Komnas HAM Diminta Tegas Nyatakan Kasus Pembunuhan Munir Pelanggaran HAM Berat
Tim ad hoc Komnas HAM mulai bekerja kirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan pro justitia, menjadwalkan meminta keterangan berbagai pihak. Komnas HAM pun diminta tegas nyatakan kasus Munir pelanggaran HAM.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Peluncuran buku berjudul We Have Tired of Violence: A True Story of Murder, Memory, and the Fight for Justice in Indonesia yang ditulis oleh Matt Easton di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia diminta untuk menyatakan bahwa kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM diminta ketegasannya untuk menyatakan bahwa kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat. Tim ad hoc yang dibentuk Komnas HAM sudah mulai bekerja, tetapi belum bisa menyimpulkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.
Jaksa Agung periode 1999-2001 Marzuki Darusman mengatakan, begitu banyak sudut yang menunjukkan bahwa kasus pembunuhan terhadap Munir belum usai, salah satunya perlu penelaahan terhadap proses di pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan, jikalau pengadilan terhadap pelanggaran HAM tidak dilakukan secara benar oleh negara, maka layak masalah itu dibuka kembali sebagai suatu pelanggaran HAM.
”Bahwa ini merupakan pelanggaran HAM berat. Itulah menjadi tantangan kita dan ini sekarang yang menjadi persoalan di Komnas HAM. Ini realitas. Kita semua menunggu pernyataan pasti dari Komnas HAM bahwa apa yang telah terjadi pembunuhan Munir ini pelanggaran HAM,” kata Marzuki dalam peluncuran buku berjudul We Have Tired of Violence: A True Story of Murder, Memory, and the Fight for Justice in Indonesia yang ditulis oleh Matt Easton di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Hadir juga sebagai pembicara istri Munir, Suciwati; mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid; dan perwakilan dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) Arif Maulana.
”Ini realitas. Kita semua menunggu pernyataan pasti dari Komnas HAM bahwa apa yang telah terjadi pembunuhan Munir ini pelanggaran HAM. ”
Menurut Marzuki, Komnas HAM telah memiliki arsip dan sumber yang banyak untuk mengungkap kasus ini. Sesuatu yang dibutuhkan saat ini adalah penegaskan dari Komnas HAM bahwa pembunuhan terhadap Munir bukan saja perbuatan kriminal, tetapi juga pelanggaran HAM sebagaimana yang dirumuskan oleh undang-undang.
Ia mengingatkan, kasus ini sudah masuk pada ranah internasional. Karena itu, dibutuhkan penanganan secara serius, tekun, dan teliti. Upaya yang bisa dilakukan yakni dengan meletakkan pembunuhan terhadap Munir sebagai kasus yang belum diakui secara nasional sebagai kasus yang belum diselesaikan.
”Karena itu mungkin secara praktis bisa masalah ini diajukan ke Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu itu, walaupun tidak termasuk di dalam daftar kasus-kasus yang ditangani oleh tim itu berdasarkan hasil penyelidikan atau penyidikan dari Komnas HAM. ”
”Karena itu, mungkin secara praktis bisa masalah ini diajukan ke Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu itu, walaupun tidak termasuk di dalam daftar kasus-kasus yang ditangani oleh tim itu berdasarkan hasil penyelidikan atau penyidikan dari Komnas HAM,” kata Marzuki.
Upaya lain yang bisa dilakukan, kata Marzuki, yakni dengan pembentukan komisi orang-orang yang dihilangkan paksa. Komisi tersebut diperlukan agar kasus-kasus seperti Munir bisa diperjuangkan secara berkelanjutan.
Tim ”ad hoc” mulai bekerja
Saat ditemui seusai acara, Usman Hamid yang saat ini menjadi anggota tim ad hoc yang dibentuk Komnas HAM mengungkapkan, Tim ad hoc sudah mulai bekerja dengan mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan pro justitia, menulis laporan, dan sudah menjadwalkan untuk meminta keterangan dari Suciwati, sahabat Munir, dan mantan anggota TPF.
”Meskipun terkendala dari waktu karena Komnas HAM tidak lama lagi akan benar-benar berakhir, tetapi menurut Komnas HAM yang membentuk tim ad hocini, tim ad hoc tetap bisa bekerja selama tiga bulan ke depan dan tentu akan sangat memerlukan dukungan dari komisioner yang baru,” kata Usman.
”Tim ad hoc tetap bisa bekerja selama tiga bulan ke depan dan tentu akan sangat memerlukan dukungan dari komisioner yang baru.”
Menurut Suciwati, seharusnya Komnas HAM sudah langsung menyatakan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat tanpa harus diminta, apabila mereka bekerja untuk kemanusiaan dan mendedikasikan untuk perlindungan terhadap pejuang HAM.
Arif Maulana mengatakan, KASUM mendorong supaya kasus pembunuhan terhadap Munir diterapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Kasus ini merupakan pembunuhan berencana secara sistematis dan melibatkan unsur negara. Selain persoalan di pengadilan, sampai saat ini Kejaksaan Agung tidak melakukan upaya hukum terhadap terdakwa yang dibebaskan dan kepolisian tidak melakukan tugasnya secara profesional. Hal tersebut terungkap dalam berbagai eksaminasi dan kritik terhadap proses peradilan kasus Munir.
”Ada kesan pembiaran yang itu tidak boleh dilakukan. Karena ini artinya memberikan ruang bagi impunitas. Mereka yang seharusnya bertanggung jawab bukan hanya di level pelaksana,” kata Arif.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, tim ad hoc masih terus bekerja mendalami kasus pembunuhan Munir dan memperkuat argumentasi hukumnya. Proses tersebut belum selesai sehingga belum bisa disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat.