Hakim agung Sudrajad Dimyati menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara perdata di MA. Kasus ini menjadi momentum untuk evaluasi, terutama di lingkungan MA.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (23/9/2022) menahan hakim agung Sudrajad Dimyati yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. KPK juga menemukan indikasi suap yang melibatkan Sudrajad dan sejumlah pihak di MA, tidak hanya sebatas satu kasus saja.
Terbongkarnya kasus ini, perlu diikuti evaluasi menyeluruh, terutama di lingkungan MA. Terlebih, ada dugaan bahwa sebagian praktisi hukum berani mengatakan jika mampu mengatur perkara.
Terungkapnya kasus pengurusan perkara yang melibatkan Sudrajad ini, bermula dari penangkapan tim KPK di Semarang dan Jakarta terhadap delapan orang pada Rabu. KPK juga menyita uang 205.000 dollar Singapura (setara Rp 2,17 miliar) dan Rp 50 juta. Jumat dini hari, KPK mengumumkan penetapan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan kasasi perkara perdata Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Semarang, Jawa Tengah.
Mereka ialah hakim agung Sudrajad Dimyati, hakim yustisial/panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu, serta empat PNS pada Kepaniteraan MA, yakni Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, dan Albasri. Selain itu ada dua pengacara yakni Yosep Parera dan Eko Suparno, serta pihak berperkara yakni debitur KSP Intidana, Ivan Dwi Kusuma dan Heryanto Tanaka. Hingga Jumat malam, hanya Ivan dan Heryanto yang belum ditahan.
Informasi yang diperoleh Kompas, pada Jumat, KPK juga menggeledah sejumlah ruangan di gedung MA. Pimpinan KPK menyatakan, yang mengetahui persis penggeledahan itu adalah penyidik.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dari keterangan beberapa saksi yang dan bukti elektronik, diduga Sudrajad tak hanya terkait dengan satu perkara. “Diduga juga ada perkara lain yang pengurusannya melibatkan orang-orang yang sama,” katanya.
Sudrajad saat dihubungi Jumat pagi, sebelum ia mendatangi gedung KPK, mengaku tahu status penersangkaannya dari berita di media massa. Ia mengaku tidak tahu terkait perkara yang mana.
Sudrajad dilantik menjadi hakim agung pada 21 Oktober 2014. Dia pernah dua kali mengikuti seleksi hakim agung, yakni pada 2013 dan 2014. Pada 2013, ia tak lolos seleksi di DPR. Saat itu, ia tersandung skandal ”lobi toilet” bersama salah seorang anggota DPR. Ia diduga melakukan lobi-lobi terkait seleksi calon hakim agung. Dia dinyatakan tak bersalah oleh MA setelah diperiksa oleh tim.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengaku prihatin dengan peristiwa yang berlanjut pada penersangkaan Sudrajad. ”MA bersikap kooperatif dan menyerahkan mekanisme pada proses hukum yang menjadi kewenangan KPK,” ujarnya.
Di Kota Semarang, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan kasus korupsi apapun yang terjadi di lembaga manapun harus diproses tuntas.
Bersepakat
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, perkara dugaan suap ini diawali adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas KSP Intidana di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan debitur koperasi tersebut, yakni Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Mereka diwakili kuasa hukumnya Yosep Parera dan Eko Suparno.
Dalam pengurusan kasasi perkara ini tahun 2022, diduga Yosep dan Eko berkomunikasi dengan beberapa pegawai di kepaniteraan MA yang dinilai bisa jadi penghubung dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai keinginan Yosep dan Eko. Pegawai itu, yakni Desy Yustria lalu mengajak Muhajir Habibie, dan Elly Tri Pangestu untuk ikut jadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Dana yang diberikan Yosep dan Eko kepada majelis hakim melalui Desy berasal dari Heryanto dan Ivan. Desy menerima Rp 250 juta, Muhajir Rp 850 juta, Elly Rp 100 juta, dan Sudrajad Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly.
Yosep mohon maaf kepada semua pengacara di Indonesia. Menurut dia, sistem di Indonesia dari setiap aspek harus mengeluarkan uang. Dia berjanji akan membuka semua informasi terkait perkara ini.
Advokat senior Palmer Situmorang menuturkan, belakangan ini sebagian praktisi hukum sudah dengan entengnya dan bangga menjelaskan kalau mampu mengatur aparatur penegak hukum. Semakin diberitakan mampu mengatur perkara, maka advokat itu akan semakin banyak klien.
"Pada dasarnya praktik curang advokat adalah tuntutan dan 100 persen kepentingan klien. Para pencari keadilan terjebak pada satu tujuan, yaitu menang. Menurunnya moral advokat, juga karena ada penegak hukum yang dapat disuap, serta sistem pengawasan yang lemah," ucap Palmer.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khaerul Saleh menilai kasus Sudrajad berisiko pada semakin hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi peradilan. ”Harus ada evaluasi mendalam, menyeluruh, dan perubahan besar-besaran di internal MA,” kata Pangeran.
Terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Azmi Syahputra menilai kejadian ini menjadi indikasi bahwa MA belum berhasil membina hakim dan aparatur peradilan dengan baik.
Menurut perwakilan Tim Advokasi Amicus, Johan Imanuel, pengungkapan kasus dugaan suap perkara di MA menjadi momentum baik untuk pembenahan sistem peradilan. Sebab, selama ini upaya hukum banding, kasasi sampai peninjuan kembali dan uji materiil di Indonesia dilaksanakan persidangan secara tertutup. Menurut Johan, langkah baiknya dapat ditinjau kembali agar menjadi persidangan terbuka.