akhir Oktober. Namun, pertemuan itu belum menghasilkan kesepakatan bahwa keduanya akan berpasangan.
Baca juga: Prospek Setelah Sinyal Anies-AHY Muncul
Tak hanya PKS, Demokrat pun mendorong agar Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Demokrat, bisa menjadi pendamping Anies. Sementara itu, Nasdem sebagai parpol yang menyatakan dukungan pertama kali kepada Anies menyerahkan pilihan bakal cawapres kepada Anies. Nasdem pun mengusulkan agar bakal cawapres dipilih dari luar ketiga partai demi prinsip kesetaraan.
Pengubah peta koalisi
Koordinator Juru Bicara DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, momentum deklarasi koalisi tiga partai tersebut bisa menjadi pengubah peta kontestasi. Oleh karena itu, butuh waktu untuk mempersiapkannya.
Sejauh ini, Demokrat, PKS, dan Nasdem telah membahas ihwal koalisi melalui tim kecil. Tim banyak membicarakan tentang permasalahan yang dialami masyarakat, perubahan yang dibutuhkan, dan bagaimana mewujudkannya. Tak hanya itu, sosok capres dan cawapres yang mampu mewujudkannya pun juga ikut dibicarakan.
Meski tak menyebut soal kendala yang menyebabkan belum adanya kesepakatan deklarasi koalisi, Herzaky mengatakan, bahasan tentang cawapres hanya salah satu bagian dari sekian banyak hal yang sudah disepakati ketiga pihak. ”Tentunya kami masih berproses. Mana pasangan yang benar-benar wajah dari perubahan itu sendiri, dan berpeluang besar mendulang kemenangan di Pilpres 2024 serta mendukung pemenangan kami bertiga di Pileg 2024,” ujarnya.
Baca juga: Dukungan Jokowi dan Safari Prabowo Saat Elektabilitas Tergerus
Risiko pencalonan
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor melihat, waktu pendaftaran capres yang masih relatif lama merupakan salah satu penyebab Nasdem, Demokrat, dan PKS tak terburu-buru untuk membentuk koalisi. Meski ketiganya relatif punya kesamaan pandangan atas bakal capres yang akan diusung, mereka masih mencoba bernegosiasi di tingkat yang paling kompleks.
Ia memprediksi, ketika waktu pendaftaran semakin dekat dan posisi parpol semakin terdesak, pembicaraan di antara mereka akan lebih pragmatis.
”Persoalannya hanya tinggal satu sebenarnya, yaitu soal cawapresnya siapa,” kata Firman.
Menurut dia, wajar jika Demokrat dan PKS berupaya untuk memperjuangkan tokoh pilihannya untuk menjadi bakal cawapres. Pasalnya, peluang itu sulit didapatkan jika mereka berpindah ke poros koalisi lain yang juga sudah memiliki sejumlah pilihan.
Tak hanya itu, kata Firman, sulit pula bagi Nasdem untuk mendapatkan rekan koalisi lain dengan membawa Anies sebagai bakal capres. Sebab, Anies merupakan tokoh yang berbeda dengan kecenderungan pilihan parpol dari poros koalisi lain. Ini juga terkait dengan faktor dukungan Presiden Joko Widodo karena Anies kerap disebut berseberangan dengan Jokowi.
Oleh karena itu, pembentukan koalisi yang tak kunjung final ini berisiko pada gagalnya pencalonan Anies. ”Kalau Anies dibawa ke mana-mana, tentu parpol lain akan berpikir ulang untuk menerimanya. Kalaupun diterima, tentu bukan untuk posisi capres. Itu akan mementahkan semua yang sudah dilakukan,” kata Firman.