Jadi Tersangka, Gubernur Papua Lukas Enembe Dicegah ke Luar Negeri
Gubernur Papua Lukas Enembe dicegah pergi ke luar negeri sampai dengan 7 Maret 2023 oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Imigrasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah Gubernur Papua Lukas Enembe bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kuasa hukum Lukas menyebut KPK telah menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar.
”Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi menerima pengajuan pencegahan kepada subyek atas nama Lukas Enembe dari KPK pada Rabu, 7 September 2022. Pencegahan berlaku selama enam bulan,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram di Jakarta melalui keterangan tertulis, Senin (12/9/2022).
Surya mengungkapkan, setelah menerima permintaan pencegahan, Ditjen Imigrasi langsung memasukkan nama Lukas dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Simkim) yang terhubung ke semua tempat pemeriksaan imigrasi di bandara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas seluruh Indonesia.
Pada Senin, KPK sedianya memeriksa Lukas di Markas Brimob Polda Papua di Jayapura. Namun, hal ini urung dilakukan dengan alasan Lukas sedang sakit.
Dari pantauan Kompas, Lukas tak hadir dan diwakili ketiga kuasa hukumnya. Tampak ratusan pendukung Lukas memadati jalan di depan Markas Brimob Polda Papua sekitar pukul 11.00 WIT. Massa menuntut KPK menghentikan pemeriksaan Lukas karena mereka menilai ada dugaan upaya kriminalisasi dalam kasus ini.
Tim kuasa hukum Lukas bertemu dengan Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal (Pol) Asep Guntur di Markas Brimob Papua. Dalam pertemuan sekitar satu jam itu, tim menyatakan pemeriksaan tidak bisa terlaksana karena Lukas masih dalam kondisi sakit.
Tim juga menunjukkan surat persetujuan untuk izin berobat selama 14 hari yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada penyidik KPK. Surat izin berobat itu tertanggal 9 September 2022.
Roy Rening selaku perwakilan tim kuasa hukum Lukas yang ditemui seusai pertemuan tersebut mengatakan, KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka dugaan kasus gratifikasi senilai Rp 1 miliar tahun 2020. KPK menyatakan pemberian gratifikasi bersumber dari APBD yang terkait proyek Pemerintah Provinsi Papua.
Kompas sudah menghubungi pimpinan KPK untuk meminta konfirmasi soal status Lukas Enembe. Pesan konfirmasi juga disampaikan kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Namun, hingga Senin malam belum ada yang bersedia berkomentar.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga menegaskan, tidak ada korelasi atau hubungan peristiwa apa pun antara surat izin berobat yang dikeluarkan Kemendagri dan langkah hukum KPK menetapkan status tersangka terhadap Lukas Enembe.
Selain itu, katanya, surat izin berobat ke luar negeri yang diajukan Lukas kepada Mendagri pada 31 Agustus 2022 telah memenuhi syarat serta melewati mekanisme dan prosedur formal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Menurut dia, dalam penerbitan izin, Kemendagri tidak mengetahui atau tidak memiliki informasi apa pun tentang adanya rencana penetapan status tersangka terhadap Lukas.
Kasto menekankan, Kemendagri juga menghormati independensi aparat penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya. ”Pemberian izin berobat atas Gubernur Lukas Enembe oleh Kemendagri semata-mata didasarkan atas pertimbangan kemanusiaan sesuai ketentuan, termasuk adanya surat rekomendasi dari dokter atas perlunya perawatan medis terhadap yang bersangkutan di luar negeri,” kata Kasto.
Diklaim milik sendiri
Roy Rening menilai, penetapan Lukas sebagai tersangka sangat janggal. Sebab, Lukas menerima transfer uang Rp 1 miliar miliknya sendiri untuk keperluan berobat dan tak ada tahapan penyelidikan serta dua barang bukti sebelum penetapan Lukas sebagai tersangka.
”Beliau meminta anak buahnya mentransfer uang ke rekening pribadinya ketika menjalani perawatan pada 2020. Akan tetapi, penyidik KPK menjadikan hal itu sebagai bukti menjerat beliau dengan kasus gratifikasi,” ujarnya.
Muhammad Rifai Darus, juru bicara Lukas Enembe, mengatakan, Lukas mengalami pembengkakan pada kaki karena sakit asam urat, kondisi suara melemah, dan sakit tekanan darah tinggi. Ia mengungkapkan, seharusnya Lukas dalam penerbangan ke Singapura pada Senin kemarin untuk pemeriksaan kesehatan. ”Gubernur memilih tetap berada di Jayapura untuk menghadapi kasus ini. Padahal, beliau wajib menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter di Singapura karena sudah empat kali terserang stroke,” katanya.
Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha mengungkapkan, ketika sudah ada surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap seseorang, orang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka. Proses tersebut harus diumumkan ke publik agar tersangka tidak melarikan diri.
Mantan penyidik KPK tersebut mengungkapkan, sejak kepemimpinan Firli Bahuri, ada perubahan pola pengumuman status tersangka. Sebelumnya diumumkan secara terbuka kepada publik secara langsung sesaat setelah sprindik ditandatangani, tetapi saat ini diubah oleh Firli menjadi diumumkan saat akan dilakukan proses penahanan.
”Hal ini menjadi sumber masalah karena seorang tersangka yang statusnya tidak diketahui oleh publik menjadi lebih leluasa dalam menghilangkan barang bukti serta mempersiapkan langkah-langkah untuk melarikan diri,” kata Praswad.
Ia mengungkapkan, tanpa pengumuman tersangka sejak dini, publik akan alpa dalam melakukan kontrol sosial bagi tersangka. Sebab, publik tidak memiliki informasi yang cukup terkait perkara dan siapa yang terlibat di dalam perkara tersebut. Tersangka menjadi leluasa beraktivitas seperti biasa dan mempersiapkan segala upaya untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana karena publik tidak mengetahui statusnya.